Liputan6.com, New York - Seorang ulama Muslim asal Indonesia dilaporkan ditangkap oleh Dinas Keimigrasian dan Bea Cukai Amerika Serikat (ICE) pada 19 Juni 2017. Penangkapan tersebut disinyalir akibat masalah status kependudukan.
Menurut informasi yang beredar, ulama tersebut disebutkan bernama Daud Rasyid Harun. Ia kerap menjadi imam di Masjid Al-Hikmah di New York.
Saat ini, Daud Rasyid telah diamankan oleh ICE akibat masalah status visa dan izin kependudukan untuk warga negara asing yang menetap di AS. Ia kini terancam dipenjara hingga dideportasi, sesuai ketentuan hukum yang berlaku di Negeri Paman Sam.
Advertisement
Sebelumnya, sempat beredar desas-desus dan kabar miring terkait penangkapan Daud Rasyid.
Sejumlah kalangan menuding bahwa sang ulama ditangkap akibat kasus kriminal dugaan terorisme--mengingat latar belakang agama yang dianut. Sebagian yang lain menduga bahwa penangkapan itu terkait dengan isu konflik kepentingan antara Daud Rasyid dan organisasi pengurus Masjid Al-Hikmah New York.
Lantas, apa yang sebenarnya terjadi?
Berikut penjelasan beberapa pihak terkait penangkapan Daud Rasyid, berdasarkan informasi yang dihimpun oleh Liputan6.com, Rabu (28/6/2017):
1. KJRI New York
Konsulat Jenderal Republik Indonesia di New York mengonfirmasi kabar penangkapan Daud Rasyid oleh Dinas Keimigrasian dan Bea Cukai Amerika Serikat (ICE) pada 19 Juni 2017.
Hasil penilaian KJRI New York menjelaskan bahwa sang ulama tidak menghadapi kasus kriminal seperti desas-desus yang sempat beredar.
"Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari Dinas Keimigrasian Amerika Serikat dan wawancara dengan yang bersangkutan, KJRI New York sejauh ini tidak memperoleh informasi bahwa Daud Rasyid ditangkap karena tuduhan kriminal. Penahanan tersebut sepenuhnya terjadi karena persoalan keimigrasian," jelas pernyataan tertulis KJRI New York tertanggal 27 Juni 2017.
"Berdasarkan informasi yang kami miliki, Daud Rasyid Harun tiba di New York sejak bulan Juni 2016 dengan menggunakan visa B-2 (visa kunjungan biasa). Kemudian yang bersangkutan memperoleh visa R-1, yaitu visa untuk mereka yang melakukan kegiatan keagamaan pada suatu lembaga sosial di Amerika Serikat (dalam hal ini Masjid Al-Hikmah)," tambah pihak KJRI New York.
"Selanjutnya pada April 2017, 'pengurus' Masjid Al-Hikmah menyampaikan kepada Dinas Keimigrasian bahwa yang bersangkutan 'tidak memiliki status' sebagai Imam di Masjid Al-Hikmah. Meskipun sampai saat ini persoalan kepengurusan masjid merupakan sengketa hukum perdata yang masih ditangani oleh pengadilan, Dinas Keimigrasian pada 16 Mei 2017 menindaklanjuti laporan tersebut dengan melakukan pembatalan visa Daud Rasyid Harun."
"Konsekuensi hukum pembatalan visa tersebut adalah yang bersangkutan kehilangan status keimigrasiannya di Amerika Serikat. Oleh karenanya, pada 19 Juni 2017, Dinas Keimigrasian Amerika Serikat menahan yang bersangkutan dan akan mengambil langkah-langkah hukum untuk melakukan deportasi," jelas KBRI New York dalam keterangan tertulis tersebut.
Pihak KJRI juga menjelaskan bahwa Daud Rasyid tetap memiliki hak untuk membela diri di muka hukum di New York terkait kasus tersebut.
"Dinas Keimigrasian Amerika Serikat memiliki kewenangan yang luas untuk mengambil langkah-langkah tersebut di atas. Meskipun demikian, Daud Rasyid Harun secara hukum berhak menyampaikan keberatan terhadap semua langkah-langkah tersebut di depan sidang pengadilan keimigrasian. Apabila upaya Daud Rasyid tersebut dapat diterima hakim, maka upaya deportasi terhadap yang bersangkutan tidak dapat dilakukan," tambah keterangan KJRI New York.
Konsulat Jenderal RI di New York juga akan terus berkomunikasi, memberikan pendampingan dan perlindungan konsuler, serta mengupayakan penyelesaian yang terbaik untuk Daud Rasyid, sesuai dengan ketentuan hukum AS dan internasional yang berlaku.
Pihak KJRI New York juga masih terus memantau perkembangan kasus tersebut.
"Kami akan perbarui informasi begitu ada perkembangan," kata Yohannes Jatmiko Prasetyo, staf KJRI New York melalui pesan singkat kepada Liputan6.com, Rabu, 28 Juni 2017.
Advertisement
2. Shamsi Ali, Mantan Ketua Masjid Al-Hikmah New York
Melalui sebuah pernyataan tertulis, salah satu imam lain untuk Masjid Al-Hikmah New York, Shamsi Ali, merespons kabar mengenai penangkapan salah satu koleganya.
Ia mengatakan bahwa Daud Rasyid kerap berseteru dengan organisasi pengurus Masjid Al-Hikmah.
"Karena sikap Daud Rasyid yang menolak kepengurusan masjid, maka terjadi konflik antara dirinya dan pengurus. Pada akhirnya pengurus mengambil keputusan untuk memberhentikan yang bersangkutan," jelas pernyataan tertulis Shamsi Ali.
Konflik antara Daud Rasyid dan organisasi pengurus, membuatnya dipecat dari status kepengurusan Masjid Al-Hikmah. Pemecatan itu menyebabkan pembatalan visa kependudukan jenis R-1 (lihat keterangan KJRI) sang imam.
Pembatalan visa R-1 membuat Daud Rasyid berstatus sebagai "penduduk ilegal", dan menyebabkan dirinya harus berurusan dengan Dinas Keimigrasian AS.
"Sejak tanggal 16 Mei lalu, status Daud Rasyid sebagai pekerja agama dengan visa R-1 telah dicabut imigrasi Amerika. Maka sejak itu pula yang bersangkutan telah berada dan kerja secara ilegal di Amerika Serikat," ujar pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Masjid Al-Hikmah itu.
"Tapi tampaknya yang menjadikan Daud Rasyid tertangkap oleh imigrasi adalah karena dia sendiri beberapa kali memanggil polisi, jika merasa dilawan oleh pengurus masjid. Juga karena sering kali kekisruhan-kekisruhan yang sering kali terjadi di masjid."
"Sikap dia yang terbuka menantang pengurus, dan dalam posisi ilegal (out of status) itulah yang menjadikan polisi imigrasi menangkapnya," tambahnya.
Shamsi Ali juga membantah bahwa dirinya terlibat dalam upaya penangkapan Daud Rasyid. Ia pun menampik bahwa penangkapan koleganya itu disebabkan dugaan keterlibatan terorisme berbasis ekstremisme agama.
"Sekali lagi, saya tidak ada urusan dengan penangkapan Daud Rasyid. Pemecatan dan pemberhentian visa R-1 adalah keputusan pengurus masjid. Tapi penangkapannya murni ada di tangan ICE (kepolisian imigrasi Amerika)," tutur Shamsi.
"Ada berita miring kalau Daud Rasyid ditangkap karena laporan jika dia radikal. Itu sama sekali tidak benar."
"Pertama, radikal di Amerika selama masih dalam pemikiran tidak dimasalahkan. Kedua, kalau isu ini dasar penangkapannya maka bukan imigrasi yang menangkapnya. Tapi pihak FBI atau badan intelijen keamanan dalam negeri Amerika," tulis Shamsi Ali dalam pernyataan tertulisnya.