Liputan6.com, Palmyra - Rusia kembali mewujudkan dukungannya kepada rezim Bashir al-Assad untuk memberantas pemberontak dan ISIS di Suriah. Hal itu dilakukan dalam sebuah serangan misil yang diluncurkan dari kapal perang Beruang Merah pada Rabu 31 Mei 2017.
Menurut Kementerian Pertahanan Rusia, serangan itu ditargetkan kepada shelter ISIS di timur kota kuno Palmyra. Bangunan itu dipercaya sebagai penyimpanan senjata dan tentara yang dikerahkan ISIS dari Raqqa.
Advertisement
Baca Juga
"Kapal perang Admiral Esse dan kapal selam Krasnodar milik Angkatan Laut Rusia telah meluncurkan empat rudal jelajah Kalibre yang menargetkan obyek milik ISIS di Palmyra," kata pernyataan kementerian pertahanan Rusia seperti dikutip dari CNN, Kamis (1/6/2017).
"Peluncuraan misil jelajah dilakukan dari Laut Mediterania dan seluruh target berhasil dihancurkan," lanjutnya.
Pernyataan tersebut mengatakan bahwa seranga tersebut "memastikan kesiapan tempur Angkatan Laut Rusia yang tinggi di Suriah,". Rusia juga menjelaskan bahwa AS, Turki dan Israel telah diberitahu mengenai serangan itu.
"Amerika Serikat, Turki dan Rusia semua memiliki posisi yang sama untuk menghancurkan ISIS, dan karena itu mereka bekerja sama pada tingkat tertentu," kata pengamat militer Matthew Chance dari CNN.
"Semua pihak saling berhubungan satu sama lain dan semua berusaha untuk mengkoordinasikan serangan mereka terhadap ISIS dan target lainnya."
Kementerian Pertahanan Rusia juga memposting video berisi detik-detik peluncuran misil Kalibre yang melegenda itu dalam Twitter-nya.
Berikut videonya:
Misil Tercanggih dan Terbaru
Misil Kalibre adalah salah satu persenjataan Rusia yang terbaru. Disebut-sebut kekuatannya mirip misil Tomahawk milik AS. "Hanya saja berbeda pada harga," ujar Chance.
"Misil itu memang baru, tapi ini bukan kali pertama mereka menggunakannya. Tahun lalu Rusia telah menembakkan dari Laut Kaspia," ujar Chance.
"Suriah adalah platform penting bagi Rusia. Negara itu kerap kali mencoba persenjataan baru di zona perang Suriah. Ibaratnya, mereka menggunakan negara itu sebagai lahan pamer di mana potensi pembeli dari negara lain bisa melihat kemampuan persenjataan milik Rusia secara langsung," beber Chance.
Chance juga mengatakan serangan Rusia di Suriah tak selalu menargetkan obyek milik ISIS, melainkan musuh-musuh Assad.
Situs Warisan Dunia UNESCO, Palmyra adalah rumah bagi reruntuhan arkeologi penting secara global dan dipandang secara simbolis penting bagi kedua belah pihak.
"Rusia mempromosikan aktivitasnya melawan ISIS di Palmyra karena berperang atas nama peradaban barat, dan serangan ini menunjukkan adanya usaha Rusia terhadap anti-ISIS," kata Chance.
Palmyra juga dianggap propaganda penting bagi pasukan Rusia. Setelah merebut kembali kota itu pada Mei 2016, pasukan Rusia mengadakan konser di amfiteater kuno kota tersebut.
Namun, Rusia mendapat kritik bahwa "upaya untuk merebut kembali Palmyra hanyalah sekedar 'riasan wajah saja', kota itu lebih penting secara kultural daripada secara militer," kata Chance.
Kota ini memiliki beberapa nilai strategis, kata Tim Liste selaku pengamat Suriah dari CNN.
"Ada jaringan pipa minyak dan kilang di daerah tersebut, serta tambang fosfat. Kota itu juga satu-satunya cara rezim dapat menyambung kembali dengan pos terdepan Kota Deir Ezzour yang kini tengah terkepung," tutur Liste.