Liputan6.com, Jakarta - Seorang Kriminolog bernama Donald Black dalam artikel ilmiahnya yang berjudul 'Terrorism as Social Control' dan dipublikasikan oleh Elsevier Journal Sociology of Crime, Law, and Deviance 2004, mendefinisikan terorisme sebagai sebuah tindakan individual maupun organisasional berbasis karakteristik khusus yang ditujukan untuk menebar kepanikan, rasa takut, dan kekerasan kepada masyarakat.
Sejak Ramadan dimulai pada 27 Mei 2017 hingga memasuki hari ke-12 pada 7 Juni 2017, setidaknya telah terjadi 35 peristiwa teror yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Ke-35 peristiwa tersebut memiliki --seperti yang disebut oleh Black-- diversifikasi karakteristik khusus, meliputi teror yang mengatasnamakan agama hingga teror berbasis gerakan politis maupun separatisme.
Dari 35 peristiwa teror itu, berikut enam di antaranya yang paling mengguncang dunia yang terjadi sepanjang Ramadan hingga memasuki hari ke-12 pada 7 Juni 2017. Liputan6.com merangkum dari berbagai sumber.
Advertisement
1. Bom Mobil Baghdad, 30 Mei 2017
Sekitar 25 hingga 27 orang tewas dan 40 orang lainnya terluka saat sebuah bom meledak di luar toko es krim di kota Baghdad, Irak. Menurut pihak berwajib, bom berasal dari sebuah mobil yang melintas di kawasan tersebut pada Selasa dini hari 30 Mei 2017.
Dikutip dari CNN, Selasa (30/5/2017), satu keluarga menjadi korban saat tengah berkumpul di sana untuk menikmati kudapan manis. Umat muslim di sana biasanya terjaga hingga larut setelah waktu berbuka.
Beberapa saat kemudian, ISIS mengklaim bertanggung jawab. Kelompok teror itu memublikasikannya melalui sosial media Twitter dan telegram, juga sayap media Amaq.
Dalam pernyataannya, ISIS mengaku menargetkan bom ke sebuah pertemuan kaum Syiah di kota Baghdad.
"Sebuah mobil yang membawa bom seketika meledak di Al Huriyah Square di pusat Kota Baghdad," ujar pejabat Kepolisian Irak, Mayor Ali Mohammed, seperti yang dikutip oleh CNN.
Serangan bom mobil yang terjadi di pinggir jalanan Baghdad merupakan peristiwa rutin. Tahun ini saja ISIS melancarkan serangan di seantero ibu kota Irak yang menewaskan puluhan orang.
Sebelumnya, kurang dari dua hari sebelum ledakan di depan toko es krim terjadi, seorang pemuda nekat menjadi pelaku bom bunuh diri dan menewaskan empat petugas keamanan.
Advertisement
2. Bom Mobil Kabul Afghanistan, 31 Mei 2017
Bom mobil bunuh diri menghantam pusat diplomatik di ibu kota Afghanistan, Kabul. Akibat kejadian ini, setidaknya 150 orang tewas dan 413 orang lainnya terluka, demikian seperti yang dikutip dari The New York Times (31/5/2017). Media lain, seperti The Guardian, menyebut total korban tewas berkisar antara 90 hingga 100.
Menurut seorang pejabat Afghanistan, ledakan ini merupakan salah satu yang terbesar yang pernah menghantam Kabul. Insiden ini tepatnya terjadi di dekat Zanbar Square Distrik 10, Kabul, wilayah kompleks perkantoran pemerintahan serta beberapa kedutaan besar dan misi asing.
Di area tersebut terdapat banyak kantor pemerintahan, serta beberapa kedutaan besar dan misi asing. Dalam radius 500 meter dari lokasi ledakan, terdapat Kedutaan Inggris, Iran, Turki, Jerman, Uni Emirat Arab, dan Indonesia.
Intelijen Afghanistan menduga kuat bahwa ledakan yang menewaskan sekitar 150 orang itu didalangi oleh Jaringan Haqqani, sebuah kelompok militan anti-koalisi Afghanistan - NATO. Sumber lain menyatakan bahwa serangan nahas tersebut didalangi atau turut dibantu oleh militan Taliban.
Menurut keterangan Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri Afghanistan, Najib Danish, insiden itu merupakan aksi bom bunuh diri menggunakan mobil. Lokasi kejadian dekat dengan Kedutaan Jerman. Namun, belum dipastikan target serangannya.
Juru Bicara Pemerintah Afghanistan, Feroz Bashari, mengutuk serangan teror tersebut. "Hari ini, musuh-musuh Afghanistan kembali menunjukkan kebrutalannya dengan membunuh dan melukai warga sipil," kata dia.
3. Bom Kabul Afghanistan, 3 Juni 2017
Selang 3 hari pasca-ledakan 31 Mei 2017 yang menewaskan sekitar 100 orang, sebuah ledakan kembali terjadi di Kabul Afghanistan pada 3 Juni 2017. Ledakan tersebut terjadi pada sebuah iring-iringan pemakaman jenazah pemimpin demonstran Afghanistan, Salem Izdiyar.
Izdiyar juga merupakan anak seorang senator Senat Afghanistan. Ia bersama kelompok demonstran lain menuntut agar sejumlah atase pemerintah Afghanistan turun dari kursi pemerintahan, sebagai reaksi atas serangan teror Kabul 31 Mei 2017, demikian seperti yang diwartakan oleh The Guardian (3/6/2017).
Konvoi jenazah turut dihadiri oleh pejabat top Afghanistan, seperti Pemimpin Eksekutf Afghanistan Abdullah Abdullah, mantan Menteri Luar Negeri Salahuddin Rabbani, dan mantan Kepala Intelijen Amrullah Saleh. Namun, sang Pemimpin Eksekutif beserta paa pejabat tinggi lain tidak terluka atas kejadian tersebut.
Menurut The Guardian, ledakan tersebut menewaskan 7 orang dan melukai 119 orang yang lain. Sumber lain menyebutkan bahwa korban tewas mencapai 20 orang.
Meski belum pasti, intelijen Afghanistan dan sejumlah media menduga kuat Taliban sebagai dalang serangan tersebut. Faktor lain yang menguatkan kelompok militan anti-pemerintah Afghanistan tersebut adalah bahwa ayah Salem Izdiyar, Mohammad Alam Izdiyar, merupakan petinggi organisasi anti-Taliban, Jamiat-e Islami.
Advertisement
4. London Bridge dan Borough Market, 3 Juni 2017
Rangkaian peristiwa teror terjadi di London Bridge dan Borough Market di London, pada 3 Juni 2017 malam waktu setempat atau 4 Juni 2017 pagi waktu Jakarta.
Kejadian teror di London Bridge merupakan peristiwa tabrak lari yang terjadi sekitar pukul 22.00 waktu setempat. Menurut keterangan saksi mata, peristiwa tabrak lari tersebut dilakukan oleh sebuah mobil van berwarna putih dan menabrak sejumlah pejalan kaki di trotar jembatan.
Sementara itu, kejadian teror di Borough Market merupakan peristiwa penusukan dan terjadi beberapa menit setelah peristiwa London Bridge. Menurut saksi mata, setidaknya ada tiga orang yang membawa pisau dan melakukan penusukan kepada sejumlah individu di kawasan tersebut. Sejumlah saksi mata bahkan mendengar sejumlah pelaku berteriak 'ini untuk Allah' saat melakukan penusukan, demikian seperti yang diwartakan oleh Telegrahph, Minggu (4/6/2017).
Menurut BBC, insiden di London Bridge dan Borough Market menimbulkan 7 orang tewas dan 30 terluka. Polisi juga menembak tiga pelaku hingga tewas di lokasi kejadian.
Yang pertama adalah Khuram Butt, pria 27 tahun kelahiran Pakistan. Penduduk Barking, London, itu bukan orang baru bagi polisi dan badan intelijen MI5. Namun sebelumnya, tak ditemukan indikasi bahwa ia akan melakukan serangan.
Pelaku kedua adalah Rachid Redouane (30), juga dari Barking. Polisi menyebutnya sebagai keturunan Maroko-Libya. Redouane, yang bekerja sebagai koki, juga menggunakan nama Rachid Elkhdar. Ia relatif tak dikenal oleh polisi.
Sementara itu, pelaku ketiga bernama Youssef Zaghba, warga negara Italia keturunan Maroko. Ia dilaporkan pernah disetop di sebuah bandara di Italia karena dicurigai akan terbang ke Suriah.
Kelompok ISIS mengklaim mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Seperti dilansir Abc News, menurut kelompok intelijen SITE, kantor berita yang berafiliasi dengan ISIS, Amaq, mengunggah sebuah pesan di Telegram pada hari Minggu yang mengklaim serangan tersebut dilakukan oleh pengikut mereka.
Sementara itu, sumber kontraterorisme mengatakan kepada Abc News, ada bukti yang menunjukkan bahwa ketiga pelaku serangan kemungkinan telah menunggu untuk menjalankan aksinya selama beberapa bulan.
Pemicu serangan sendiri diyakini berasal dari pesan ISIS. Kelompok itu menyerukan para pengikutnya untuk memanfaatkan kendaraan, senjata api, dan pisau demi membunuh warga sipil selama bulan suci Ramadan.
Dikutip dari CNN, Polisi Metropolitan London mengatakan Zaghba masih berusia 22 tahun. Ia tidak termasuk orang dengan "profil menarik" sampai insiden teror London yang terjadi pada Sabtu 3 Juni 2017. Namun, media-media Italia melaporkan Roma telah memperingatkan London tentang pemuda itu.
5. Serangan Melbourne, 5 Juni 2017
Sebuah peristiwa teror melanda wilayah kota Melbourne, tepatnya di Buckingham Serviced Apartments, Brighton, Victoria, pada pukul 16.00 waktu setempat. Peristiwa tersebut ditandai dengan aksi penembakan seorang pria bersenjata dan penyanderaan seorang perempuan.
Peristiwa bermula sekitar pukul 16.00 waktu setempat, ketika layanan situasi darurat kepolisian Brighton Victoria menanggapi sebuah laporan di Buckigham Serviced Apartments, demikian seperti yang diwartakan oleh ABC.net.au, Selasa (6/6/2017).
Petugas kepolisian yang datang ke lokasi kejadian menemukan mayat seorang pria di serambi kompleks apartemen.
"Tak lama setelah pukul 16.00, setelah laporan masuk, polisi tiba di lokasi dan menemukan seorang pria tak bernyawa di Buckingham Serviced Apartments," jelas Asisten Komisaris Andrew Crisp dari Kepolisian Victoria.
Tak lama setelah penemuan jasad, polisi yang bertugas menerima kabar mengenai situasi penyanderaan di lokasi yang sama.
"Beberapa saat kemudian sebuah panggilan darurat muncul, menyatakan bahwa ada situasi penyanderaan seorang perempuan di dalam apartemen," tambah Crisp.
Bala bantuan kepolisian Brighton Victoria tiba sekitar pukul 18.00, atau sekitar 2 jam setelah penemuan jasad. Tak lama setelah bala bantuan polisi tambahan tiba, seorang pria bersenjata datang dari sisi lain kompleks apartemen dan melepas sejumlah tembakan kepada petugas.
"Sekitar pukul 18.00, seorang pria bersenjata datang dari arah sisi lain kompleks apartemen tiba-tiba mulai menembaki petugas polisi yang tengah memproses TKP penemuan jasad pada pukul 16.00 lalu. Petugas polisi pun balas menembak. Dan pria bersenjata itu tewas di lokasi kejadian," ujar sang asisten komisaris.
Pria bersenjata dinyatakan tewas di lokasi kejadian. Sementara itu, tiga petugas kepolisian mengalami luka tembak.
Menurut laporan kepolisian, media lokal di Victoria, Channel 7, menerima telepon dari seorang individu yang mengklaim bahwa peristiwa di Buckingham Serviced Apartments Brighton merupakan aksi anggota organisasi teror ISIS.
ISIS mengklaim bertanggung jawab atas aksi penembakan dan penyanderaan di Melbourne, Australia. Dia pria tewas dalam insiden yang terjadi pada Senin malam 5 Juni 2017 tersebut.
"Serangan di Melbourne, Australia dilakukan salah satu tentara ISIS, yang merespons seruan untuk menargetkan negara koalisi," demikian pernyataan yang dipublikasikan Amaq corong media ISIS, seperti dikutip dari The Guardian, Selasa 6 Juni 2017.
Aparat penegak hukum juga telah merilis identitas pelaku yang melakukan penembakan hingga melukai tiga polisi. Komisaris Polisi Ashton mengatakan, pelaku bernama Yacqub Khayre dan diketahui memiliki rekam jejak kriminal yang panjang.
Khayre juga sempat diadili atas kasus terorisme karena diduga memiliki rencana untuk menyerang basis militer Australia di Holsworthy, Sydney, pada tahun 2009. Namun pengadilan memutuskan untuk membebaskan Khayre karena tidak cukup bukti untuk menjatuhkan vonis pidana.
Akan tetapi, tiga rekan tertuduh Khayre pada 2009 dinyatakan terbukti dan bersalah merencanakan serangan terorisme di Holsworthy Sydney. Menurut pengadilan, aksi terorisme itu dilakukan sebagai tindakan pembalasan atas aktivitas militer Negeri Kanguru di Timur Tengah.
Advertisement
6. Serangan di Katedral Notre Dame Paris, 6 Juni 2017
Seorang pria bersenjata palu tiba-tiba mengejar dan berupaya menyerang polisi yang berpatroli di lapangan terbuka di depan Katedral Notre Dame di Paris, Prancis pada Selasa 6 Juni 2017. Insiden tersebut terjadi pada pukul 16.30 waktu setempat.
Tak hanya martil, pelaku juga membawa dua bilah pisau dapur. "Ini untuk Suriah!," demikian kalimat yang diteriakkan pelaku saat menyerang petugas, seperti diungkap Menteri Dalam Negeri Prancis, Gerard Collomb, dikutip dari Los Angeles Times, Selasa (6/6/2017).
Polisi segera melumpuhkan pelaku dengan timah panas, setelah ia mengancam aparat dan orang-orang di luar katedral. Pria tersebut sebelumnya juga memukul kepala seorang petugas keamanan dengan palu.
Pelaku terluka akibat tembakan aparat dan dilarikan ke rumah sakit. Seorang anggota polisi juga mengalami cedera akibat insiden itu.
Belum diketahui identitas pelaku penyerangan di Notre Dame. Namun informasi yang beredar menyebut, ia diduga adalah warga Aljazair dan membawa kartu identitas pelajar.
Hingga saat ini, sejumlah media menyebut bahwa peristiwa tersebut merupakan serangan teror lone-wolf. Menurut media Frontline, teror lone-wolf merupakan aksi yang dilakukan oleh satu orang pelaku yang bukan bagian dari struktur atau tak memiliki afiliasi dengan organisasi teroris tertentu. Namun, motivasi pelaku dapat dipengaruhi oleh aktivitas kelompok teror besar.