Liputan6.com, Washington, DC - Mulai dari dugaan keterlibatan Rusia dalam Pilpres Amerika Serikat 2016 hingga tuduhan menghalang-halang proses penegakan hukum, layak dikatakan jika Presiden Donald Trump tengah berada di dalam ceruk masalah.
Dan saat ini, dirinya tengah diselidiki oleh tim investigasi independen yang dipimpin oleh Robert Mueller dari Kejaksaan Agung AS atas dugaan skandal di atas.
Advertisement
Baca Juga
Di tengah proses penyelidikan atas dugaan sejumlah skandal politik, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mencurahkan 'opini'-nya melalui akun Twitter-nya. Tindakan itu menjadi sebuah tindakan yang lazim dilakukan oleh sang presiden ke-45 AS untuk berkomentar tentang situasi politik terkini melalui media sosial tersebut.
Lewat akun Twitter-nya, Presiden Trump berusaha mempertahankan diri dari sejumlah terpaan kritik dan tuduhan. Demikian seperti yang diwaratakan oleh Associated Press, Senin (19/6/2017).
"Agenda MEMBUAT AMERIKA HEBAT LAGI masih berjalan baik, meski dirundung isu Witch Hunt," tulis @realDonaldTrump pada 18 Juni 2017.
Miliarder nyentrik itu mendeskripsikan penyelidikan dugaan keterlibatan Rusia dalam Pilpres AS 2016 yang dipimpin oleh Robert Mueller itu seperti "perburuan penyihir" (witch hunt).
"Banyak lapangan pekerjaan, entusiasme bisnis, regulasi baru, 36 UU baru, Mahkamah Agung yang baru, infrastruktur, jaminan kesehatan, dan pajak, semuanya bekerja!" tambah @realDonaldTrump.
Pada kesempatan yang berbeda, penasihat Presiden Trump menyebut bahwa orang nomor satu AS itu marah atas proses investigasi, berteriak marah ke televisi saat tayangan pengumuman penyelidikan berlangsung, dan meyakini bahwa dirinya merupakan target konspirasi.
Di Bawah Bayang-Bayang Pemakzulan?
Isu pemakzulan Presiden Trump kian menghangat setelah sejumlah peristiwa dan kasus yang mencuat ke permukaan publik.
Belum genap setengah tahun menjabat, presiden ke-45 AS itu kini diprediksi semakin dekat untuk mengakhiri masa jabatannya lebih cepat. Meski sejatinya, tak mudah untuk melakukannya.
Hingga kini, sudah ada dua pihak yang menjadi ujung tombak dalam upaya pemakzulan Presiden ke-45 AS tersebut. Pihak pertama adalah mantan direktur Biro Investigasi Federal (FBI), James Comey yang dipecat oleh Presiden Trump pada Mei 2017 lalu, demikian seperti yang diwartakan oleh Newsweek, Selasa 13 Juni 2017.
Sementara itu, pihak kedua adalah Anggota Kongres AS dari Partai Demokrat, perwakilan California Brad Sherman dan Maxine Waters, perwakilan Texas Al Green, dan mantan Jaksa Federal AS, Preet Bhahara. Sherman dan Al Green mengajukan sebuah artikel resmi pengusulan pemakzulan Presiden Trump kepada Kongres AS pada 13 Juni 2017.
Sedangkan Bhahara menyebut bahwa "pasti ada sejumlah bukti" yang mampu dijadikan pemicu untuk memulai investigasi guna memakzulkan presiden ke-45 AS tersebut.
Hingga kini, proses investigasi itu masih berlangsung.
Saksikan juga video berikut