Liputan6.com, Sacramento - Petugas Kesehatan California melaporkan sebanyak 111 orang pasien memutuskan untuk mengakhiri hidup dengan mengonsumsi obat-obatan mematikan.
Hal itu telah berlangsung sejak enam bulan pertama pasca-disahkan UU Hak untuk Meninggal atau The End of Life Option Act resmi diberlakukan sejak tahun 2016.
Dikutip dari laman New York Post, Kamis (29/6/2017) negara bagian California memberlakukan The End of Life Option Act sejak 9 Juni 2016.
Advertisement
Dengan diberlakukannya peraturan itu, California menjadi negara bagian ke-6 di Amerika Serikat yang melegalkan aturan semacam itu.
Baca Juga
Pihak dokter mengatakan, aturan sejenis ini ditujukan kepada pasien yang telah didiagnosis berumur kurang dari enam bulan.
Menurut data yang telah dihimpun, dari jumlah formulir pengajuan yang telah diambil oleh pasien antara 9 Juni hingga 31 Desember 2016, sebanyak 191 orang telah mengajukan permohonan mengakhiri hidup. Sementara itu, sebanyak 111 orang telah dinyatakan meninggal dunia.
Data juga menunjukkan, 87 persen pasien yang telah dinyatakan meninggal berumur 60 tahun atau lebih. Kebanyakan berkulit putih, memiliki latar belakang pendidikan tinggi, dan memiliki asuransi kesehatan baik dari pemerintahan maupun swasta.
Usia rata-rata mereka mencapai 73 tahun dan mayoritas pasien telah didiagnosis oleh dokter menderita kanker stadium akhir.
UU mengakhiri hidup telah diberlakukan di beberapa wilayah lain seperti Oregon, Colorado, Montana, Vermont dan Washington D.C.
UU serupa telah disahkan di California setelah Brittany Maynard (29) sekarat akibat kanker otak dan harus dipindahkan ke Oregon pada tahun 2014 sehingga bisa mengakhiri hidupnya.
Christian Burkin, juru bicara Susan Talamantes Eggman yang merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat California, menjadi salah satu orang yang membantu proses perancangan UU tersebut.
"Pada dasarnya hal ini dilakukan karena kita belajar dari pengalaman yang dilakukan oleh Oregon," kata Burkin.
Pada tahun 1997, Oregon menjadi negara pertama yang menerapkan kebijakan tersebut.
Namun, masih ada segelintir orang yang kurang setuju akan kebijakan ini. Beberapa kritikus Amerika Serikat mengatakan, mereka khawatir jika kebijakan ini bisa mengakibatkan pasien dan dokter terburu-buru dalam menentukan pilihan.
Bisa jadi akibat salah diagnosis juga menjadi keputusan dokter untuk menawarkan opsi mengakhiri hidup.