Liputan6.com, Jakarta Tak pernah ada yang mengira jika Vedy Idham Henyansyah atau yang lebih dikenal dengan panggilan Ryan 'Jombang', merupakan seorang pembunuh 11 orang.
Di balik sikapnya yang kalem, tenang, dan tampak 'normal', tak disangka bahwa Ryan tega melakukan aksi nahas tersebut. Sejumlah pihak, mulai dari masyarakat awam hingga penyelidik kepolisian, menduga kuat bahwa Vedy alias Ryan memiliki gangguan psikologis sebagai sebab-musabab kasus pembunuhan berantainya.
Advertisement
Baca Juga
Sebuah artikel ilmiah Kriminologi mengonfirmasi hal tersebut. Artikel ilmiah itu berjudul Serial Murder, Trends & Issues in Crime and Criminal Justice yang ditulis oleh Susan Pinto dan Paul R. Wilson yang dipublikasikan oleh Australian Institute of Criminology.
Naskah tersebut juga menyebut bahwa, meski karakteristik pembunuh berantai sangat beragam, namun ada sejumlah pola serupa dari tiap-tiap pelaku.
Pola serupa tersebut --menurut Pinto & Wilson-- salah satunya adalah, terlihat seperti individu yang 'normal' dengan pekerjaan yang jelas, berasal dari kalangan sosial - ekonomi menengah, dan bahkan ada yang memiliki status terhormat di kalangan komunitasnya.
Ryan, di samping kesibukannya sebagai pegelut belantara dunia sosialita Jakarta, ternyata, seorang jagal pembunuh 11 nyawa. Di Skotlandia, terkenal Dennis Nilsen --pembunuh 12 - 15 orang di antara 1978 - 1983-- yang pernah bekerja sebagai polisi.
Seperti yang dijelaskan oleh Pinto & Wilson, di balik balutan 'normal' tersebut, para pelaku pembunuh berantai menyimpan sejumlah permasalahan beragam, mulai dari gangguan psikologis, masalah sosial - ekonomi, atau bahkan pernah menjadi korban kejahatan. Permasalahan itu, memiliki peran signifikan sebagai sebab-musabab pelaku pembunuhan berantai melakukan aksinya.
Dari berbagai macam kasus, berikut pekerjaan 5 pembunuh berantai ternama di dunia, seperti yang dirangkum oleh Liputan6.com dari Thelistverse.com, Jumat (16/6/2017).
Saksikan juga video berikut
1. Fred West, Penjual Es Krim Keliling
Bekerja sebagai penjual es krim keliling di Inggris, tak dinyana Fred West bersama istrinya, Rosemary West, membunuh sekitar 12 remaja perempuan berusia 15 hingga 21 tahun. Aksinya dilakukan dalam rentang waktu 1967 hingga 1987.
Pakar menilai bahwa pasutri West melakukan tindakannya didasari atas motif dorongan ganda, yakni gangguan psikis dan perilaku seksual menyimpang.
Sekitar 8 dari 12 korban dilecehkan secara seksual dan dijerumuskan dalam dunia prostitusi. Bahkan pasutri West juga bertindak sebagai muncikari ke-8 korban itu.
Setelah selesai melaksanakan kegiatan prostitusi itu, ke-12 remaja itu kemudian dibunuh. Anak Fred dan Rosemary, Anne Marie West, turut menjadi korban pembunuhan saat masih berusia 8 tahun.
Advertisement
2. John Wayne Gacy, Badut Pesta
John Wayne Gacy alias 'Pogo the Clown' biasa menyibukkan diri bekerja sebagai badut dan tampil di sejumlah pesta anak-anak di Cook County, Chicago, Illinois, Amerika Serikat.
Bahkan ia kerap melakukan performanya amal tanpa menerima upah di beberapa acara maupun pesta anak-anak.
Sekilas, perbuatan Gacy yang gemar menghibur anak-anak terlihat mulia. Akan tetapi, perilaku terpujinya itu hanya kedok, 'Pogo the Clown' memiliki tendensi pedofilia. Perilaku seksual menyimpang Gacy diduga disebabkan karena semasa kecil, dirinya pernah menjadi korban pelecehan seksual.
Gacy dengan kejam melakukan pembunuhan, penyiksaan, dan pelecehan seksual terhadap 33 orang dalam rentang tahun 1972 - 1978. Korbannya merupakan anak dan remaja laki-laki, berusia 14 hingga 21 tahun.
3. Dennis Nilsen, Polisi
Sebagai seorang mantan Polisi dan petugas keamanan, London Utara, tak ada yang mengira bahwa Dennis Nilsen memiliki tendensi sebagai seorang pembunuh berantai.
Selama rentang tahun 1978 hingga 1983, Dennis Nilsen membunuh 12 orang dalam rentang tahun 1978 - 1983. Sebagian besar korbannya adalah laki-laki berusia remaja.
Di daratan Britania Raya, ia dikenal dengan julukan Muswell Hill Murderer, Kindly Killer, atau British Jeffrey Duhmer.
Advertisement
4. Andrei Chikatilo, Guru
Andrei Chikatilo dari Uni Soviet dilaporkan mebunuh 50 orang. Sebagian besar korbannya adalah remaja perempuan dan tersebar di sejumlah wilayah, seperti Rusia Uni Soviet, Ukraina Uni Soviet, dan Uzbekistan Uni Soviet.
Chikatilo diduga pernah menjadi korban bullying semasa anak-anak hingga remaja. Tak hanya itu, ia dilaporkan memiliki disfungsi seksual. Kedua hal itu, menurut penilaian pakar, merupakan sebab-musabab aksi pembunuhan berantainya.
Aksi kejahatan Chikatilo sempat bermula saat dirinya menjadi guru. Menurut laporan sejumlah pihak, ia melakukan pelecehan seksual kepada seorang siswi 15 tahun saat Chikatilo mengajar mata pelajaran Sastra Rusia.
Muncul laporan buruk terkait performanya sebagai guru, Chikatilo dipaksa untuk mengundurkan diri, sebelum akhirnya menetap di Rostov, Rusia Uni Soviet, dan menjadi pembunuh berantai di sana.
Ia dijuluki sebagai 'The Butcher of Rostov', karena sebagian besar korbannya berasal dari kota tersebut.
5. Harold Shipman, Dokter
Ia adalah pembunuh berantai yang bersifat paradoks, mengingat salah satu deskripsi pekerjaan dalam kariernya sebagai dokter adalah untuk menyelamatkan nyawa.
Namun tak dinyana, Shipman dilaporkan membunuh lebih dari 200 - 250 pasien saat bekerja sebagai General Practitioner (dokter umum) di Inggris dalam rentang tahun 1998 - 2000. Korban diduga disuntik menggunakan dosis mematikan diamorfin, senyawa varian dari heroin.
Sebagian besar korban adalah individu lanjut usia yang membutuhkan perawatan medis.
Tindakannya sempat tak terdeteksi. Hingga salah satu anak dari korban tewas menemukan surat wasiat yang berisi dugaan tentang tindakan Shipman.
Penyelidikan pun dilakukan oleh kepolisian Inggris. Pemerintah turut membentuk satuan tugas khusus investigasi terpisah bernama Shipman Inqury.
Pengadilan Inggris menetapkan bahwa Shipman terbukti membunuh 15 orang. Akan tetapi, Shipman Inquiry melaporkan membunuh sekitar 200 hingga 250 orang.
Pada 31 Januari 2000, Shipman divonis penjara seumur hidup. Sang dokter terus menyatakan dirinya tidak bersalah, hingga akhirnya ia melakukan bunuh diri di sel penjara pada 13 Januari 2004.
Menurut spekulasi media Irlandia Irishtimes, motif Shipman melakukan aksinya karena dugaan 'adiktif membunuh'. Namun, hingga kini, motif sesungguhnya tindakan Shipman masih misteri.
Advertisement