Sukses

Kisah Ketupat Lebaran yang 'Menghilang' di KBRI Sudan

Sudah dua kali Lebaran, ketupat sebagai penganan khas Idul Fitri ala Indonesia tak ada dalam menu di KBRI Sudan. Kenapa?

Liputan6.com, Khartoum - Perayaan Hari Raya Idul Fitri 1438 Hijriah di Khartoum, Republik Sudan, ditetapkan oleh majelis ulama setempat jatuh pada Minggu 25 Juni 2017. Idul Fitri dirayakan secara khidmat dan meriah oleh masyarakat Indonesia yang berada di negara tempat pertemuan dua aliran Sungai Nil tersebut.

Perayaan Idul Fitri itu dipusatkan di Wisma Duta Besar Republik Indonesia, yang saat ini dihuni oleh Dubes Burhanuddin Badruzzaman selama lebih dari tiga tahun terakhir.

Perayaan kali ini dihadiri oleh lebih dari 500 orang, terdiri dari keluarga kedutaan, pasukan Formed Police Unit (FPU) IX, pasukan Indonesian Battalion (INDOBAT) III, para mahasiswa Indonesia, tenaga kerja Indonesia (TKI) serta beberapa Friends of Indonesia.

Sebagaimana perayaan hari raya pada umumnya, KBRI Khartoum dibantu oleh Dharma Wanita Persatuan (DWP) Khartoum menyediakan banyak makanan khas Indonesia bagi para undangan yang hadir. Selain untuk kepentingan konsumsi, penganan khusus itu juga sebagai obat mujarab atas kerinduan orang-orang Indonesia di Sudan pada kampung halamannya.

Menu opor ayam, sambal kentang dan hati ayam, kering tempe, teri kentang, semur daging, telur balado, sayur daun singkong, sayur nangka, serta tidak ketinggalan adalah kerupuk, sambal, dan nasi. 

Namun, ada satu hal yang janggal dalam menu santap Lebaran di KBRI Khartoum, yakni ketiadaan ketupat-- yang menurut kebiasaan masyarakat Indonesia dianggap sebagai makanan khas hari raya.

Rupanya, tidak adanya ketupat dalam perayaan itu merupakan permintaan dari para mahasiswa asal Indonesia di Sudan. Demikian, Liputan6.com mengutip dari laman Kemlu.go.id pada Rabu (28/6/2017) 

Secara statistik, jumlah mahasiswa Indonesia di Sudan--yang berjumlah kurang lebih 800-an--bukan unsur mayoritas atas komposisi masyarakat Tanah Air di Sudan yang totalnya lebih dari 2000-an orang. Namun, pada kenyataannya, mereka selalu hadir mendominasi setiap perayaan hari-hari besar di KBRI Khartoum. Oleh karena itu, permintaan mereka selalu menjadi pertimbangan utama para anggota DWP Khartoum dalam proses penyusunan menu di setiap perayaan Idul Fitri.

Adapun permintaan khusus itu meliputi dua kriteria utama yang selalu diharapkan ada dalam setiap menu makanan KBRI Sudan, yaitu enak dan kenyang. Kriteria enak, tentunya dengan sangat mudah akan dapat dipenuhi.

Namun, ketika kriteria kenyang menjadi salah satu pertimbangan utama, maka ketupat Lebaran menjadi salah satu jenis makanan yang tidak banyak dipilih oleh para mahasiswa di Sudan sebagai santapan hari raya. Mereka lebih cenderung memilih nasi yang dinilai lebih mengenyangkan.

Hal ini telah terbukti, sebagaimana dijelaskan oleh Ibu Yuli Burhanuddin selaku ketua DWP Khartoum, bahwa dalam beberapa tahun pelaksanaan perayaan Idul Fitri di Wisma Duta Besar RI Khartoum, ketupat Lebaran selalu tersisa cukup banyak, ketika menu itu juga ikut disediakan.

Oleh karena itu, dalam dua tahun terakhir, menu ketupat Lebaran telah hilang dalam deretan menu perayaan Hari Raya Idul Fitri masyarakat Indonesia di Sudan, karena tidak laku akibat tidak mengenyangkan.

Namun demikian, tidak adanya ketupat Lebaran tidaklah menghilangkan kekhidmatan serta keramaian masyarakat Indonesia di Sudan dalam merayakan Hari Raya Idul Fitri 1438 Hijriah. Sebab, bagi para mahasiswa yang hadir, "ada atau tidak ada ketupat, yang penting kumpul serta makan enak dan kenyang".