Sukses

Kecerdasan Buatan Dipakai untuk Menguak 'Ketidakadilan' Manusia

Ilmuwan menggunakan algoritma kecerdasan buatan untuk meneliti tingkat keberagaman di kalangan eksekutif perusahaan.

Liputan6.com, Baltimore - Bias yang terjadi di tingkat pimpinan perusahaan merupakan hal yang tidak mudah diukur. Banyak perusahaan tidak menerbitkan laporan keberagaman (diversity) sehingga informasi yang bermanfaat tidak mudah didapat dan menyulitkan upaya mengatasi bias kelembagaan.

Sekarang, beberapa algoritma kecerdasan buatan (artificial intelligence, AI) telah dipergunakan untuk menggali lebih dalam data yang ada sehingga membenarkan dugaan kurangnya keberagaman di puncak-puncak pimpinan perusahaan dunia.

Untuk mengevaluasi situasi, para peneliti dari Insilico Medicine mengumpulkan foto-foto para eksekutif puncak yang mereka dapat dari situs-situs web milik hampir 500 perusahaan terbesar dunia.

Kumpulan data yang dihasilkan berisi lebih dari 7.200 foto dari perusahaan-perusahaan yang berada di 38 negara. Data itu terkumpul pada 20 Maret lalu.

Dikutip dari New Scientist, Senin (10/7/2017), para peneliti dari perusahaan bioteknologi tersebut melatih algoritma pengenalan gambar (image recognition) supaya bisa secara otomatis mendeteksi umur, ras, dan profil gender negara tempat kedudukan perusahaan yang diteliti untuk melihat apakah foto pimpinan mencerminkan penduduk pada umumnya di negara tersebut.

Memang benar, AI memang belum sedemikian sempurna. Insilico Medicine juga tidak mengkhususkan diri dalam bidang itu, sehingga hasil temuannya harus dicermati. Walaupun begitu, para peneliti telah menghadirkan kesan tertentu tentang keadaan yang terjadi sekarang.

Bukti dari beberapa penelitian lain menengarai bahwa keberagaman di puncak-puncak pimpinan bisnis telah mengalami peningkatan, tapi jelas masih banyak tugas yang harus dilakukan.

Secara keseluruhan, tim itu menemukan bahwa hanya ada 21,2 persen wanita di antara kalangan eksekutif perusahaan. Dan, di tiap perusahaan, persentase wanita anggota dewan pimpinan lebih rendah daripada persentase wanita yang sebenarnya mampu di negara tersebut.

Sebanyak 22 perusahaan tidak memiliki seorang wanita pun dalam susunan dewan pimpinan, kebanyakan adalah perusahaan di Asia.

2 dari 2 halaman

Ketidakseimbangan Rasial

Hampir 80 persen eksekutif perusahaan dalam penelitian ini berkulit putih, 3,6 persen berkulit hitam, dan 16,7 persen Asia. Negara Afrika Selatan memiliki proporsi tertinggi eksekutif berkulit hitam dan mencerminkan fakta bahwa 80 persen warganya berkulit hitam.

Namun demikian, dua perusahaan Afrika Selatan yang termasuk dalam daftar itu hanya mencapai 54 persen dan 35 persen dalam hal proporsi anggota dewan pimpinan berkulit hitam.

Di Amerika Serikat, banyak perusahaan mencerminkan 12 persen populasi yang berkulit hitam dalam jajaran dewan pimpinan, walaupun ada 30 perusahaan yang sama sekali tidak memiliki anggota dewan pimpinan berkulit hitam. Usia median untuk seluruh eksekutif perusahaan dalam penelitian ini adalah 52 tahun.

Polina Mamoshina dari Insilico Medicine menjelaskan, "Perusahaan-perusahaan raksasa itu memimpin di industri dan berpengaruh pada kehidupan sehari-hari kita. Penggunaan pembelajaran mesin (machine learning) memungkinkan kita memeriksa keberagaman dalam cara yang tidak mungkin dilakukan sebelumnya."

Sementara itu, Sandra Wachter dari Oxford Internet Institute, Inggris, memberi tanggapannya, "Makalah itu membenarkan bahwa kita hidup dalam dunia yang bias."

Menurutnya, mengakui adanya masalah menjadi langkah pertama yang penting, katanya, "Adanya tukar pikiran di publik tentang isu itu merupakan hal yang vital. Penting untuk mengetahui dari mana asalnya bias tersebut dan menyelesaikan dari akarnya."

Perangkat hukum anti-diskriminasi harus diterapkan untuk mencapai keterwakilan di puncak. Perlu juga pergeseran mental untuk mulai melihat keberagaman sebagai keunggulan, demikian menurut Wachter.

Cara-cara penelitian itu bisa dipakai dalam setiap situasi ketika profil-profil manajemen tersedia namun tanpa adanya data keberagaman. Cara-cara itu juga bisa membantu keberagaman dalam pemerintahan, universitas, dan media.

Video Terkini