Liputan6.com, Washington, DC - Dulu, Ri Jong-ho pernah menjadi 'mesin uang' bagi rezim Korea Utara. Jutaan dolar ia kirimkan dari China langsung ke tangan penguasa Dinasti Kim.
Tiga dekade ia bekerja di lembaga rahasia rezim yang dikenal sebagai Office 39. Hingga suatu hari Ri Jong-ho merasa tak tahan. Pria itu kemudian membelot ke Korea Selatan pada 2014, dan kemudian memilih tinggal di Amerika Serikat.
Advertisement
Baca Juga
Dalam sebuah wawancara dengan wartawan Washington Post, Anna Fifield, Ri menceritakan sepak terjangnya sebagai penghasil pundi-pundi harta bagi Kim Jong-il.
Ri mengaku menitipkan tas-tas berisi uang tunai kepada kapten kapal yang berlayar dari Kota Dalian di Tiongkok ke Pelabuhan Nampo, Korut.
Kali lain, ia memerintahkan anak buahnya membawa tumpukan uang tunai itu ke perbatasan menggunakan kereta api.
Ri mengaku loyalitasnya pada rezim Kim Jong-il -- ayah Kim Jong-un--membuatnya bisa hidup mewah di tengah kemelaratan rakyat Korut. Ia punya mobil pribadi, televisi berwarna, dan hidup nyaman.
"Saat itu aku sangat loyal dan patriotis pada rezim Kim Jong-il. Aku pun dipuji setinggi langit dan diberi penghargaan sebagai pahlawan negara," kata dia seperti dikutip dari News.com.au, Sabtu 15 Juli 2017.
Namun, kenyamanannya terusik saat Kim Jong-un naik ke tampuk kekuasaan setelah meninggalnya Kim Jong-il. Kala itu sang pemimpin baru mulai mengeksekusi para pejabat.
Sebagai pimpinan di Office 39, tugas Ri mengumpulkan uang bagi rezim Korut bertambah berat.
Seiring sanksi atas program nuklir Korut, peran Ri dan institusinya membawa uang tunai ke Korut makin dibutuhkan.
Ri juga mengungkap bagaimana sejumlah perusahaan Korut yang masuk daftar sanksi masih bisa terus beroperasi hanya dengan mengubah namanya.
Saksikan juga video menarik berikut ini:
Diteror Rezim Kim Jong-un
Sebelumnya, dalam wawancara pertama sejak membelot, Ri Jong-ho mengungkapkan kepada VOA's Korean Service di Korsel tentang kebrutalan yang dilakukan rezim Kim Jong-un.
Pembersihan, eksekusi, dan pemenjaraan sejumlah pejabat Korut memicu pelarian dramatisnya dari rezim totaliter tersebut.
Ri mengaku, ia dan keluarganya kaget bukan kepalang saat menyaksikan sejumlah pejabat tinggi tewas dieksekusi dengan tembakan anti-pesawat. Sejumlah kolega mereka juga dijebloskan di balik bui.
"Tentu saja, eksekusi dan pembersihan sudah dilakukan dari waktu ke waktu. Namun, tak separah yang terjadi antara akhir 2013 dan awal 2014," kata dia.
"Aku tak pernah menyangka, kekejaman dan kebrutalan seperti itu bisa terjadi dalam sistem sosialis."
Yang paling mengejutkan bagi Ri adalah eksekusi brutal Jang Song Thaek --paman sekaligus mentor Kim Jong-un -- dan sejumlah elite pada 2013.
Mengkhawatirkan hal buruk akan terjadi pada keluarganya, Ri memutuskan untuk lari tahun berikutnya.
Advertisement
Misteri Office 39
Menurut Komite Luar Negeri Amerika Serikat atau US Foreign Affairs Committee, Office 39 adalah jaringan global narkotika, senjata, serta perdagangan manusia dan hewan luar yang menghasilkan miliaran dolar.
Lembaga AS tersebut mengatakan, uang yang dihasilkan Office 39 digunakan untuk membiayai program nuklir dan misil balistik antarbenua rezim Kim.
"Juga digunakan untuk menyediakan koleksi mobil, yacht, dan barang-barang mewah untuk rezim."
Sebelumnya, dalam sebuah wawancara dengan Wall Street Journal, pembelot lain menguak bagaimana Office 39 menjadi sumber dana haram elite Korut.
Choi Kun-cool, nama pembelot itu, mengatakan pada WSJ bahwa ia menghabiskan bertahun-tahun, bekerja keras mengumpulkan uang untuk apa yang ia yakini demi pembangunan ekonomi sosialis yang kuat.
Ia mengaku tak tahu untuk apa sesungguhnya 'dana revolusioner' itu digunakan.
Meski gurita operasional Office 39 sebagian besar masih misterius, Choi mengungkap sejumlah rinciannya.
Ia mengatakan, tak mudah untuk bergabung dalam Office 39. Calon pegawai akan diselidiki latar belakang keluarga dan loyalitas mereka pada rezim.
Choi juga mengungkapkan, para pegawai lembaga rahasia itu juga memiliki sejumlah fasilitas khusus, termasuk kekebalan dari upaya penyelidikan aparat hukum juga dibolehkan melakukan perjalanan ke luar negeri -- hak istimewa yang tak mungkin didapat warga Korut kebanyakan.