Liputan6.com, Riyadh - Empat negara Arab, yakni Arab Saudi, Bahrain, Mesir, dan Uni Emirat Arab mengumumkan pemutusan hubungan diplomatik, darat, laut, dan udara dengan Qatar. Kondisi ini menandai krisis Teluk paling serius yang pernah terjadi di kawasan ini.
Seperti dikutip dari The Guardian, Senin (5/6/2017), Arab Saudi melalui kantor berita SPA mengatakan, pemutusan hubungan diplomatik diperlukan untuk melindungi negara itu dari terorisme dan ekstremisme. Tak sampai di situ, Saudi juga menarik seluruh pasukan Qatar dari koalisi yang tengah dipimpinnya di Yaman.
Kantor berita SPA yang mengutip salah sumber resmi Saudi memuat dalam laporannya, pemutusan hubungan diplomatik dan konsuler dengan Qatar merupakan upaya "melanjutkan pelaksanaan hak kedaulatan yang dijamin oleh hukum internasional dan melindungi keamanan nasional dari bahaya terorisme dan ekstremisme."
Advertisement
Negeri kaya minyak itu pun mendesak agar seluruh negara tetangga dan perusahaan terkait mengikuti jejaknya.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Bahrain merilis sebuah pernyataan pada Senin pagi waktu setempat. Isinya menyebutkan akan menarik misi diplomatiknya dari Doha dalam waktu 48 jam.
Bahrain memberikan waktu 48 jam bagi para diplomat Qatar untuk meninggalkan negara itu. Disebutkan pula, bahwa warga Qatar harus meninggalkan Bahrain dalam waktu dua pekan dan lalu lintas laut serta udara antar kedua negara akan dihentikan.
Manama menuding media Qatar melakukan penghasutan, mendukung kegiatan dan pendanaan teroris bersenjata yang terkait dengan Iran untuk melakukan sabotase serta menyebarkan kekacauan di Bahrain.
Adapun kantor berita Uni Emirat Arab, WAM, memuat hal serupa dengan Bahrain, memberikan waktu 48 untuk para diplomat Qatar meninggalkan negara tersebut. Uni Emirat Arab menuding, Qatar mendukung, mendanai, dan merangkul teroris, ekstremis, serta organisasi sektarian.
Melalui kantor beritanya, Mesir turut mengumumkan penutupan wilayah udara dan pelabuhan laut untuk seluruh transportasi dari dan ke Qatar. Kairo menyebut ini demi melindungi kepentingan nasional.
Negeri Piramida itu juga menuduh Qatar mendukung organisasi teroris termasuk Ikhwanul Muslimin.
Qatar memang telah lama mendapat kritik dari negara tetangganya atas dukungannya terhadap sejumlah kelompok. Salah satunya adalah Ikhwanul Muslimin, kelompok politik Islam Suni yang keberadaannya dilarang oleh Saudi dan Uni Emirat Arab.
Sebelumnya, negara-negara Teluk yang dipimpin Saudi juga sempat bersitegang dengan Qatar menyusul dukungan Doha terhadap Mohammed Morsi sebagai Presiden Mesir. Morsi berasal dari Ikhwanul Muslimin. Pada Maret 2014, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Bahrain memanggil pulang duta besar mereka dari Qatar.
Delapan bulan kemudian, duta besar mereka kembali setelah Qatar memaksa sejumlah anggota Ikhwanul Muslimin meninggalkan negara tersebut. Namun pada saat itu, tidak ada blokade darat dan laut seperti yang terjadi sekarang ini.
Sejak saat itu, Qatar berulang kali membantah keras mendanai kelompok ekstremis. Namun negara itu dikabarkan tetap menjadi pelindung keuangan utama Jalur Gaza yang dikuasai Hamas.
Qatar juga menjadi rumah bagi pejabat Hamas yang diasingkan sejak 2012, Khaled Mashaal.
Pejabat Barat turut menuding Qatar mengizinkan atau mendanai kelompok ekstremis Suni seperti cabang al Qaeda di Suriah -- dulunya dikenal sebagai Front Nusra.
Krisis di Kawasan Teluk ini terjadi setelah kunjungan Presiden Amerika Serikat Donald Trump ke Arab Saudi untuk menghadiri pertemuan puncak dengan para pemimpin Arab.
Qatar merupakan rumah bagi Pangkalan Udara al-Udeid, markas Komando Pusat militer AS. Terdapat 10 ribu tentara AS yang ditempatkan di sana. Tak jelas, apakah langkah pemutusan hubungan diplomatik tersebut akan mempengaruhi operasi militer Negeri Paman Sam. Hingga saat ini belum ada komentar terkait hal ini.