Liputan6.com, Raqqa - Kelompok teroris ISIS mengeluarkan peraturan yang berisi larangan menggunakan media sosial bagi para tentaranya. Peraturan itu dibuat seiring dengan meningkatnya ketakutan ISIS atas infiltrasi dan penelusuran oleh intelijen asing.
Sebuah dokumen dari arsip administrasi kelompok ISIS berjudul "Delegated Commitee" mengklaim militan telah terbunuh karena aktivitas online yang ceroboh, mengancam mereka yang melanggar aturan itu wajib bertanggung jawab.
"Musuh-musuh agama telah mengambil berbagai cara untuk menembus barisan anggota dan mempelajari rahasianya," tulis peraturan yang ditujukan kepada "semua ISIS" seperti dikutip dari The Independent pada Jumat (23/6/2017).
Advertisement
"Para musuh itu telah menargetkan situs jejaring sosial. Oleh karena itu, penggunaan media sosial jelas membahayakan tentara ISIS," lanjut dokumen itu.
Baca Juga
Dokumen ISIS mengklaim bahwa media-media sosial "ditemukan oleh musuh-musuh Allah, dimonitor oleh mereka siang dan malam. Berapa banyak anggota yang terbunuh karena ini!"
"Berapa banyak maqarr atau aturan telah hancur! Dengan demikian, terhitung sejak tanggal pemberitahuan ini, menggunakan situs jejaring sosial sepenuhnya dilarang."
Dekrit larangan itu diterbitkan dalam bahasa Arab dan Inggris pada 14 Mei 2017. Kemudian, dibagikan lewat aplikasi pesan terenkripsi.
Peraturan ini sangat berlawanan dengan asal-muasal bagaimana ISIS merekrut para militan dan pengikutnya, yaitu lewat media sosial.
Namun, menurut peneliti di Combating Terorism Center (CTC) yang bermarkas di Akademi Militer AS, West Point, militan ISIS tanpa disadari menyebabkan pelanggaran keamanan dalam beberapa kasus yang terdokumentasi.
Sebagai contoh, pada Juni 2015 lalu, seorang militan mengunggah foto selfie online lengkap dengan data geolokasi. Hal itu menyebabkan markas besarnya dilacak oleh intelijen Amerika dan dihancurkan melalui serangan udara.
Sejauh ini pemimpin ISISÂ telah berusaha untuk memberantas penggunaan media sosial oleh anggotanya dalam beberapa kali kesempatan, terhitung sejak September 2014. Mereka kerap memperingatkan agar militannya tidak memperbarui status atau pernyataan atas nama kelompok teror tersebut.
Dikombinasikan dengan peningkatan upaya oleh dinas keamanan, jaringan sosial dan penyedia layanan internet mencegah penyebaran materi ekstremis. Tindakan keras internal tampaknya telah menghancurkan jaringan ISIS di media sosial termasuk Twitter dan Facebook.
Analis di CTC mengatakan dengan kombinasi larangan di media sosial, dokumen itu mencerminkan kelompok tersebut mengalami masalah otoritas operasional. ISIS memperlihatkan bahwa masalah ini bukan sekadar perihal strategis belaka, tetapi berpotensial melemahkan kelompoknya.
Â
Â
Saksikan video menarik berikut ini:Â