Liputan6.com, Washington, DC - Dalam upaya untuk meningkatkan tekanan kepada Korea Utara agar menghentikan program rudal nuklir dan misil balistiknya, Kementerian Keuangan Amerika Serikat memberlakukan sanksi baru. Pada 29 Juni 2017, AS menjatuhkan sanksi dengan memutuskan hubungan keuangan dengan Bank of Dandong China.
Kementerian Keuangan AS mengklaim bahwa Bank Dandong China bertindak sebagai "pipa penghubung" untuk mendukung aktivitas finansial Korea Utara yang diduga ilegal dan melanggar hukum. Demikian seperti yang dikutip dari CNN, Jumat (30/6/2017).
"Kami akan terus memotong arus keuangan Korea Utara sampai mereka taat pada ketentuan yang ada," kata Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin, di Gedung Putih.
Advertisement
Selain Bank Dandong, sanksi serupa diterapkan pada dua individu dan satu perusahaan asal China.
Baca Juga
Kemenkeu juga menilai sejumlah firma keuangan asal Korea Utara memanfaatkan "kedekatan" Bank Dandong dengan beberapa entitas bisnis asal AS guna memperoleh akses finansial alternatif dari Negeri Paman Sam. Bagi Washington, latar belakang itu cukup menjadi justifikasi pemerintah untuk menjatuhkan sanksi finansial, yang berlandaskan pada US Patriot Act 2001.
"Firma atau entitas asal China (yang menjalin hubungan dengan Korut) juga tidak akan mendapatkan akses kepada lembaga finansial AS, baik secara 'langsung maupun tidak langsung'," tambah Mnuchin.
Menteri Mncuhin tidak menutup kemungkinan bahwa akan ada entitas lain yang akan menerima sanksi atas alasan serupa di kemudian hari.
"(Saat ini) itu adalah bank pertama yang kami putus aksesnya. Kami akan memantau terus perkembangannya dan kemungkinan sanksi serupa akan kembali dilancarkan, demi komitmen AS untuk memotong arus pendanaan ilegal Korea Utara," ujar sang menteri.
Washington DC juga telah mendiskusikan dengan pemerintah negara lain--seperti Italia, Jerman, Kanada, dan Inggris--untuk ikut menjatuhkan sanksi serupa terhadap Korea Utara. Tujuannya, agar akses finansial Pyongyang semakin mengalami keterbatasan.
Penjatuhan sanksi yang dilakukan Kemenkeu AS terhadap Bank Dandong pada Kamis kemarin, merupakan kali pertama bagi Negeri Paman Sam untuk menerapkan wewenangnya yang dilandasi US Patriot Act 2001 pada entitas perbankan China. Sebelumnya, penerapan sanksi serupa baru diterapkan pada entitas finansial yang berasal dari Iran, Suriah, dan Lebanon.
Akan tetapi, Kemenkeu AS berargumen bahwa sasaran sanksi yang sebenarnya bukan ditujukan kepada China, tetapi lebih kepada Korea Utara.
"Sanksi itu tidak ditujukan untuk China," jelas Menteri Mnuchin.
Pada kesempatan yang berbeda, penasihat keamanan nasional AS, H.R. McMaster, turut mengamini penjelasan Mnuchin.
"Sanksi itu bukanlah aksi untuk menekan China. Tindakan itu merupakan upaya kami untuk meminta China agar mampu lebih berkontribusi dalam masalah (Korea Utara) tersebut," kata McMaster.
Pakar politik juga memiliki penilaian serupa, bahwa sanksi Kemenkeu AS terhadap Bank Dandong merupakan upaya "penyampaian pesan" yang dilakukan Washington kepada Beijing agar dapat bertindak tegas terhadap Pyongyang.
"Pesan yang ingin disampaikan AS kepada China adalah, 'hey, kami berusaha untuk menjalin kerja sama dengan kalian untuk masalah (Korea Utara) tersebut, tapi kalian harus melakukan upaya yang lebih maksimal," ucap Anthony Ruggiero, analis dari Foundation for Defense of Democracies.
Penjatuhan sanksi tersebut terjadi jelang G20 Summit, yang akan diselenggarakan pada 7-8 Juli 2017. Sehingga, muncul dugaan bahwa AS akan turut berusaha mendesak negara anggota Grup 20 untuk menerapkan sanksi serupa.
"Pesan kami kepada negara G20 adalah bahwa isu tersebut (Korea Utara) adalah masalah serius. Kami akan bekerja sama dengan semua pihak untuk isu tersebut. Dan jika ada negara yang terlibat dalam aktivitas finansial ilegal, kami akan memberikan sanksi serupa," ujar Mnuchin.
Tak hanya itu, penjatuhan sanksi tersebut juga terjadi jelang kunjungan kenegaraan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in ke Gedung Putih.
"Sanksi tersebut jadi permulaan yang signifikan bagi Gedung Putih jelang kedatangan Presiden Moon. Isu itu bisa menjadi pembuka diskusi antara Trump dengan Moon untuk membahas isu Korut," kata Ruggeiro.
AS Sulit Meminta Bantuan pada China
Seusai pertemuan antara Presiden Trump dengan Presiden China Xi Jinping pada April 2017, Gedung Putih telah berkali-kali mengingatkan Tiongkok untuk semakin menguatkan tekanan ekonomi dan diplomatik terhadap Korea Utara. Namun, Beijing berdalih bahwa pengaruhnya ke Pyongyang amatlah terbatas.
Presiden Donald Trump yang turut mendesak China untuk menguatkan tekanan ekonomi dan diplomatik terhadap Korea Utara merasa frustrasi dengan Tiongkok. Karena, menurut dia, Beijing tidak melakukan tindakan yang efektif terhadap negara yang dipimpin oleh Kim Jong-un tersebut.
Sebagian besar pihak juga menilai bahwa upaya AS untuk "menegaskan posisinya terhadap Korea Utara" melalui China, akan terus mengalami stagnasi. Bahkan kini, Presiden Trump pun mulai "menyerah" untuk meminta bantuan China terkait isu Korea Utara.
"Saya harap China dapat membantu kami untuk membuat Korea Utara lebih segan terhadap AS. Namun tampaknya, upaya mereka (China) tidak berhasil," ujar Presiden Trump lewat akun Twitter-nya, @realDonaldTrump, pada Juni 2017.
Â
Saksikan juga video berikut ini