Liputan6.com, Ankara - Menurut data statistik resmi, warga negara Indonesia (WNI) menempati peringkat ke-2 terbanyak dalam daftar total kuantitas individu terduga teroris ISIS yang ditangkap oleh otoritas penegak hukum di Turki. Data statistik tersebut bersumber dari pemerintah Ankara, dan diolah kembali oleh firma analis terorisme, GlobalStrat.
Menurut statistik dari Kementerian Dalam Negeri Turki, dari 4.957 foreign teroris fighters (FTF) yang ditangkap, 435 di antaranya merupakan WNI, menjadikan Indonesia duduk di peringkat ke-2 dalam daftar tersebut. Demikian seperti yang diwartakan oleh News.com.au, Minggu (16/7/2017).
Advertisement
Baca Juga
Sementara itu, warga negara Rusia menempati peringkat pertama, dengan total 804 individu terduga teroris yang ditangkap oleh pemerintah Turki. Sedangkan Tajikistan, Irak, dan Prancis menempati posisi tiga, empat, dan lima berurutan.
GlobalStrat, firma analis yang melakukan pengolahan kembali data pemerintah Turki tersebut menilai bahwa, banyaknya angka penangkapan itu membuat Rusia dan Indonesia menjadi dua negara yang dianggap mengkhawatirkan, khususnya sebagai pemasok FTF di Timur Tengah. Karena, selama ini, Turki dikenal sebagai 'gerbang masuk' bagi para FTF maupun simpatisan kelompok ekstremis - radikalis, untuk masuk ke Suriah dan Irak.
Pakar terorisme untuk kawasan Indonesia, Sidney Jones dari Institute for Policy Analysis of Conflict menjelaskan, sejumlah besar WNI yang ditangkap di Turki didasari atas fakta bahwa mereka bepergian secara berkeluarga. Fakta itu juga menyebabkan bahwa, sebagian besar WNI yang ditangkap adalah perempuan dan anak-anak.
"Tiga kelompok pertama yang telah dideportasi dari Turki ke Indonesia beberapa waktu lalu berjumlah 137 individu. Sekitar 79,2 persennya adalah anak-anak dan perempuan," jelas Jones kepada News.com.au.
Sidney Jones juga menambahkan, fakta tersebut dapat dijadikan dasar argumentasi bahwa dari 435 WNI yang ditangkap, sebagian besar bukanlah FTF.
"Ketika kita berbicara tentang 'militan jihad' persepsi kita mengarah pada laki-laki yang menjadi teroris. Namun faktanya, warga Indonesia yang pergi ke sana adalah keluarga yang ingin 'merasakan kehidupan Islam secara murni'," tambah Sidney.
Pada kesempatan yang berbeda, Kementerian Luar Negeri RI mengamini data statistik yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri Turki dan penjelasan Sidney Jones.
"Sejak 1 Januari 2015 hingga 14 Juli 2017, ada 430 WNI yang bertolak ke Turki. Mereka merupakan kelompok yang tertarik untuk menyeberang ke Suriah. Namun, angka itu didominasi oleh individu berstatus anak-anak dan perempuan," jelas Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri RI, Lalu Muhammad Iqbal dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat 14 Juli 2017.
Iqbal menambahkan, dari 430 WNI yang ditangkap di Turki, 37 persen atau 157 di antaranya merupakan anak-anak, dan 34 persen atau 146 di antaranya adalah perempuan.
"Mereka memang banyak bepergian secara berkeluarga, ke Turki kemudian menyeberang ke Suriah. Kita mendapat laporan bahwa, para orang tua membawa serta anak-anaknya, terutama yang perempuan, untuk dinikahkan dengan penduduk setempat," tambah Iqbal.
Hingga kini, pemerintah Indonesia masih terus mendalami kasus-kasus mobilitas para WNI ke Turki untuk menuju Suriah dan Irak, serta ancaman potensi terorisme domestik yang dibawa para warga Indonesia yang telah dideportasi dari Timur Tengah ke Tanah Air.
"Kami, bersama dengan kepolisian dan detasemen anti-teror, masih terus mendalami kasus-kasus tersebut," tambah sang deputi.
Saksikan juga video berikut ini