Liputan6.com, Moskow - Pasca-penangkapan oposisi Rusia Alexei Navalny menjelang unjuk rasa digelar, ia segera diproses kilat pengadilan.
Menurut juru bicara, dalam persidangan itu Navalny dianggap bersalah karena mengulang terus-menerus aksi protes. Atas aksinya itu, ia dihukum 30 hari tahanan.
Dikutip dari CNN, pada Senin (13/6/2017), di pengadilan, Navalny menuduh hakim membantu polisi untuk menulis pembenaran atas penahanannya.
Advertisement
Alexei Navalny berencana akan melaksanakan aksi protes terhadap pemerintah Rusia di Moskow pada 12 Juni 2017. Aksi protes itu menuntut agar sejumlah pejabat tinggi Negeri Beruang Merah yang diduga kuat terlibat dalam skandal politik dan korupsi, segera lengser dari kursi pemerintahan.
Sang istri, Yulisa, melaporkan Navalny ditahan di rumahnya di Moskow.
"Tiga puluh hari," tulis Navalny dalam Twitternya setelah keputusan pengadilan. "Bukan saja mereka merampok seluruh negeri, tapi aku akan melewatkan konser Depeche Mode di Moskow karena mereka."
Penangkapan Navalny terjadi saat ribuan pemrotes bentrok dengan polisi di Moskow dan St. Petersburg. Pemimpin oposisi, yang berencana untuk mencalonkan diri melawan Vladimir Putin dalam pemilihan presiden tahun depan, telah memobilisasi dukungan pada jaringan sosial dengan harapan demonstrasi tersebut akan menggetarkan Kremlin.
Hampir 1.400 orang ditangkap di Moskow dan St. Petersburg pada hari Senin, menurut OVD, sebuah kelompok independen yang memantau penangkapan. Kelompok tersebut mengatakan 825 orang ditahan saat demonstrasi di ibu kota dan 548 ditangkap di St. Petersburg.
Kementerian Dalam Negeri Rusia pada hari sebelumnya mencatat jumlah penangkapan yang berbeda untuk kedua kota tersebut, yakni 150 orang di Moskow dan 500 di St. Petersburg.
Pada hari Senin, pihak berwenang Rusia memperingatkan publik dan menyatakan bahwa rencana demo di ibu kota tersebut ilegal.
"Lembaga penegakan hukum akan mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk menghentikan provokasi, kerusuhan massal, atau tindakan yang mengarah pada pelanggaran keamanan publik, menciptakan kondisi untuk mengancam kehidupan dan kesehatan warga," kata jaksa penuntut umum dalam sebuah pernyataan.