Liputan6.com, Ohio - Otto Warmbier, mahasiswa AS tahanan Korea Utara, dipulangkan ke negaranya dalam kondisi telah koma selama setahun. Dugaan awal, pemuda 22 tahun itu terkena botulisme, sebuah penyakit langka yang menyebabkan kelumpuhan tak lama setelah ia menghadiri pengadilan pada Maret 2016.
Kabar tentang botulisme disampaikan oleh rezim Korea Utara. Selain itu, Otto menelan sebuah pil tidur setelah ia menghadiri persidangan yang menjatuhkan hukuman 15 tahun pekerja paksa.
Namun, sesampainya di Amerika Serikat, tim dokter yang merawatnya tak menemui tanda-tanda botulisme.
Advertisement
Dikutip dari BBC pada Jumat (16/6/2017) Otto sama sekali tak berkata apa-apa sekembalinya ia pulang ke kampung halaman di Ohio.
Baca Juga
"Kondisi neurologisnya bisa digambarkan sebagai 'keadaan terjaga yang tidak responsif'," kata Dr Daniel Kanter.
Menurut Kanter, Otto memperlihatkan 'ketidakpahaman bahasa' dan 'kehilangan jaringan otak dalam jumlah banyak'. Hal itu biasanya disebabkan oleh serangan jantung.
Menurut pemindaian yang diambil setelah ia tiba di Cincinnati Medical Center, pun tak memperlihatkan ada tanda-tanda ada kekerasan fisik selama ia ditahan.
"Kondisi Otto bukan seperti yang biasa kita lihat dalam cedera otak traumatis. Ini tanda yang dialami orang yang mengalami serangan jantung," ujar dokter Kanter.
Tim dokter percaya Otto mengalami gagal pernafasan, sehingga kondisinya seperti itu. Biasanya terjadi akibat kurangnya oksigen dan darah ke otak.
Pada hari Kamis, 15 Juni 2017, ayah dari Otto, Fred Warmbier, mengungkapkan keraguan keterangan Korut tentang penyebab koma anaknya.
"Bahkan jika Anda yakin bahwa botulisme dan pil tidur yang menyebabkan koma--kami tidak--tidak ada alasan bagi sebuah negara beradab untuk merahasiakan kondisinya dan telah menolaknya untuk perawatan medis terbaik," kata Fred.
Otto Warmbier adalah mahasiswa ekonomi dari University of Virginia. Ia berasal dari Cincinnati, Ohio.
Warmbier berada di Korea Utara sebagai turis bersama Young Pioneer Tours ketika ditahan pada 2 Januari 2016.
Pemuda itu terlihat sangat emosional saat menggelar konferensi pers sebulan kemudian. Di situ ia menangis tersedu-sedu saat mengaku telah mencoba mengambil pamflet sebagai bakal oleh-oleh untuk gereja di AS.
"Tujuan saya ini jelas menyakiti motivasi dan etos kerja bagi warga Korea Utara." kata Warmbier saat itu.
Tahanan Korea Utara , terutama orang asing, diwajibkan membuat pengakuan bersalah secara terbuka. Kelak ketika dibebaskan dan kembali ke negaranya, mereka melakukan itu dalam kondisi tertekan.
Setelah pengadilan yang singkat pada 16 Maret, Warmbier dijatuhkan hukuman 15 tahun penjara karena kejahatan melawan negara.