Liputan6.com, Ain Issa - Beberapa waktu lalu, Indonesia dihebohkan dengan pengakuan Leefa, WNI perempuan yang bergabung dengan ISIS untuk mendapatkan kehidupan lebih baik dibanding di Tanah Air.
Perempuan itu mengaku mengalami masalah kesehatan. "Saya butuh operasi leher. Di Indonesia biayanya sangat mahal. Tapi di Daesh, katanya, semua gratis," kata dia, seperti dikutip dari situs aawsat, Kamis 15 Juni 2017 lalu. Daesh adalah nama lain ISIS.
Baca Juga
Pengetahuan Leefa soal ISIS didapat dari internet dan video yang diproduksi kelompok teror tersebut. Di benaknya kala itu, "kekhalifahan" yang didirikan di Irak dan Suriah itu adalah tempat yang ideal bagi muslim, bak surga di atas Bumi.
Advertisement
"Saya pergi ke wilayah ISIS untuk menjadi muslim sejati," kata dia.
Leefa, adalah salah satu dari ribuan perempuan yang tertarik dengan ISIS karena janji-janji surga.
Tak sedikit perempuan lain yang terbuai dengan janji-janji ISIS. Salah satunya Aqsa Mahmood. Perempuan berusia 19 tahun itu berangkat dari kediamannya di Glasgow, Skotlandia, untuk bergabung dengan teroris ISIS.
Menurut sang ibu, Khalida Mahmood, putrinya tidak menyukai bepergian dengan pesawat. Ketika menjadi mahasiswa ia memang telah meninggalkan bacaan fiksi anak-anak, tapi sesekali ia pergi menonton ke bioskop bersama dengan saudara perempuannya.
Seolah sudah teracuni dengan sempurna oleh ideologi ISIS, dalam akun Tumblr-nya ia pun mengajak orang-orang untuk bergabung dengan kelompok teroris itu yang disebutnya menjanjikan imbalan yang banyak.
Sebagai imbalannya, pengikut setia ISIS akan mendapat hadiah "dari Allah" berupa sebuah rumah dengan listrik dan air yang gratis juga tanpa biaya sewa.
"Kedengarannya hebat kan?" tulis Aqsa.
Ia menambahkan, para pengikut kelompok teroris itu harus bersiap untuk hadiah yang lebih besar lagi di kehidupan selanjutnya: akhirat.
Namun, kini eksistensi ISIS memudar. Di Irak, di mana mereka sempat menguasai Mosul, kelompok itu terusir.
Di Suriah, ruang gerak mereka terbatas setelah pasukan pro Presiden Bashir Al-Assad berhasil merebut Aleppo dari ISIS.
Santer pula terdengar kabar nasib pemimpin ISIS, Baghdadi, yang simpang siur. Ada yang bilang ia telah tewas, ada pula mengatakan masih hidup namun terluka.
Bagaimana nasib para pengantin ISIS ini? Dikutip dari CNN, Selasa (18/7/2017), kini nasib mereka terombang-ambing, di antara keruntuhan ISIS, sementara negara-negara asal menolak untuk menerima mereka lagi.
Salah satunya adalah janda ISIS asal Prancis. Ia dulu pernah memimpikan bisa tinggal di negara ISIS di kawasan Mediterania. Ia membayangkan berjemur di pantai dengan bikini.
Sama halnya dengan guru bahasa Inggris asal Suriah dari Homs yang jatuh cinta dengan militan ISIS asal Maroko di Raqqa.
Nasib sama dengan WNI Leefa dan dua perempuan lainnya yang dijanjikan kesehatan gratis serta pendidikan.
Di tengah-tengah padang pasir Suriah yang panas, puluhan eks pengantin ISIS duduk bergerombol di lantai keras penjara. Bersama anak-anak mereka. Menanti nasib baik yang entah kapan datangnya.
Â
Saksikan video menarik tentang ISISÂ berikut ini:Â
Militan Gila Seks
Saida berasal dari Montpellier, Prancis Selatan. Ia salah satu istri tentara ISIS yang kabur ketika koalisi AS makin meringsek masuk ke kota.
Kebanyakan perempuan itu membayar penyelundup untuk membawa mereka keluar dari Raqqa, di mana pasukan Kurdi berhasil mencegat mereka keluar dari Suriah dan membawa mereka ke kamp pengungsi di Ain Issa, 50 km dari Raqqa yang dikelola oleh pasukan Syrian Democratic Forces (SDF) yang didukung koalisi Amerika Serikat.
"Aku cinta pada kehidupan, aku cinta bekerja, aku menyukai celana jeans, berdandan dan mencintai orangtuaku," kata Saida menyesali nasibnya kini.
"Satu-satunya yang kuinginkan adalah pulang, mengendarai mobilku," lanjutnya.
Saida duduk bersama anak laki-lakinya yang berusia 14 bulan. Wajah balita itu penuh dengan bentol gigitan serangga saat mereka harus menghabiskan waktu sebulan di alam, keluar dari Raqqa berjalan kaki.
Saida mengatakan, ia dan suaminya, militan ISIS bernama Yassine, harus membayar penyelundup US$ 6.000 untuk membawa mereka keluar dari kota. Yassine tewas dalam perjalanan, meninggalkannya bersama bayi mereka.
Saida, sama dengan para pengantin perempuan asing lainnya. Mereka terbius dengan "kekhalifahan Islam", teracun janji-janji surga dengan hidup baru setelah menikahi lelaki yang taat beragama.
Namun, malangnya, realitas yang dihadapi mereka jauh dari janji.
Bertengkar dengan sesama pengantin, menghadapi militan ISIS yang gila seks, kawin cerai hingga enam kali.
Wanita Prancis itu mengingat ketika pertama kali tiba di Raqqa dan dengan cepat ia ditempatkan di asrama wanita, sebuah "madafa" dia menyebutnya, di mana pendatang baru menunggu untuk dipilih oleh militan ISIS.
Ia sangat terkejut dengan peraturan asrama.
"Saat wanita tiba di madafa ini, dia membuat semacam CV," kata Saida.
"Mereka harus menuliskan usianya, namanya, seperti apa kepribadiannya, dan apa yang dia cari pada seorang pria. Dan pria juga mengunggah CV mereka untuk 'berkencan'."
"Jadi Anda bertemu dengan militan, kalian akan berbincang selama 15-20 menit. Jika mereka berdua setuju maka mereka akan menikah. Prosesnya sangat cepat," kata dia.
Militan ISISÂ Gila SeksÂ
Mei, seorang guru bahasa Inggris Syria dari Homs, mengatakan bahwa dia tidak mencari cinta saat dia tiba di Raqqa. Dia mengklaim bahwa dia baru saja melewati kota dalam perjalanannya ke Turki, di mana dia memutuskan untuk pindah setelah suami pertamanya dibunuh oleh seorang penembak jitu.
Dia tinggal bersama anak-anaknya di rumah seorang teman saat bertemu Bilal suaminya yang kedua, yang tinggal di sebelahnya.
Seperti lazimnya istri ISIS yang ditahan di penjara, Mei menggambarkan Bilal sebagai orang baik, dan tidak ingin berperang. Namun, apes, suaminya diminta ikut berperang setelah mereka menikah.
Tapi dia bergosip tentang wanita lain di Raqqa yang menurutnya tidak begitu beruntung.
"Mereka (wanita Eropa) melihat pria Eropa di sini yang jadi ISIS. Para pria itu terlihat jantan dengan senjata api dan mereka merasa dapat dilindungi. Seperti di film," kata May.
"Banyak yang sangat kaget karena saat mereka menikah dengan pria, tiga sampai empat hari atau satu bulan kemudian, mereka bercerai."
Dia menyebutkan seorang wanita yang sudah menikah dan bercerai setidaknya enam kali, sampai hakim di pengadilan perceraian khalifah mengancamnya dengan cambuk atau dipenjara. "Padahal, yang menceraikan dan menikahinya berkali-kali ya para militan ISIS, bukan dia."
May kini masih mencari suaminya, yang diduga dipenjarakan di kota perbatasan terdekat Kobani. Dia memulas inisial namanya di dinding penjara dengan cat biru, mengitari nama mereka di dalam bentuk hati. May mengaku tidak tahu apa yang akan dia lakukan jika dia tidak pernah melihat Bilal lagi.
"Aku ingin seseorang membunuhku, karena aku tak bisa melakukannya sendiri, itu sama saja dengan bunuh diri," katanya.
Advertisement
Pengantin ISIS dari Indonesia
Ada beberapa pendatang baru di sebuah tenda di luar penjara - tiga bersaudara Indonesia: Rahma, Fina, dan Noor, yang mengatakan bahwa mereka tidak pernah benar-benar menikahi tentara ISIS.
Para wanita, yang membayar sejumlah besar untuk bepergian dengan keluarga mereka dari Jakarta ke Raqqa, mengatakan bahwa mereka merasa kecewa karena mengetahui bahwa ISIS bukanlah "Muslim murni" yang mereka percayai.
"Mereka bilang mereka ingin berjihad demi Allah, tapi yang mereka inginkan hanya tentang wanita dan seks. Ini menjijikkan," kata Rahma.
"Kudengar jika mereka menikahi seorang janda mereka akan mendapatkan seribu dolar," tambah Fina.
"Mereka meminta saya untuk menikahi di pagi hari dan mereka menginginkan jawaban dari malam sebelumnya," lanjut Fina.
Sementara Noor mengatakan bahwa dia sangat terkejut dengan pertengkaran di asrama wanita.
"Cara wanita di dalam asrama sangat berbeda, sangat jauh dari Islam," katanya.
"Mereka memiliki sikap kasar, bergosip, saling berteriak, menggigit, dan bertarung melawan wanita. Oh, saya sangat terkejut."
Tiga WNI ini mengklaim bahwa mereka datang ke Raqqa untuk mendapatkan perawatan kesehatan gratis untuk kanker Rahma dan studi komputer untuk Fina, sekarang sangat ingin berhubungan dengan kedutaan Indonesia dan ingin kembali ke rumah.
Salah satu staf kamp pengungsi Ain Issa, Fayruz Khalil, mengatakan kebanyakan orang asing yang bergabung di ISIS merasa kecewa dengan kenyataan yang mereka lihat di depan mata.
"Sepuluh bulan belakangan mereka mencoba kabur. Namun, baru belakangan upaya itu berhasil," kata dia.
SDF berencana untuk mengirim sekelompok WNI ke perbatasan Erbil, Irak, dan menyerahkan mereka ke pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia.
Menurut pihak berwenang Indonesia, 500-600 orang Indonesia diyakini berada di Suriah saat ini.
Sekitar 500 lainnya telah berusaha mencapai Suriah, tapi dideportasi sebelum sampai di wilayah ISIS.
Akan tetapi, tidak jelas apakah ada wanita di sini yang akan berhasil keluar dari Suriah, apalagi pulang. Saat pasukan koalisi yang didukung AS memperketat jerat di Raqqa, akan lebih banyak pengantin ISIS yang akan melarikan diri.
Ini hanyalah salah satu dari banyak tantangan yang dihadapi otoritas negara masing-masing pengantin ISIS saat kekhalifahan yang digembor-gemborkan oleh ISIS hancur, menyebabkan militan dan keluarganya tercerai-berai.