Liputan6.com, Jakarta - Berita tentang kemunculan ikan Oarfish berukuran panjang 3,5 meter di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat banyak menarik perhatian sejumlah pembaca Liputan6.com pada 18 Juni 2017.
Selain langka, hewan yang mirip dengan sejenis ikan layur itu menyimpan mitos.
Menurut mitos para nelayan setempat, kemunculan ikan Oarfish ke permukaan laut menjadi pertanda akan terjadinya gempa bumi.
Advertisement
Baca Juga
Namun, kabarnya, cerita tersebut bukan sekedar mitos.
Mengingat habitatnya yang berada di laut sedalam 1.000 meter, komunitas akademik menilai bahwa Oarfish peka terhadap pergerakan lempeng bumi di dasar laut.
Dan mungkin saja ikan itu mampu mendeteksi dini tumbukan lempeng di dasar laut yang dapat menjadi sebab-musabab gempa.
Berdasarkan penelusuran Liputan6.com, seminggu sebelum gempa berkekuatan 8,9 Skala Richter dan tsunami besar melanda pantai timur Jepang pada 11 Maret 2011 lalu, ditemukan banyak Oarfish yang naik ke daratan pantai Jepang dan sebagian tersangkut di jaring nelayan.
Benar tidaknya, mitos ikan Oarfish yang mampu mendeteksi gempa masih menyimpan misteri. Terbatasnya penelitian ilmiah meneliti korelasi antara Oarfish dan gempa membuat sejumlah kalangan menilai bahwa fenomena itu hanyalah isapan jempol, mitos, atau sekedar pseudoscience (ilmu semu) belaka.
Selain buah bibir tentang Oarfish, berikut tiga fenomena alam pertanda gempa bumi dari belahan mancanegara yang menarik untuk disimak, seperti yang dirangkum oleh Liputan6.com dari berbagai sumber.
Saksikan juga video berikut ini
1. Semut 'Pendeteksi' Gempa
Berdasarkan hasil penelitian yang dipresentasikan dalam pertemuan tahunan European Geosciences Union di Wina, Kamis 11 April 2013, semut bisa merasakan tanda-tanda gempa akan mengguncang.
Begini penjelasannya: patahan aktif, yang runtuh saat saat lindu mengguncang adalah tempat tinggal favorit bagi semut-semut kayu merah di Jerman. Peneliti, Gabriele Berberich dari University Duisburg-Essen, Jerman menemukan 15 ribu hewan kecil itu berbaris di sepanjang patahan Jerman, seperti manisan yang menetes pada ban berjalan.
Selama tiga tahun, Berberich dan para koleganya melacak semut-semut itu menggunakan kamera, 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu. Mereka juga menggunakan perangkat lunak (software) khusus untuk menyusun katalog tentang perubahan perilaku.
Para ahli juga mencatat, 10 gempa terjadi, dengan kekuatan 2 sampai 3,2 Skala Richter selama periode studi, 2009 dan 2012. Juga sejumlah getaran Bumi yang lebih kecil.
Berdasarkan hasil kajuan, para semut hanya bereaksi, mengubah perilaku mereka jika lindu dengan kekuatan lebih dari 2 SR terjadi.
Normalnya, pada siang hari, para semut sibuk melakukan aktivitas seghari-hari, sementara di malam hari mereka istirahat di dalam gundukan sarang--mirip siklus hidup manusia. Namun, sebelum gempa terjadi, segala kebiasaan mereka buyar. Semut-semut itu tetap terjaga kala malam, di luar gundukan sarang mereka, meski rentan terhadap predator.
Hingga sehari setelah gempa, aktivitas para semut belum juga kembali normal.
Pertanyaannya, bagaimana semut kecil itu tahu gempa akan berguncang?
Berberich menduga, semut merasakan perubahan emisi gas atau pergeseran medan magnetis bumi secara lokal.
"Semut kayu merah punya kemoreseptor (indra pembau) terhadap gradasi karbon dioksida. Semut juga punya magnetoreseptor bagi medan elektromagnet," kata dia seperti dimuat situs sains, LiveScience.
"Kami belum yakin benar mengapa dan bagaimana mereka bereaksi terhadap rangsangan, kami berencana melanjutkan penelitian ke wilayah yang lebih aktif secara tektonik, untuk mengetahui apakah semut juga bereaksi pada gempa yang lebih besar."
Advertisement
2. Cahaya Gempa
Kilatan cahaya misterius terlihat sesaat sebelum gempa besar mengguncang China dan Italia. Orang sering menyebutnya sebagai "cahaya gempa"-- pertanda terjadinya gempa dahsyat.
Cahaya gempa bumi teramati seperti api pendek berwarna biru yang muncul dari dalam tanah, seperti obor cahaya yang mengambang ke udara, atau garpu cahaya besar yang terlihat seperti petir melesat dari dalam tanah ke udara
Belakangan ini para ilmuwan Amerika Serikat menemukan petunjuk bahwa cahaya itu dapat dipicu oleh pergeseran lapisan tanah yang menghasilkan muatan listrik yang besar.
Menggunakan wadah besar berisi tepung, para ilmuwan menemukan sebuah fenomena fisika baru. Temuan tersebut dijelaskan secara detil dalam pertemuan American Physical Society di Denver.
"Awalnya kami curiga bahwa ini adalah sebuah kesalahan. Pasti saat itu kami sedang melakukan hal yang bodoh," kata Profesor Troy Shinbrot dari Rutgers University, New Jersey, seperti dimuat BBC 2014 lalu.
"Kami menggunakan wadah tupperware yang diisi tepung, mengguncangkannya hingga terbentuk semacam retakan. Ternyata, dengan itu saja bisa memproduksi muatan 200 volt," tambah dia. "Tidak ada mekanisme, yang saya tahu, yang dapat menjelaskan hal ini. Mungkin ini temuan baru dalam fisika."
Para ilmuwan mengulangi eksperimen yang sama menggunakan bahan granular -- yang terdiri dari butiran kecil -- lainnya. Menghasilkan fenomena tegangan yang sama.
Jika hal seperti itu terjadi di patahan geologi, retakan pada bulir tanah akibat guncangan bisa saja menghasilkan jutaan volt muatan elektrostatik.
Itulah yang kemudian menghasilkan kilatan cahaya di udara -- menciptakan 'sistem peringatan dini' alami gempa bumi yang akan terjadi.
Kisah tentang 'cahaya gempa' sudah tercatat selama 300 tahun terakhir, namun seringkali ditepis para ilmuwan. Sebaliknya memancing para penggemar UFO.
Namun, dalam beberapa dekade belakangan, berkat situs berbagi video, penampakan kilatan cahaya di langit cerah, tertangkap kamera, dianalisis, dan dikonfirmasi para ilmuwan.
Video bola cahaya yang terkait gempa Fukushima, Jepang dan L'Aquila di Italia menyebar luas di dunia maya.
"Kami ingin tahu mengapa kilatan cahaya ini muncul di sebuah gempa, dan tak muncul di lincu yang lain," kata Profesor Shinbrot. "Tak semua gempa besar diawali munculnya cahaya. Dan tak semua kilatan cahaya diikuti lindu dahsyat."
Untuk memahami kaitan tersebut, para ilmuwan di Turki telah mendirikan sejumlah menara yang berguna untuk mengukur medan tegangan di udara di atas daerah rawan gempa.
"Mereka menemukan bahwa memang ada fenomena yang mendahului sejumlah gempa besar yang magnitudenya 5 Skala Richter atau lebih tinggi. Namun sinyal sinyal tegangan tidak selalu sama. Kadang-kadang tinggi dan kadang-kadang rendah," kata Profesor Shinbrot. "Jelas, banyak hal yang masih harus dipahami."
Kembali ke percobaan, tim Profesor Shinbrot ingin memahami hasil eksperimen tersebut. Apa mekanisme baru yang belum diketahui yang memicu tegangan di celah-celah butiran halusnya?
"Ini bukan seperti dugaan Anda: listrik statis. Berbeda dengan gesekan sepatu karet pada karpet nilon. Ini adalah dua lapisan bahan yang sama persis bergesekan satu sama lain dan menghasilkan tegangan," kata sang profesor. "Bagaimana ini bisa terjadi?"
Dia menambahkan, satu-satunya alasan mengapa fenomena tersebut tak pernah dilaporkan adalah: tak ada seorang pun yang terpikir soal itu.
3. Nujum Gempa Oarfish di Belahan Dunia
Setelah dua Oarfish raksasa sempat ditemukan di pantai California, Amerika Serikat pada 2013 lalu, rumor berseliweran di media sosial.
Sebagian pengguna internet mengaitkannya dengan pertanda gempa. Terutama terkait mitos di Jepang yang mengaitkan penampakan oarfish yang langka dengan aktivitas tektonik.
Apalagi, California beberapa kali diguncang lindu hebat. Misalnya pada Rabu, 18 April 1906, gempa dengan kekuatan hampir 8 skala Richter mengguncang San Francisco, California dan pantai California Utara. Dipicu pergeseran lempeng San Andreas.Puluhan ribu bangunan hancur, kebakaran tak terkendali, ribuan orang tewas -- diperkirakan setidaknya 3.000 nyawa melayang.
Juga gempa bumi berkekuatan 7,2 skala Richter di Baja, California pada Minggu 4 April 2010. Setidaknya dua orang tewas dan 100 orang terluka dalam musibah itu.
Seminggu sebelum gempa dan tsunami yang menerjang pantai timur Jepang pada 11 Maret 2011 silam, sekelompok oarfish ditemukan terdampar di pantai Negeri Sakura. Beberapa tersangkut di jaring nelayan.
Sudah lama diyakini penduduk Jepang, oarfish yang berenang ke permukaan -- dari dasar laut yang dalam --adalah pertanda datangnya gempa bumi.
Laman The Telegraph juga pernah memuat artikel tentang oarfish yang muncul ke permukaan sebelum terjadi gempa besar di Chile dan Haiti pada 2010 silam.
Namun, para ilmuwan masih skeptis dengan anggapan bahwa oarfish adalah petanda gempa.
"Mungkin itu hanya kebetulan belaka," kata Rick Feeney, dari Natural History Museum of Los Angeles County, seperti Liputan6.com kutip dari CBS, 21 Oktober 2013.
Apalagi, tambah dia, 4 penampakan oarfish telah dilaporkan sejak 2010 dari selatan Central Coast, termasuk Malibu pada 2010 dan Lompoc pada 2011.
"Kami pikir, ikan-ikan itu terdampar di pantai dan mati karena mengalami tekanan tertentu, yang belum kita pahami," kata Feeney, menambahkan oarfish bisa jadi kelaparan atau mengalami disorientasi.
Advertisement