Sukses

Korea Utara Tuding AS Egois dan Tak Bermoral, Ini Alasannya

Penarikan diri AS dari Kesepakatan Paris direspons Korut. Pyongyang menilai langkah Washington memiliki konsekuensi serius.

Liputan6.com, Pyongyang - Keputusan Presiden Donald Trump untuk menarik Amerika Serikat dari Kesepakatan Paris untuk Perubahan Iklim dikritik oleh kekuatan utama global, mulai dari Eropa hingga Amerika Selatan.

Kini, sikap serupa datang dari Korea Utara.

Melalui sebuah pernyataan yang dipublikasikan pada Selasa waktu setempat, Pyongyang menilai kebijakan Washington mewakili "puncak egoisme dan ketiadaan moral yang hanya mencari kesejahteraan sendiri, meski harus dibayar mahal seisi planet."

"Tindakan egois AS tidak hanya memiliki konsekuensi serius bagi upaya internasional untuk melindungi lingkungan, tapi juga membawa bahaya besar ke wilayah lain," ungkap juru bicara Kementerian Luar Negeri Korut seperti dirilis kantor berita KCNA dan dilansir CNN, Rabu (7/6/2017).

Dalam pernyataan terbarunya, Pyongyang juga mengaitkan kebijakan perubahan iklim Washington dengan tindakan "tidak beralasan dan ceroboh" terhadap program nuklir Korut.

Bagaimanapun, Korut merupakan salah satu negara penandatangan Kesepakatan Paris. Pyongyang bahkan pernah mengeluarkan "deklarasi perang" melawan deforestasi.

Menurut NK News, Pyongyang saat ini telah memanfaatkan teknologi terbarukan, terutama pembangkit listrik tenaga air.

Adapun seorang pakar Korut di La Trobe University, Australia, Benjamin Habib pernah menuliskan komitmen Korut terhadap iklim pada tahun 2014 atau dua tahun sebelum menandatangani Kesepakatan Paris.

Menurut Habib, Pyongyang termasuk pihak yang mematuhi Konvensi Iklim PBB. Sikap Korut tersebut dinilai cukup masuk akal mengingat pihak yang paling terkena dampak perubahan iklim global adalah negara-negara miskin di mana hal itu akan memengaruhi ketersediaan makanan, air, dan energi.

Kelaparan di Korut bukanlah isu baru. Jutaan rakyat di negeri pimpinan Kim Jong-un tersebut dikabarkan meninggal dunia akibat busung lapar.

Trump menghadapi kritik tajam pasca-keputusannya membawa AS mundur dari Kesepakatan Paris. Kini Negeri Paman Sam bergabung dengan dua negara lain yang tidak menandatangani kesepakatan tersebut, yakni Suriah dan Nikaragua.

Nikaragua mengkritik kesepakatan tersebut karena menilainya tidak cukup ketat dan membiarkan negara besar pencemar polusi "cuci tangan", sementara Suriah sibuk dengan perang sipil yang meletus sejak tahun 2011.

Respons mengejutkan atas kebijakan Trump ditunjukkan oleh Duta Besar AS untuk China David Rank. Ia memutuskan mundur dari pos diplomatiknya karena menentang keputusan "sang atasan".

Â