Sukses

3 Mitos Kehamilan yang Terbukti Ilmiah

Ada beberapa pendapat yang kurang tepat. Misalnya, terkait posisi bayi dalam kandungan yang berada lebih rendah di perut wanita.

Liputan6.com, Jakarta - Dalam masa kehamilan, seorang wanita seringkali mendapatkan masukan dan nasihat dari para kerabat atau teman yang bermaksud baik.

Ada beberapa pendapat yang kurang tepat. Misalnya, ketika bayi dalam kandungan berada lebih rendah di perut wanita, tidak berarti bayinya berjenis kelamin lelaki. Hal tersebut sebenarnya menjadi pertanda otot-otot daerah perut menjadi lebih lemas.

Mengidam makanan tertentu juga tidak akan menentukan tanda lahir pada kulit bayi. Demikian juga berjalan kaki cukup jauh yang tidak akan merangsang persalinan.

Namun demikian, seperti dikutip dari CNN pada Kamis (29/6/2017), beberapa penelitian mengungkapkan bahwa ada juga mitos terkait kehamilan dan kelahiran yang mungkin memang memiliki landasan ilmiah seperti berikut ini:

2 dari 4 halaman

1. Bayi Lelaki Penyebab Persalinan Rumit dan Panjang

Forceps, alat bantu mengeluarkan bayi saat kehamilan. (Sumber Wikimedia Commons)

Para peneliti masih penasaran mengapa persalinan rumit dan berlangsung lebih lama bagi bayi lelaki. Tapi begitulah adanya.

Pada 2003, suatu tim dokter melakukan analisa lebih dari 8.000 kelahiran di satu rumah sakit Irlandia antara 1997 dan 2000, kecuali pada dua wanita yang melahirkan prematur atau perlu dirangsang persalinannya.

Setelah tim itu mengolah angka-angkanya, perbedaan proses kelahiran berdasarkan jenis kelamin bayi memang sedikit saja tapi tetap dapat diamati.

Secara rata-rata, persalinan bayi lelaki berlangsung 6 jam lebih sedikit, sedangkan bayi perempuan memerlukan kurang dari 6 jam.

Kaum wanita yang melahirkan bayi lelaki juga lebih berkemungkinan mengalami komplikasi ketika persalinan, memerlukan bedah Caesar dalam 6 persen persalinan, dan perlu dibantu penjepit (forceps) dalam 8 persen kasus.

Pada kelahiran bayi perempuan, hanya 4 persen persalinan yang memerlukan bedah Caesar dan hanya 6 persen kasus yang memerlukan bantuan forceps.

Secara keseluruhan, sekitar 29 persen kelahiran bayi lelaki memerlukan intervensi tambahan. Pada bayi perempuan, hanya 24 persen proses kelahiran yang memerlukannya.

Dugaan perbedaan itu terkait dengan berat bayi pada saat kelahiran. Bayi-bayi lelaki, secara rata-rata, lebih berat 3,5 oz (99 gram) dibandingkan bayi-bayi perempuan.

Suatu penelitian kecil pada 2003 mengungkapkan bahwa kaum wanita yang hamil dengan bayi lelaki juga memasok lebih banyak kalori selama kehamilan. Bayi lelaki ditengarai memiliki tuntutan yang sedikit lebih besar dibandingkan bayi perempuan.

3 dari 4 halaman

2. Hindari Makan Pisang demi Mendapatkan Bayi Perempuan

Ilustrasi Buah Pisang (iStockphoto)

Kaum wanita yang mengandung bayi lelaki akan makan lebih banyak. Selain itu, makan lebih banyak ketika menjelang kehamilan juga meningkatkan kemungkinan mendapatkan bayi lelaki.

Pada 2008, suatu penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Proceedings of the Royal Society B menanyai 740 wanita yang hamil untuk pertama kalinya terkait dengan jenis dan pola makan selama setahun menjelang pembuahan. Kemudian, kaum wanita peserta penelitian dibagi dalam 3 kelompok berdasarkan asupan kalori.

Sebanyak 56 persen kaum wanita yang berada dalam kelompok paling atas berdasarkan asupan kalori mendapatkan bayi lelaki. Di lain pihak, di antara kaum wanita yang paling sedikit asupan kalori, sekitar 55 persen mendapatkan bayi perempuan.

Demikian juga dengan pandangan terkait buah pisang. Selama ini, santapan pisang sebelum pembuahan dianggap meningkatkan kemungkinan mendapatkan bayi lelaki.

Para penulis penelitian mendapati bahwa asupan kalori bukan satu-satunya penentu jenis kelamin bayi, tapi juga jenis gizi tertentu.

Jumlah asupan potasium yang banyak terkandung dalam pisang dikaitkan dengan bayi lelaki. Demikian juga dengan asupan yang mengandung banyak kalsium dan sodium.

Namun demikian, menurut Guardian, rekayasa asupan demi mempengaruhi jenis kelamin yang diinginkan pada bayi dapat meningkatkan risiko dari sudut pandang kesehatan.

Kecenderungan demikian dapat menggiring kaum wanita untuk berlebihan pada jenis gizi tertentu dan mengabaikan zat gizi lainnya. Mungkin lebih aman jika fokus pada santapan sehat pada umumnya dan biarkan proses penentuan jenis kelamin bayi terjadi secara alamiah.

4 dari 4 halaman

3. Bayi Berambut dan Nyeri Perut

Beberapa bayi dilahirkan sudah berambut di kepalanya. (Sumber Wikimedia Commons)

Ada suatu fakta mengerikan tentang janin. Pada trimester ke-2 dalam masa kehamilan, janin menumbuhkan lapisan rambut halus di sekujur tubuhnya, dikenal dengan istilah lanugo.

Suatu saat, dalam trimester ke-3, lapisan rambut itu rontok dan dimakan oleh si janin itu sendiri. Tinja pertama seorang bayi sebenarnya adalah sisa pencernaan rambut tubuh mereka sendiri.

Lain ceritanya dengan rambut di kepala janin. Seluruh bayi mendapatkan lanugo dalam rahim, tapi tidak semua bayi terlahir dengan rambut di kepala.

Nah, ibu dapat mengetahui apakah bayinya lahir berambut atau botak dengan cara merasakan nyeri lambung (heartburn) sebagai pertanda.

Pada 2006, dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Birth, tim peneliti dari Johns Hopkins University mengamati 64 kaum wanita selama kehamilan mereka. Sebanyak 28 di antaranya melaporkan heartburn sedang hingga parah.

Dalam kelompok tersebut, sebanyak 23 wanita mendapatkan bayi dengan rambut yang rata-rata atau sedikit lebih lebat.

Di sisi lain, di antara 12 wanita yang tidak mengeluhkan heartburn, sebanyak 10 orang melahirkan bayi yang berambut lebih sedikit dibandingkan rata-rata.

Waspadalah, karena korelasi tidak serta-merta setara dengan sebab-akibat. Heartburn itu bukan diakibatkan oleh keberadaan rambut, ataupun sebaliknya.

Para penulis penelitian mengemukakan bahwa dua hal itu disebabkan oleh faktor ke-3, yaitu hormon-hormon kehamilan.

Secara khusus, hormon-hormon yang ikut andil kepada pertumbuhan rambut dalam janin telah dibuktikan juga melemaskan otot-otot yang menjaga asam lambung tetap berada dalam lambung.

Video Terkini