Sukses

5 Alasan Kenapa Orang Rusia Tidak Percaya Amerika Serikat

Dalam beberapa tahun terakhir, pandangan mayoritas orang Rusia mengerucut mengenai siapa yang dianggap paling mengancam.

Liputan6.com, Moskow - Survei menunjukkan bahwa mayoritas orang Rusia menganggap Amerika Serikat dan kebijakannya sebagai ancaman dan memiliki dampak negatif terhadap dunia.

Para pakar juga percaya bahwa ketidaksukaan terhadap Washington DC ini bermula dari Perang Dingin di masa lampau dan konflik politik terkini.

Dalam beberapa tahun terakhir, mayoritas orang Rusia juga semakin memiliki satu pandangan mengenai siapa yang dianggap paling mengancam tanah air mereka.

Survei Lavada Center menunjukkan, sejak tahun 2013 hingga 2017 jawaban paling populer terhadap pertanyaan ini adalah Amerika Serikat.

Tahun ini, ada 69 persen orang Rusia percaya jika Washington bertindak agresif dan merupakan musuh Moskow.

Begitu pula sebaliknya, ketika salah satu kantor beritanya mengadakan survei serupa menunjukkan ada 64 persen orang AS yang menganggap Rusia sebagai musuh. Selain itu ada pula Korea Utara, Iran, dan Suriah yang masuk dalam kategori yang sama.

Seperti dikutip dari laman RBTH Indonesia, Sabtu (22/7/2017), berikut 5 alasan kenapa orang Rusia tidak percaya Amerika Serikat:

2 dari 6 halaman

1. Kejayaan Masa Lalu

Presiden AS, Donald Trump (kanan) dan Presiden Rusia Vladimir Putin saling bertatapan saat bertemu di KTT G20, di Hamburg, Jerman (7/7). Keduanya dikabarkan ingin memperbaiki hubungan kedua negara.  (AFP Photo/Soul Loeb)

Duta Besar Rusia untuk Amerika Serikat Sergei Kislyak mengatakan, kedua negara hidup dalam periode hubungan yang sulit. Ia juga menilai jika tak banyak perubahan yang terjadi sejak dulu.

Dari hasil kajian, sikap orang Rusia ke AS tak terlalu parah pada awal 1990-an. Menurut Levada Center, kala itu, orang Rusia memiliki pandangan baik terhadap warga AS kala itu.

Dari 1990 hingga 1991, ada 74 persen orang Rusia yang diwawancarai dan menyebut AS adalah negara nomor satu yang harus diajak bekerja sama.

Sementara itu ada 51 persen yang menganggap AS adalah negara yang ramah . Orang Rusia juga sempat percaya pada AS dan mengikuti jejak mereka agar dapat menjadi sukses di masa mendatang.

3 dari 6 halaman

2. Dari Cinta ke Benci

Kemesraan antara Rusia dan Amerika Serikat di akhir tahun 1990-an tak berlangsung lama. Banyak orang Rusia yang kecewa.

Sejumlah orang melintas di depan grafiti bergambar Donald Trump dan Vladimir Putin yang dirusak dengan cat di Belgrade, Serbia, Jumat (20/1). Diduga pelaku pengrusakan adalah mereka yang tak suka Trump menjadi Presiden AS. (AP Photo / Darko Vojinovic)

Seperti yang diungkapkan Denis Volkov sosiolog dari Levada Center yang mengatakan, Rusia (pasca-Soviet baru saja lahir) tidak sesuai dengan kriteria politik dan ekonomi orang-orang Barat. Lebih lagi, politisi Amerika yang memainkan peran penting di dunia Barat tidak tertarik untuk bersatu dengan Rusia.

Petinggi-petinggi di Rusia berharap Washington dapat mencabut amandemen Jackson-Vanik (yang membatasi hubungan perdagangan bilateral) dan membantu Rusia bergabung World Trade Organization (WTO).

"Harapan orang Rusia dengan cepat berubah menjadi kekecewaan," ujar Volkov.

"Kebanyakan orang tidak mengerti bahwa Rusia bertransformasi dari negara adidaya menjadi mitra kecil (setelah Uni Soviet runtuh) dan masih harus belajar dari senior-seniornya. Hal ini menyebabkan trauma, sehingga muncul paham anti-Amerika," tambah Volkov.

4 dari 6 halaman

3. Era Konflik

Situasi memburuk pada 1999, setelah sejumlah kegilaan Amerika Serikat yang tidak Rusia dukung. Sebut saja, Yugoslavia, Kosovo, dan pengeboman di Irak. Pada saat yang sama, AS mengkritik Perang Chechnya II, mendukung ekspansi NATO ke timur, dan mundur dari Perjanjian Antimisil Balistik.

Warga melewati mural bergambar calon Presiden AS, Donald Trump dan Presiden Rusia, Vladimir Putin sedang berciuman di Vilnius, (13/5). Mural ini dibuat sebagai sindiran terhadap Donald Trump dan Vladimir Putin. (AFP PHOTO/Petras Malukas)

Untuk pertama kalinya setelah terbentuknya Rusia modern, AS memuncaki daftar negara-negara yang menurut survei, dianggap mengancam Moskow sebanyak 35 persen.

Beda halnya dengan periode singkat di awal tahun 2000, saat Presiden Rusia Vladimir Putin mendukung perang terhadap terorisme -- kala itu George Bush menjabat sebagai presiden Amerika Serikat.

AS menginvasi Irak pada 2003 dan Libya pada 2011. Rusia bertikai dengan Georgia pada 2008, mendapatkan kembali Crimea, dan mendukung pemberontak di Ukraina Timur pada 2014. Atas semua kejadian ini, kedua negara menganggap satu sama lain melanggar hukum internasional dan mengejar kepentingan negara.

5 dari 6 halaman

4. Peran Media

Presiden AS, Donald Trump (kanan) bersalaman dengan Presiden Rusia Vladimir Putin saat bertemu di KTT G20, di Hamburg, Jerman (7/7). Kedua pemimpin iini bertemu selama setengah hingga satu jam. (AFP Photo/Soul Loeb)

Denis Volkov percaya bahwa media Rusia yang dikontrol pemerintah berperan dalam menyebarkan paham anti-Amerika ini.

Vladimir Vasilyev, kepala peneliti di Institut Kajian AS dan Kanada di Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia (RAN), percaya bahwa di AS juga tersebar paham anti-Rusia yang disebarluaskan media di negara itu.

Mengomentari hasil survei media AS, Vasilyev mengatakan, "Setelah keruntuhan Uni Soviet, penguasa-penguasa AS hampir tidak melakukan apa-apa untuk mengubah pandangan buruk terhadap Rusia."

6 dari 6 halaman

5. Pemerintah dan Rakyat Tidak Sama

Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin (AFP)

Tidak peduli seburuk apa hubungan politik antara kedua negara, hal itu tidak mempengaruhi sikap rakyatnya terhadap satu sama lain.

"Orang Rusia tidak memiliki pikiran negatif terhadap orang Amerika sebagai sebuah bangsa sekalipun ketegangan politik tetap ada," ujar Sergei Kislyak.

Perspektif ini hal yang lumrah di kalangan orang Rusia. Sebagai contoh, Sergey Kozin seorang editor dan penerjemah yang mengatakan, Musuh itu samar dan tak berwajah. Orang Rusia akan menyukai orang Amerika dan memperlakukan mereka dengan baik.

Video Terkini