Sukses

Operasi Militer AS di Timur Tengah Tak Terpengaruh Krisis Teluk

Amerika Serikat menegaskan krisis Teluk yang melibatkan Qatar dan Arab Saudi Cs "tidak berdampak" terhadap operasi koalisi di kawasan itu.

Liputan6.com, Washington, DC - Amerika Serikat menegaskan, krisis Teluk yang melibatkan Qatar dan Arab Saudi Cs "tidak berdampak" terhadap operasi koalisi di kawasan tersebut.

"Pesawat militer AS akan melanjutkan misi untuk mendukung operasi yang tengah berlangsung di Irak, Suriah, dan Afghanistan," ujar Juru bicara Pentagon Mayor Adrian Rankine-Galloway seperti dikutip dari Voice of America, Selasa (6/6/2017).

"Kami tidak punya rencana untuk mengubah sikap kami di Qatar," ungkapnya.

Rankine-Galloway menyatakan, AS dan koalisi yang dipimpinnya "berterima kasih" kepada Qatar untuk "dukungan jangka panjang" atas kehadiran Amerika dan "komitmen abadi mereka terhadap keamanan regional."

Sementara itu, Menteri Pertahanan AS James Mattis yang tengah berada di Sydney, Australia, menegaskan, ketegangan regional tidak akan merusak penag melawan ISIS di masa depan.

"Saya yakin tidak akan ada komplikasi," tegas Mattis.

Sejauh ini, AS telah mendorong seluruh mitranya di Timur Tengah untuk mengurangi ketegangan. Meski demikian Rankine-Galloway menambahkan, AS dengan senang hati akan memainkan peran dalam upaya membawa semua pihak yang terlibat ke meja perundingan.

Pejabat Pentagon menyebutkan, saat ini terdapat sekitar 80 ribu pasukan AS di wilayah Timur Tengah. Pasukan AS ditempatkan di dua titik di Qatar, yakni Pangkalan Udara Al-Udeid yang luas dan Pangkalan Militer As-Sayliyah yang kecil.

Al-Udeid merupakan rumah terbesar yang menampung pasukan AS. Setidaknya terdapat 10 ribu pasukan di sana dan Al-Udeid juga diposisikan sebagai markas besar Komando Utama AS dan markas Komando Pusat Angkatan Udara AS.

Dua dari tujuh negara yang terlibat perseteruan diplomatik dengan Qatar juga menjadi rumah bagi pasukan AS dalam jumlah yang cukup besar. Menurut pejabat Angkatan Laut AS, terdapat 5.000 personel militer AS yang bertugas di Naval Support Activity (NSA) Bahrain, sementara 4.000 lainnya berada di Uni Emirat Arab.

Pejabat AS yang enggan menyebut namanya mengatakan, pesawat militer AS belum terpengaruh oleh blokade yang dipicu ketegangan diplomatik tersebut.

"Pergerakan pesawat AS tidak terdampak dengan cara apapun," terang Rankine-Galloway.

Di Arab Saudi juga terdapat segelintir pasukan AS yang bertugas melatih pasukan Saudi. Di Mesir, pasukan AS bertugas mengawasi pelaksanaan perjanjian perdamaian Mesir-Israel.

Arab Saudi, Bahrain, Mesir, Uni Emirat Arab, Libya, dan Maladewa memutuskan hubungan dengan Qatar menyusul tudingan negara itu mendukung kelompok garis keras, teroris, dan Iran.

Tak hanya memutuskan hubungan diplomatik, Saudi, Bahrain, dan Mesir juga menerapkan blokade udara. Ketiganya melarang maskapai Qatar Airways mendarat bahkan mengudara di wilayah mereka.

Sebagai balasan pemutusan hubungan diplomatik, maskapai Qatar Airways menghentikan penerbangan ke empat negara, yakni Arab Saudi, Bahrain, Mesir, dan Uni Emirat Arab.

Â