Liputan6.com, California - Sebuah roket SpaceXÂ pengangkut 10 satelit komunikasi sukses meluncur ke orbit dari California, Amerika Serikat, pada Minggu 25 Juni 2017. Peluncuran itu tepat dua hari setelah perusahaan tersebut berhasil meluncurkan sebuah satelit dari Florida.
Mengutip VOAÂ News, Rabu (28/6/2017), roket Falcon 9 itu dilaporkan meluncur menembus kabut pada ketinggian rendah pukul 13.25 PDT, dari Pangkalan AU Vandenberg yang berada di barat laut Los Angeles.
Unit tersebut mengangkut kelompok kedua satelit baru milik Iridium Communications, untuk menggantikan armada sebelumnya yang masih mengorbit dengan konstelasi satelit generasi baru.
Advertisement
Baca Juga
Sekitar tujuh menit setelah mengangkasa, pendorong roket tingkat pertama kembali ke Bumi dan mendarat di landasan di sebuah kapal yang bersiaga di Samudra Pasifik, sementara tingkat kedua roket melanjutkan perjalanan mengangkut satelit-satelit baru tersebut menuju orbit.
Roket Falcon 9 milik SpaceX diluncurkan dari Cape Canaveral Florida dua hari sebelumnya pada Jumat 23 Juni, dan melontarkan satelit milik Bulgaria ke orbit. Tingkat pertama roket tersebut kemudian diambil kembali setelah mendarat di sebuah kapal laut drone di Samudra Atlantik.
Miliarder Elon Musk, pendiri perusahaan SpaceX, yang bermarkas di Hawthorne, California, yakin bahwa penggunaan ulang komponen roket akan dapat menekan biaya peluncuran ke luar angkasa.
Sejauh ini pihak Iridium berencana menempatkan 75 satelit baru, untuk kepentingan sistem komunikasi suara dan data bergerak menjelang pertengahan tahun 2018. Rencana yang membutuhkan enam peluncuran secara keseluruhan itu akan dilakukan oleh SpaceX.
Upaya rumit perusahaan dengan markas di McLean, Virginia, untuk menggantikan 66 satelit yang telah beroperasi selama bertahun-tahun itu bernilai hingga US$ 3 miliar. Nantinya beberapa dari satelit baru akan menjadi cadangan di orbit, atau satelit yang lebih lama tetapi masih prima di orbit akan digunakan apabila unit barunya tak berfungsi sebagaimana harusnya.
"Proses pergantian dan menarik satelit lama keluar dari orbit sudah dimulai," ujar CEO Iridium Matt Desch dalam sebuah jumpa pers sebelum peluncuran satelit tersebut.
Sementara itu, beberapa dari satelit lama telah dipindahkan ke orbit yang lebih rendah guna menghabiskan bahan bakar yang tersisa dan proses konfigurasi panel surya untuk dorongan maksimum agar mereka dapat masuk kembali ke atmosfer dan terbakar habis.
"Proses masuknya kembali satelit-satelit tersebut ke atmosfer mulai berlangsung tanggal 11 Juni," ujar Desch.
"Tak mudah untuk merayakan hal seperti itu, tetapi satelit-satelit itu telah bekerja hampir selama 20 tahun, dan kami ingin memastikan kami tidak meninggalkan sampah angkasa karena penggantian konstelasi satelit lama dengan konstelasi satelit baru adalah prioritas kami," tutur Desch.
Muatan dari Perusahaan Patungan
Satelit-satelit baru ini juga mengangkut muatan milik perusahaan patungan Aerion untuk sistem pelacakan dan pengintaian pesawat udara di seluruh dunia berbasis antariksa, yang memiliki implikasi tercapainya efisiensi, penghematan, dan keselamatan--khususnya di wilayah angkasa yang letaknya terpencil dan berada di atas samudra.
"Ini sungguh akan menjadi aspek pengawasan lalu lintas udara yang revolusioner," jelas CEO Aerion, Don Thomas.
Teknologi ini, yang hanya dapat berfungsi apabila pesawat dilengkapi dengan peralatan tertentu, sedang menjalani pengujian yang melibatkan delapan dari kelompok awal satelit-satelit NEXT milik Iridium.
Program NEXT dari Iridium juga akan menjadi akhir dari apa yang disebut "pijar Iridium", yang telah diamati oleh para penggemar peristiwa antariksa selama bertahun-tahun.
Satelit-satelit baru ini tidak akan menimbulkan kilat-kilat yang kasatmata dari sinar matahari yang terpantul saat mereka melintas.
Â
Â
Saksikan video menarik berikut ini: