Liputan6.com, Kuala Lumpur - Pemimpin oposisi yang dipidana penjara, Anwar Ibrahim, menyatakan bahwa dirinya tidak akan mencalonkan diri menjadi kandidat Perdana Menteri Malaysia pada pemilu 2018 nanti.
Kancah perpolitikan Anwar Ibrahim sempat melejit bersama partai Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) pada pemilu 2013 dan menjadi ancaman terbesar pada PM Malaysia kala itu, Najib Razak.
Advertisement
Baca Juga
Namun, karir Anwar sirna setelah divonis penjara atas kasus pelecehan seksual. Para pendukungnya menyebut bahwa kasus tersebut dipolitisasi untuk mengakhiri sepak terjang Anwar di panggung politik Malaysia.
Sumber dari pemerintahan kini menyebut bahwa pemilihan umum direncanakan akan dipercepat hingga 2017 demi mencegah kelompok oposisi dari Pakatan Harapan (koalisi empat partai oposisi, PKR, Partai Pribumi, DAP, dan Partai Amanah) untuk meraih simpati politik, demikian seperti yang diwartakan oleh Asian Correspondent, Senin (19/6/2017).
Bersama Mahathir Mohamad, Anwar membentuk barisan oposisi Pakatan Harapan yang menentang Najib Razak dan UMNO-nya. Kelompok oposisi menduga bahwa PM Najib terlibat dalam sejumlah kasus korupsi.
Najib diduga terlibat skandal korupsi dana 1Malaysia Development Berhad. Saat ini, skandal korupsi pencucian uang itu tengah menjadi objek investigasi sejumlah aparat penegak hukum berbagai negara, salah satunya Amerika Serikat.
"Aku memutuskan untuk tidak mencalonkan diri menjadi kandidat PM pada pemilu nanti. Hal ini dilakukan agar koalisi UMNO dan Barisan Nasional mampu fokus untuk menguntungkan posisi Mahathir Mohamad," jelas Najib Razak.
Mahathir yang kini berusia 91 tahun, merupakan PM Malaysia dengan riwayat menjabat terlama. Awal Juni 2017 lalu, ia mempertimbangkan untuk kembali mencalonkan diri menjadi PM, hanya jika tidak ada kandidat yang cocok untuk memimpin koalisi oposisi, jika memenangi pemilu nanti.
Mahathir Diangkat Jadi Pemimpin Oposisi Malaysia?
Pada 15 Juni 2017 lalu, mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad disebut-sebut akan memimpin koalisi oposisi Pakatan Harapan.
Sejumlah media di melaporkan, salah satu anggota koalisi Pakatan Harapan, Partai Pribumi Bersatu Malaysia menjalin kesepakatan dengan Mahathir.
Lebih lanjut lagi, sejumlah artikel bahkan menyebut, Mahatir diberikan jabatan sebagai pimpinan tertinggi koalisi. Sementara, Presiden PKR Wan Azizah Wan Ismail, istri Anwar Ibrahim, diangkat jadi presiden koalisi.
Belakangan, Partai Keadilan Rakyat (PKR) mengklarifikasi rumor tersebut.
Direktur Komunikasi PKR, Fahmi Fadzil menyangkal kabar yang beredar bahwa koalisi telah setuju mengangkat Mahathir sebagai pemimpin.
"Diskusi masih berjalan dan pengumuman resmi terkait struktur akan disampaikan lewat dewan presidensial Pakatan Harapan," sebut Fahmi seperti dikutip dari The Star, Kamis 15 Juni 2017.
Sementara itu, PKR diketahui merupakan partai yang dibentuk Anwar Ibrahim. Pria yang sedang mendekam di bui itu adalah mantan Deputi PM era Mahathir.
Mereka berdua sempat terlibat dalam perseteruan politik. Pertikaian itu berujung lengsernya Anwar dari jabatannya.
Selama beberapa tahun perseteruan dua orang tokoh politik terus berlangsung. Namun, mereka mulai menunjukkan keharmonisan usai sepakat untuk menentang PM saat ini Najib Razak.
Setelah 18 tahun tak pernah bertatap muka, keduanya bertemu kembali pada 2016 di Pengadilan Tinggi Kuala Lumpur. Kala itu, Anwar Ibramin menghadiri sidang permohonan untuk revisi UU baru tentang Dewan Keamanan Nasional Malaysia (NSC).
Di tempat itu, Mahathir terlihat berjabat tangan dengan Anwar. Kejadian "bersejarah" itu diabadikan oleh istri Anwar, Wan Azizah Ismail, dan diunggah ke media sosial miliknya.
Di dalamnya ia menulis, "Pertemuan pertama selepas 18 tahun 2 hari...sejak 3 September 1998".
Â
Saksikan juga video berikut ini