Sukses

5 Kisah Perampokan Bank Saat Perang Pecah

Sejumlah kisah perampokan terdengar dramatis seperti dalam film. Dalam dunia nyata, caranya beragam. Bahkan hanya dengan meminta.

Liputan6.com, Jakarta - Dalam film koboi, para perampok bank digambarkan sebagai orang atau sekelompok orang yang masuk menerjang sebuah bank dengan membawa senapan mesin yang menyalak.

Tapi tidak semuanya sedramatis itu.

Pada 1983, perampokan Brinks-MAT di London dilakukan dengan menggunakan penyamaran sebagai pegawai perusahaan keamanan Brinks.

Perampokan Hatton Garden Heist di London pada Paskah 2015 dilakukan dengan menggali terowongan bawah tanah menuju ruang penyimpan hingga menimbulkan kerugian sekitar US$ 31 juta. Hampir semua pelaku telah ditangkap dan sedang menjalani sidang.

Lalu ada perampokan Northern Bank di Irlandia Utara pada 2004 dengan kerugian sekitar US$ 33 juta. Para perampok mengaku sebagai bagian dari kelompok pemberontak IRA yang kemudian dituding mendapat perlindungan dari partai Sinn Fein.

Beberapa hari sebelum Natal, para perampok masuk ke bank dengan menyamar sebagai polisi bersenjata. Tapi belum ada yang ditangkap terkait perampokan itu.

Bank Sentral di Fortaleza, Brasil, dirampok pada 2005, juga melalui terowongan yang dibangun dari gedung di sebelah bank. Kerugian mencapai sekitar 160 juta reai. Hanya 20 juta reai yang ditemukan lagi.

Pada Februari 2016, Bank of Bangladesh diretas oleh para pelaku yang mengambil alih kendali sistem perbankan. Ketika kendali direbut kembali, sudah sekitar US$ 101 juta raib secara digital melalui jejaring SWIFT.

Peperangan dan keadaan kacau balau juga membawa risiko tersendiri bagi bank.

Selain sejumlah kisah perampokan di masa relatif damai, seperti dikutip dari Grunge pada Selasa (6/6/2017) berikut ini adalah sejumlah perampokan yang terjadi di masa perang dan kacau, termasuk kekacauan siber:

2 dari 6 halaman

1. British Bank of Middle East (Lebanon, 1976)

British Bank of Middle East. (Sumber Associated Press/Harry Koundakjian)

Dalam kancah perang sipil Lebanon antara 1975-1990, lebih dari seperempat juga orang terbunuh di negara yang berpenduduk hanya 2,5 juta orang. Jutaan warga menjadi pengungsi.

Pada 1976, di tengah kekacauan itu, Palestinian Liberation Organization (PLO) leluasa melakukan perampokan terbesar sebuah bank dalam sejarah Timur Tengah.

Hasil perampokan itu menjadi sumber pendanaan banyak aksi lain yang dilakukan PLO, misalnya menjadi dalang peristiwa Black September yang menewaskan 11 atlet Israel di Olimpiade Munich.

Perampokan British Bank of Middle, suatu bank terkaya Lebanon, dilakukan secara mudah. Pihak PLO meledakkan bom yang cukup untuk menyingkirkan hampir semua dinding bangunan, lalu mengirim juru kunci profesional untuk membuka lemari pengaman.

Sesudah itu, para pelaku membawa pergi banyak kotak-kotak simpanan berpengaman (security deposit box) yang dibawa pergi menggunakan trailer 18 roda. Kerugian bank ditaksir sekitar US$ 25 juta, setara dengan nilai US$ 125 juta di masa kini.

3 dari 6 halaman

2. Bank Sentral Irak

Bank Sentral Irak. (Sumber Wikipedia/USAID/Thomas Hartwell)

Hanya beberapa jam sebelum bom-bom Amerika Serikat mendarat di tengah Baghdad, Uday Hussein dengan tenang dan diam-diam melakukan perampokan terbesar bank dalam sejarah.

Ia memiliki kegemaran memukuli dan memperkosa orang tak dikenal dan pernah menusuk orang lain dalam pesta dengan menggunakan pisau listrik hanya karena sedang bosan.

Sebagai yang paling jahat dari para putra Saddam Hussein, Uday menyadari bahwa ia berada di bagian atas daftar orang paling dicari pihak Amerika Serikat.

Ia memutuskan untuk kabur sambil membawa uang demi menjamin hidupnya. Sebagai negara yang selama beberapa generasi di bawah cengkraman Saddam Hussein, tidak susah baginya untuk mendatangi Bank Sentral Irak dan meminta seluruh uang yang ada di sana.

Semua hasil jarahan dimasukkan dalam 2 truk besar dan ia kemudian menghilang ke arah gurun pasir sambil menurunkan sedikit demi sedikit di beberapa titik strategis, sesaat sebelum negeri itu tercabik-cabik perang.

Namun demikian, pada 2003 Uday Hussein terbunuh dalam serangan tembakan dan rudal bertubi-tubi dari pihak AS. Hanya sekitar dua per tiga jarahannya yang berhasil dikembalikan.

Masih ada sekitar US$ 300 juta yang hilang dan diduga berada di tangan ISIS.

4 dari 6 halaman

3. Dar Es Salaam Bank (Baghdad, 2007)

Pada 2007, Baghdad baru saja memasuki masa akhir perang walaupun ledakan-ledakan bom dan tembak-menembak masih terjadi di berbagai tempat. Serangan-serangan teror ditengarai menjadi yang paling banyak dialami negeri itu dalam masa modern.

Di tengah kekacauan itu, terjadilah salah satu perampokan yang terbesar sekaligus termudah dalam sejarah. Saat panas menyengat di bulan Juli, dua penjaga keamanan bank masuk ke dalam lemari pengaman dan dengan tenang menggasak sekitar seperempat juta dollar uang dan benda berharga ke dalam kendaraan van.

Mereka kemudian begitu saja meninggalkan bank membawa hasil jarahan mereka. Tak ada surat pengantar, tanpa perintah, dan tidak ada yang menghalangi mereka.

Dua penjaga itu bahkan berhasil melewati beberapa titik pemeriksaan sehingga mereka diduga berkaitan dengan beberapa kelompok teror yang mengendalikan bagian tertentu di ibu kota. Keterkaitan mereka juga diduga menjadi penjelasan ketika uang dan para pelaku tidak pernah ditemukan.

5 dari 6 halaman

4. Perampokan oleh ISIS (Suriah dan Irak, 2014)

Petugas kepolisian berjalan di dekat kilang minyak yang dibakar oleh ISIS di Qayyara, selatan Mosul, Irak, (23/11). Sebelumnya, sekitar enam sumur minyak telah dibakar ISIS di kawasan tersebut. (REUTERS/Goran Tomasevic)

Pada musim panas 2014, untuk melakukan segala kejahatannya di Suriah dan Irak, ISIS memerlukan sumber pendanaan. Dimulai dengan rencana untuk mengambil alih kawasan seputar Mosul.

Tentara Irak melarikan diri dan meninggalkan persenjataan mereka. Ketika gelombang ISIS akhirnya berhenti, mereka menduduki wilayah yang kira-kira dua kali luas Belgia, termasuk kota-kota dan bank-bank di dalamnya.

Tidak diketahui secara pasti jumlah uang dan harta lain yang dirampok, laporan CNN pada 2015 yang didukung oleh sumber-sumber pemerintah AS memperkirakan total sekitar US$ 1 miliar.

6 dari 6 halaman

5. Peretasan Ratusan Bank (2015)

Ilustrasi peretasan kartu kredit. (Sumber Max Pixel via Creative Commons)

Selama 2 tahun lamanya, ada puluhan bank besar di Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang tidak menyadari bahwa sistem keamanan mereka telah diterobos.

Pelan-pelan, perangkat lunak berupa malware ditanamkan dalam sistem komputer mereka dan diam di sana untuk menunggu waktu yang tepat. Lalu, pada 2015, semua penyusupan itu diaktifkan.

Dalam sekejap, antara US$ 300 hingga 900 juta disetor ke rekening-rekening semu di seluruh dunia. Hanya dengan menekan sebuah tombol, para peretas melakukan perampokan terbesar dalam sejarah.

Uang yang beredar berasal dari 100 bank yang tersebar di 30 negara berbeda dan dalam bentuk banjir transaksi-transaksi kecil yang terjadi puluhan kali di tiap bank. Beberapa permohonan setor hanya bernilai beberapa ratus dolar, dan beberapa lagi bernilai US$ 10 juta.

Masing-masing setoran sebenarnya cukup kecil, tapi, secara bersama-sama, keseluruhan nilai yang dipindahkan amat besar.

Hebatnya, tidak ada bank yang segera menghubungi pihak keamanan. Setelah perusahaan Kaspersky diminta memeriksa suatu bank di Ukraina sekitar setahun kemudian, barulah kisah itu merebak di tengah publik.