Liputan6.com, Canberra - Angkatan Udara Australia menyebutkan bahwa mereka akan menunda operasi militer di Suriah. Penundaan itu dilakukan setelah Rusia mengancam akan menyerang pesawat koalisi Amerika Serikat --salah satunya Australia-- jika melintas di wilayah barat Suriah di sungai Eufrat.
Ancaman Rusia itu datang setelah laporan tentang pesawat AS yang menembak jatuh jet tempur Angkatan Bersenjata Suriah (pro-pemerintah)Â pada Minggu 18 Juni 2017 lalu. Rusia --negara pendukung pemerintah Suriah yang dipimpin oleh Presiden Bashar al-Assad-- mengecam tindakan militer Negeri Paman Sam tersebut dan mengancam akan melakukan serangan balasan.
Advertisement
Baca Juga
Merespons peristiwa tersebut, Angkatan Udara Australia memutuskan untuk menunda sejumlah operasi militer sambil terus memantau perkembangan situasi di Suriah.
"Personel Australian Defence Force terus memantau situasi di Suriah dan memutuskan untuk menunda operasi udara ADF di Suriah hingga waktu yang tepat, jelas Juru Bicara ADF seperti yang dikutip dari ABC.net.au, Selasa (20/6/2017).
Pesawat Suriah Ditembak Jatuh Jet AS
Pada laporan 18 Juni 2017 lalu, sebuah jet Angkatan Laut Amerika Serikat menembak jatuh pesawat tempur Suriah, demikian menurut pernyataan militer AS.
Hal tersebut dilakukan dua jam setelah pasukan yang bersekutu dengan Presiden Suriah Bashar al-Assad menyerang Kota Ja'Din yang dikontrol oleh Pasukan Demokratik Suriah (SDF) pada 18 Juni 2017.
Menurut pernyataan dari pasukan gabungan, sejumlah pasukan SDF yang didukung oleh koalisi pimpinan AS terluka dalam serangan tersebut. Berdasarkan pernyataan tersebut, serangan itu memukul mundur SDF dari Ja'Din yang berada di sebelah barat Raqqa.
Tak lama setelah serangan dilakukan, pesawat pemerintah Suriah Su-22 menyerang pasukan SDF dengan bom.
"Sesuai dengan peraturan pertempuran dan pembelaan diri secara kolektif kekuatan koalisi-mitra, (jet Suriah) segera ditembak jatuh oleh F/A-18E Super Hornet milik AS," kata pernyataan koalisi tersebut seperti dikutip dari CNN, Senin (19/6/2017).
Sementara itu, Angkatan Bersenjata Suriah mengatakan salah satu pesawat tempurnya diserang di pedesaan Raqqa saat menjalankan misi melawan ISIS. Menurut pernyataan pihak Suriah, pilot jet belum ditemukan.
Angkatan Bersenjata Suriah menyebut tindakan tersebut sebagai "agresi mencolok" yang menegaskan sikap nyata Amerika Serikat dalam mendukung terorisme.
"Serangan tersebut menekankan koordinasi antara AS dan ISIS, dan ini mengungkapkan maksud jahat AS dalam mengadministrasikan terorisme dan menginvestasikannya untuk melewati proyek AS-Zionis di wilayah tersebut," kata Angkatan Bersenjata Suriah.
Rusia Kecam Aksi AS Tembak Jatuh Jet Suriah
Terkait peristiwa penembakan pesawat Suriah oleh AS pada 18 Juni 2017 lalu, Rusia mengecam peristiwa tersebut dan mengancam akan memperlakukan semua pesawat koalisi pimpinan Amerika Serikat sebagai "target".
"Benda terbang apa pun, termasuk pesawat dan drone milik koalisi internasional yang ditemukan di sebelah barat Sungai Efrat, akan dilacak sebagai sasaran oleh pertahanan udara Rusia, baik di udara maupun tanah," ujar Rusia memperingatkan seperti dikutip dari Al Jazeera 20 Juni 2017.
Negeri Beruang Merah juga mengancam akan menghentikan hotline untuk mencegah konflik dengan AS. Layanan telepon yang didirikan pada 2015 itu mengatur berbagai kekuatan militer yang beroperasi di wilayah udara Suriah.
Kementerian Luar Negeri Rusia menuduh Washington gagal menggunakan hotline sebelum menembak pesawat tempur milik Suriah di dekat Raqqa. Mereka juga meminta agar peristiwa itu diselidiki secara "hati-hati" oleh komando AS.
Dalam pernyataan terpisah, Kementerian Pertahanan Rusia mengutuk penembakan pesawat tempur Suriah. Mereka mengatakan di samping sejumlah peristiwa lain, insiden tersebut merupakan pelanggaran hukum internasional.
"Sebagai akibat dari pemogokan tersebut, pesawat Suriah hancur. Pilot Suriah terlempar ke area yang dikendalikan oleh ISIS. Nasibnya tidak diketahui," kata pernyataan tersebut.
Â
Saksikan juga video berikut ini