Liputan6.com, Jenewa - Delegasi Indonesia dalam sesi pleno Trade Policy Review (TPR) di forum World Trade Organization (WTO) di Jenewa, menyampaikan pertanyaan kepada Nigeria terkait berbagai hambatan perdagangan yang diterapkan pemerintah setempat terhadap produk Indonesia.
"Dalam lima tahun terakhir, antara tahun 2012 sampai dengan 2016, perdagangan bilateral antara Indonesia dan Nigeria mengalami penurunan, dari US$ 3,1 milyar di tahun 2012 menjadi US$ 1,6 milyar di tahun 2016," sebut Deputi Perwakilan Tetap RI di Jenewa, Duta Besar Sondang Anggraini dalam keterangan pers yang dikutip pada Selasa (20/6/2017).
"Penurunan tersebut akan berlanjut bila Nigeria tidak menghapus hambatan perdagangan terhadap jenis produk yang diekspor dari Indonesia," tambah dia.
Advertisement
Baca Juga
Secara spesifik, Indonesia meminta Nigeria untuk menghapus hambatan non-tarif, seperti kebijakan bank sentral Nigeria yang menyulitkan importir bagi 41 barang tertentu untuk memperoleh valuta asing dari lembaga keuangan di Nigeria.
Produk Indonesia yang sulit diperdagangkan karena ada hambatan tersebut di antaranya, furnitur, semen, sabun, dan minyak sawit.
Selain itu, Delegasi Indonesia mempermasalahkan kebijakan non-tarif lainnya. Seperti pemberlakuan daftar larangan impor yang melarang importasi barang tertentu termasuk ekspor produk semen, sabun mandi, deterjen, alas kaki, dan furnitur dari Indonesia. RI pun meminta Nigeria menjelaskan justifikasi dari pelarangan impor tersebut.
Menanggapi pertanyaan dari Indonesia, Penasehat Senior Menteri Perindustrian, Perdagangan, dan Investasi Nigeria, Chiedu Osakwe menyebut, produk furnitur sudah ditarik dari daftar larangan impor.
Sementara, semen dan sabun diperbolehkan pengiriman dalam jumlah besar dan bukan yang sudah dikemas untuk dijual secara eceran.
Osakwe menjanjikan, untuk jawaban dari pertanyaan lain, dirinya akan segera menyampaikan ke pemerintah pusat di Nigeria dan segera memberi tahu jawaban tersebut ke delegasi RI.
Â