Sukses

Jelang Pertemuan Perdana Trump dan Putin, Siapa Akan Mendominasi?

Di sela-sela KTT G20, Donald Trump mengadakan pertemuan perdana dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Liputan6.com, Hamburg - Perhatian dunia tengah tertuju ke Hamburg, Jerman, menyusul berlangsungnya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20. Sejumlah kepala negara hadir dalam pertemuan tingkat tinggi tersebut, termasuk Donald Trump dan Vladimir Putin.

Boleh jadi, pertemuan Trump dan Putin menjadi momen paling ditunggu. Pasalnya, keduanya terlibat dalam hubungan kompleks yang dipengaruhi sejumlah isu krusial, terutama dugaan campur tangan Kremlin dalam pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2016.

Dua pemimpin dunia itu dijadwalkan bertemu pada Jumat sore waktu Hamburg.

Jauh sebelum menjadi presiden, Trump kerap memuji Putin.

Pada tahun 2013, melalui media sosial Twitter, Trump sempat menanyakan kesediaan Putin untuk menjadi teman baiknya. Hal itu terjadi setelah secara terbuka ia mengundang Putin untuk menghadiri ajang Miss Universe di Moskow.

Sejak saat itu, Trump mengomentari Putin sebagai sosok yang tangguh dan kuat. Berulang kali ia memuji keahlian Putin "mengakali" AS. Selain itu, Trump juga mengklaim, "dia bisa berteman baik" dengan Putin.

Pekan lalu, penasihat keamanan nasional H.R. McMaster mengatakan, Trump tak memiliki agenda spesifik terkait pertemuannya dengan Putin. Hal ini memicu kekhawatiran para ahli dan mantan pejabat bahwa Trump dengan mudah akan "diakali" Putin yang merupakan mantan perwira di badan intelijen Uni Soviet (KGB).

"Tantangan terbesar dalam pertemuan ini adalah kecenderungan Putin untuk mencoba menghabiskan waktu dengan pelajaran sejarah dan 'mantra-mantra' Rusia, jadi seninya adalah terus menerus mencoba bertahan. Cara menghalau ini adalah mendorong kembali ke retorika yang penting dan kemudian beralih ke topik yang benar-benar ingin Anda dengar. Itulah mengapa bertemu tanpa agenda spesifik akan memicu masalah," terang Jon Finer yang menjabat sebagai kepala staf bagi mantan menteri luar negeri AS John Kerry.

Finer beberapa kali telah bertemu langsung dengan Putin.

Trump dan Putin dikabarkan akan bertatap muka selama 30 menit. Masing-masing dari mereka akan didampingi menteri luar negerinya, yakni Rex Tillerson sebagai menlu AS dan Sergei Lavrov sebagai menlu Rusia. Selain itu, terdapat pula penerjemah yang ikut serta dalam pertemuan tersebut.

Tillerson yang pernah menjabat sebagai CEO di ExxonMobil, pernah mencapai kesepakatan besar soal minyak dengan Putin. Bahkan, Orang Nomor Satu di Rusia itu memberikan penghargaan tertinggi negaranya -- yang diberikan terhadap orang asing --kepada Tillerson.

Dalam kapasitasnya sebagai pejabat pemerintah, Tillerson telah bertemu Putin. Momen itu terjadi saat kunjungannya ke Moskow pada April lalu.

Di lain sisi, Lavrov dan Duta Besar Rusia untuk AS Sergey Kislyak juga sudah bertemu dengan Trump pada Mei lalu tepatnya sehari setelah presiden AS itu memecat James Comey sebagai direktur FBI. Media AS dilarang meliput pertemuan tersebut.

Namun belakangan, kantor berita Rusia mempublikasikan foto yang dianggap mempermalukan Gedung Putih mengingat isu intervensi Kremlin dalam pilpres AS membuat situasi panas belum mereda. Dalam sejumlah foto yang dirilis, Trump tampak tertawa bersama dengan para diplomat Rusia tersebut. 

Saksikan video menarik berikut:

2 dari 2 halaman

Sejarah Pertemuan Pemimpin AS dan Rusia

Presiden ke-43 AS George W. Bush bertemu dengan Putin pada tahun 2001. Usai momen itu, Bush pun mengungkapkan kesan positifnya terhadap Putin.

Menurut Bush, ia dapat merasakan "jiwa" Putin. Tak hanya itu, Bush bahkan menjulukinya "Pootie-Poot". Namun, tak lama pujian itu berubah jadi makian. Bush menyebut Putin sebagai agresor brutal.

Vladimir Putin ketika bertemu dengan George W. Bush (AP Photo/Gerald Herbert, File)

Sebelum bertatap muka, Barack Obama telah mengkritik Putin. Keduanya bertemu pada Juli 2009 dan setelahnya komentar positif pun meluncur dari bibir presiden ke-44 AS itu.

Obama mengatakan, pemerintah Rusia "melakukan pekerjaan luar biasa atas nama rakyat Rusia". Belakangan, keduanya kerap menunjukkan tatapan dingin satu sama lain.

Saat ini, sebagian besar pengamat setuju bahwa hubungan AS-Rusia tengah mencapai titik terendah sejak berakhirnya Perang Dingin. Pandangan Trump soal kedua negara harus berhubungan baik juga didukung sejumlah pihak.

William Perry yang menjabat sebagai menteri pertahanan di bawah pemerintahan Bill Clinton mengatakan, Washington dan Moskow memerlukan hubungan yang konstruktif terkait sejumlah isu seperti membatasi dan mengamankan senjata dan material nuklir.

Pada Rabu lalu, Tillerson merilis pernyataan yang mendesak Moskow untuk bekerja sama lebih erat dengan AS dalam perang melawan ISIS di Suriah. Ia juga mengkritik Putin karena beraliansi dengan Iran dalam mendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Sebelum mendarat di Jerman, Trump lebih dulu singgah ke Polandia. Dalam pidatonya di Warsawa ia mengajak Rusia untuk mengakhiri dukungan terhadap sejumlah rezim, termasuk di antaranya Suriah dan Iran.

Sekutu Trump mencuatkan kemungkinan bahwa presiden AS itu akan berkonfrontasi dengan Putin yang bertahun-tahun dipujinya saat keduanya bertatap muka.

"Saya berharap apa yang dia lakukan adalah memberinya daftar masalah yang kita miliki dengan negara mereka. Dan saya rasa dia akan melakukannya," terang Ketua Komite Urusan Luar Negeri Senat Bob Corker.

Adapun Adam Schiff, politisi Demokrat di Komite Intelijen Senat mengatakan, "Presiden Trump harus memiliki keberanian untuk mengangkat isu campur tangan dalam pilpres AS secara langsung dengan Presiden Putin. Jika tidak, Kremlin akan menyimpulkan bahwa dia (Trump) terlalu lemah..."

"Itu akan menjadi kesalahan bersejarah dengan implikasi yang menghancurkan bagi kebijakan luar negeri kita pada tahun-tahun mendatang," tambahnya.

AS dan Rusia diketahui menunjukkan perbedaan sikap yang cukup tajam dalam sejumlah isu, terutama perang di Suriah.