Sukses

'Genggaman Maut' Donald Trump Berbekas di Tangan PM Vietnam

PM Nguyen Xuan Phuc merupakan pemimpin Asia Tenggara pertama yang mengunjungi Donald Trump di Gedung Putih.

Liputan6.com, Washington, DC - Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc menjadi pemimpin Asia Tenggara pertama yang mengunjungi Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih. Ia menginjakkan kaki di Istana Kepresidenan Amerika Serikat tersebut pada Rabu, 31 Mei 2017.

Pertemuan kedua pemimpin ini menyisakan cerita menarik. Dilansir dari Independent, Jumat (2/6/2017), Presiden Trump dikabarkan menjabat tangan PM Phuc begitu kuat hingga meninggalkan bekas.

Mereka yang berada dalam ruangan di mana Trump dan Phuc bertemu, menyaksikan bekas jabatan tangan tersebut, termasuk seorang jurnalis Vietnam, Vu Hoang.

"Melalui pengamatan mata telanjang, setelah berjabat tangan, pemimpin Amerika itu meninggalkan 'bekas' sangat jelas di tangan pemimpin Vietnam," demikian kesaksian Hoang.

Sejak dilantik sebagai Presiden AS, gaya jabat tangan Trump menjadi sorotan. Ia dikenal kerap menjabat tangan lawannya dengan sangat kuat, bahkan tak jarang mengguncangnya.

Pertemuan Trump dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron juga dihebohkan pemberitaan soal jabat tangan. Macron dinilai berhasil mengimbangi kuatnya jabat tangan Trump hingga tangan keduanya memutih.

"Genggaman maut" Trump juga sempat dirasakan oleh PM Jepang Shinzo Abe. Trump disebut-sebut tetap fokus ke arah kamera dan fotografer di saat PM Abe sudah memberikan kode mengingat genggamannya terlalu kuat.

Perdagangan Vietnam-AS

Kunjungan PM Phuc ke Washington didominasi oleh isu perdagangan. Seperti Liputan6.com kutip dari express.co.uk, usai pertemuan kedua pemimpin, Kementerian Perdagangan AS mengumumkan pihaknya menjalin 13 transaksi baru dengan Vietnam senilai US$ 8 miliar.

"Mereka (Vietnam) baru saja membuat pesanan besar-besaran di AS dan kami menghargai itu. Dengan jumlah miliaran dolar, itu berarti pekerjaan bagi AS dan peralatan hebat bagi Vietnam," kata Trump dalam konferensi pers di Gedung Putih.

Vietnam yang sempat menjadi musuh AS semasa Perang Dingin kini menjadi salah satu mitra penting Negeri Paman Sam di Asia Pasifik di mana kedua negara berbagi kekhawatiran yang sama: kekuatan China yang terus meningkat.

Kepada Trump, PM Phuc mengatakan, hubungan kedua negara mengalami pergolakan yang signifikan dalam sejarah. Namun kini, kata dia, keduanya adalah mitra yang komperehensif.

Defisit perdagangan Vietnam-AS mencapai 32 miliar dolar AS pada tahun 2016. Jumlah ini melonjak dibanding satu dekade sebelumnya US$ 7 miliar.

Menteri Perdagangan Wilbur Ross mengatakan, penting untuk mengecilkan defisit perdagangan AS dengan Vietnam. Namun ia menambahkan, Vietnam yang merupakan sebuah negara di Asia Tenggara dengan penduduk 80 juta merupakan pasar dengan pertumbuhan tercepat bagi ekspor AS di mana sejak tahun 2014, ekspor AS meningkat 77 persen menjadi US$ 4,4 miliar.

"Pertumbuhan kelas menengah dan meningkatnya daya beli di Vietnam merupakan insentif lebih lanjut untuk memperkuat hubungan perdagangan dan investasi jangka panjang kami," jelas Ross.

Selain berbagi kekhawatiran yang sama soal China, Vietnam dan AS juga punya kegelisahan serupa soal Korea Utara.

Trump dijadwalkan akan berkunjung ke Vietnam untuk menghadiri KTT APEC pada November 2017. Menurut PM Phuc, momen tersebut baik bagi AS untuk menegaskan peran positifnya di kawasan tersebut.

 

Simak video Weekly Highlights berikut: