Sukses

Bukan Militer, Ini Cara Redakan Ketegangan Korea Utara

Sejumlah ahli mengungkap bahwa penggunaan kekuatan militer merupakan pilihan terakhir yang dapat dilakukan terhadap Korea Utara.

Liputan6.com, Jakarta - Hingga 4 Juli 2017, Korea Utara telah melakukan 17 kali uji coba misil. Dunia internasional berulang kali mengutuk apa yang telah dilakukan negara yang dipimpin oleh Kim Jong-un tersebut.

Tak hanya menimbulkan ketegangan di Semenanjung Korea akibat uji coba misil, sejak lama Korea Utara telah mendapat sorotan global karena adanya sejumlah laporan atas adanya dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Politikus Indonesia yang pernah menjabat sebagai Pelapor Khusus PBB untuk situasi Hak Asasi Manusia di Korea Utara, Marzuki Darusman, mengatakan bahwa pelanggaran HAM di sana sudah dapat dipastikan.

"Yang jelas, pelanggaran HAM sudah dapat dipastikan dengan adanya laporan komisi penyelidik itu. Masalah HAM dan keamanan sudah dipastikan, oleh karena itu saat ini (kasusnya) sudah ada di Dewan Keamanan PBB dan dengan demikian banyak jalan untuk menggugat," ujar Marzuki saat ditemui awak media dalam resepsi penganugerahan Bintang Jasa Jepang 2017, The Order of the Rising Sun, Gold and Silver Star, pada 21 Juli 2017.

Seperti diungkapkan Marzuki, komunitas internasional menganggap bahwa Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong-un merupakan pihak yang paling bertanggung jawab atas situasi yang terjadi di Korea Utara maupun Semenanjung Korea.

"Dunia internasional harus memiliki ketetapan hati untuk meneruskan proses menuntut tanggung jawab, dan itu memerlukan suatu proses jangka panjang," imbuh dia.

Awalnya, tekanan terhadap Korea Utara dianggap dapat mengatasi masalah tersebut. Namun, menurut Marzuki hal tersebut tak berjalan seperti apa yang diharapkan.

"Saya rasa dibutuhkan persatuan dari seluruh negara, termasuk China karena sudah jelas, China dapat melakukan banyak hal untuk mengatasi masalah ini," ujar pria yang juga terlibat dalam pembuatan laporan komisi penyelidikan mengenai situasi pelanggaran HAM di Korea Utara.

"Perekonomian Korea Utara lebih dari 70 persennya ada di tangan China dan oleh karena itu, seharusnya ada pesan yang jelas dari China terhadap Korea Utara bahwa ini bukanlah situasi yang dapat diterima, dan China memainkan peranan penting dalam masalah tersebut," jelas pria kelahiran 26 Januari 1945 itu.

Menurutnya, saat ini dunia internasional selalu mengambil langkah-langkah positif untuk selalu melibatkan Korea Utara agar mau keluar dari isolasi dan terlibat dalam proses dialog.

"Dialog ini bisa keras, tapi selama itu masih dialog, akan lebih baik dibanding saling membalas rudal," ujar Marzuki.

Hal tersebut senada dengan apa yang diucapkan oleh Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Masafumi Ishii. Ia menyebut, penggunaan kekuatan militer terhadap Korea Utara merupakan pilihan terakhir.

"Saya rasa tidak ada pihak yang berfokus pada pilihan dengan menggunakan militer, karena semua orang tahu bahwa pilhan tersebut dapat menimbulkan banyak korban. Meski menggunakan militer merupakan pilihan terakhir, ini bukan lah waktu untuk menggunakan pilihan tersebut," ujar Dubes Ishii.

 

Simak video berikut ini: