Liputan6.com, Jakarta - Sejak menisbatkan diri sebagai kalifah Irak dan Suriah pada 2014, Abu Bakr al-Baghdadi serta kelompok teroris yang dipimpinnya --ISIS-- menjadi momok bagi dunia. Tak hanya menjadi ancaman di kawasan Timur Tengah, aktivitas teror the Islamic State --dan para simpatisan serta kelompok yang terilhami-- merambah ke berbagai sudut mancanegara.
Dan sejak itu, Abu Bakr al-Baghdadi menjadi sosok yang paling dicari oleh berbagai otoritas penegak hukum internasional. Karena, sejumlah pihak menilai bahwa, salah satu cara agar berhasil menumpas ancaman ISIS adalah dengan mengatasi sepak terjang palsu itu.
Advertisement
Baca Juga
Namun, meski berstatus sebagai salah satu orang paling dicari, hanya sedikit informasi yang diperoleh tentang al-Baghdadi. Bahkan, eksistensi sosok elusif itu lebih banyak menyisakan tanya ketimbang fakta.
Siapakah sebenarnya si emir itu? Bagaimana sepak terjangnya hingga menjadi pucuk tertinggi ISIS? Apakah al-Baghdadi benar-benar nama aslinya?
Dari berbagai informasi, berikut riwayat dan fakta tentang gembong ISIS Abu Bakr al-Baghdadi, seperti yang dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Rabu (12/7/2017).
Saksikan juga video berikut ini
Â
1. Sosok Pemalu
Al-Baghdadi (alias Abu Du'a, alias al-Shabah, alias Abu Bakr al-Baghdadi al-Husseini al-Hashimi al-Qurashi) lahir di Samarra, 80 km di utara Baghdad, pada 1971, dengan nama asli Ibrahim Awwad Ibrahim Ali al-Badri al-Samarrai. Ia memiliki gelar sarjana, magister, dan doktor bidang Kajian Islam dari Islamic University of Baghdad.
Selama belasan tahun, al-Baghdadi muda tinggal dalam sebuah pondok kecil di masjid di Tobchi, sebuah komunitas kumuh di Baghdad Barat. Penduduk sekitar mengidentifikasi al-Baghdadi sebagai pemuda yang insignifikan, pemalu, dan jarang menampakkan batang hidungnya di masyarakat.
Pada Maret 2003, ketika Amerika Serikat menginvasi Irak, al-Baghdadi muda masih berstatus sebagai mahasiswa.
Menurut BBC, selama periode itu, ia menjabat sebagai ulama di sebuah masjid di Baghdad. Sementara itu, menurut The Guardian, pemimpin ISIS itu 'tidak berniat untuk bergabung atau menjalin hubungan dengan Al Qaeda serta berbagai organisasi percabangannya'.
Akan tetapi, pada beberapa tahun kemudian (antara 2003 atau 2004), al-Baghdadi ditangkap oleh aparat di Irak atas tuduhan sebagai 'pejabat menengah untuk kelompok militan anti-AS'. Ia kemudian ditahan di Camp Bucca, penjara yang dikelola oleh militer AS di Irak.
Â
Advertisement
2. Pernah Dipenjara di Camp Bucca
Kemisteriusan sosok al-Baghdadi dimulai setelah ia ditangkap dan dipenjara di Camp Bucca. Salah satu faktor adalah simpang-siurnya informasi mengenai riwayat penangkapan 'si khalifah' di Irak. Amerika Serikat pun juga mengakui bahwa eksistensi al-Baghdadi di Camp Bucca 'tak memiliki catatan atau perilaku khusus'.
Namun, menurut perwira AS yang mengelola Camp Bucca, James Skylar Gerrond, masa penahanan di penjara menyuburkan paham radikalisme - ekstremisme dalam pola pikir al-Baghdadi. Ditambah lagi, menurut pengakuan sejumlah mantan tahanan Camp Bucca kepada Al Jazeera, penjara itu merupakan 'sarang narapidana Al Qaeda'.
"Banyak di antara kami di Camp Bucca khawatir bahwa penjara itu merupakan 'penanak nasi' yang mematangkan perspektif ekstremisme - radikalisme para narapidana," jelas Gerrond.
Pada 2009, al-Baghdadi dibebaskan dari Camp Bucca. Setelah bebas, ia bersama sejumlah individu lain pergi ke sebuah fasilitas rahasia di Baghdad. Kemudian, pada 2010, ia diaklamasi menjadi pemimpin Al Qaeda cabang Irak.
Sejak dipimpin oleh al-Baghdadi, Al Qaeda cabang Irak kerap mengklaim sejumlah peristiwa teror di selatan Baghdad. Tak hanya itu, mereka turut merebut dan mengklaim sejumlah wilayah.
Pada 2011, Amerika Serikat menyematkan status teroris kepada al-Baghdadi. Negeri Paman Sam juga memberi harga kepala pria itu senilai US$ 10 juta.
Â
3. Kasat Mata bak Hantu
Pada 2013, aktivitas  Al Qaeda cabang Irak merambah hingga ke Suriah. Dan pada 8 April 2013, setelah memisahkan diri dari Al Qaeda, the Islamic State of Iraq and the Levant (ISIL) diumumkan oleh al-Baghdadi sebagai sebuah negara di kawasan.
Setahun kemudian, pada 29 Juni 2014, al-Baghdadi menisbatkan diri sebagai khalifah di kawasan, dan ISIL mengubah nama menjadi the Islamic State yang mencakup wilayah di Irak dan Suriah (ISIS).
Di puncak intensitas aktivitasnya, ISIS menguasai sejumlah tambang minyak di kawasan Irak dan Suriah. Sumber daya alam itu kemudian diselundupkan dan dijual ke beberapa sindikat dunia. Keuntungan dari transaksi itu mencapai US$ 1 juta hingga US$ 2 juta per-harinya.
Sementara itu, Amerika Serikat juga menduga bahwa al-Baghdadi melakukan sejumlah tindakan kekerasan fisik, kekerasan seksual, hingga pembunuhan. Ia juga dituduh sebagai aktor yang melakukan tindakan kekerasan seksual serta membunuh Kayla Mueller, aktivis humaniter asal AS yang ditangkap ISIS di Suriah.
Menurut laporan, al-Baghdadi pernah atau tengah memiliki sejumlah istri, antara lain, Asma Fawzi Mohammed al-Dulaimi, Israa Rajab Mahal A-Qaisi, Diane Kruger, dan Sujidah al-Dulaimi.
Selama memimpin ISIS, al-Baghdadi jarang menampakkan diri, sehingga dijuluki sebagai 'syekh tak kasat mata' atau 'the Ghost' oleh sejumlah media Barat. Aktivitasnya yang elusif membuat sejumlah negara sulit untuk memburu pemimpin ISIS tersebut.
Bahkan, sejumlah informasi yang memberitakan tentang kematian pria 46 tahun itu sulit untuk dikonfirmasi. Meski, hingga kini, telah banyak simpang siur kabar yang mendeklarasikan kematiannya.
Kabar terbaru dari The Syrian Observatory for Human Rights mengatakan bahwa pihaknya telah memiliki 'informasi yang sudah dikonfirmasi' bahwa pemimpin ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi telah tewas.
"Komandan ISIS yang ada di Provinsi Deir ez-Zor telah mengonfirmasi kematian Abu Bakr al-Baghdadi, pemimpin ISIS, kepada pihak kami," ujar Direktur The Syrian Observatory for Human Rights, Rami Abdurrahman, seperti dikutip dari Al Jazeera, Rabu 12 Juli 2017.
Sementara itu, komandan tinggi Amerika Serikat di Irak dan Suriah menolak mengonfirmasi laporan terbaru yang menyebut bahwa al-Baghdadi tewas pada 11 Juli 2017.
Dilansir The Washington Times, Jenderal Stephen Townsend dari Baghdad kepada awak media di Pentagon menyatakan bahwa, saat ini, laporan intelijen Amerika dan koalisi tidak dapat mengonfirmasi atau membantah bahwa al-Baghdadi masih hidup atau telah meninggal.
Advertisement