Sukses

Nestapa Pekerja Kantin Facebook, Miskin dan Tak Punya Rumah

Kehidupan para kontraktor yang bekerja untuk kantin Facebook jauh terpuruk dibanding para karyawan Facebook itu sendiri.

Liputan6.com, Menlo Park - CEO dan pendiri Facebook, Mark Zuckerberg sepanjang tahun 2017 berkeliling Amerika Serikat. Ia mempunyai misi pribadi untuk mempelajari harapan dan tantangan warga AS.

Dalam berbagai kesempatan, Zuckerberg terlihat mengendarai traktor, bertemu dengan bekas pecandu heroin dan berceramah tentang ketidaksetaraan kesehatan dan kemakmuran.

Namun, Nicole, salah seorang pekerja di salah satu kafetaria di kantor Facebook bertanya-tanya, "Akankah dia akan datang ke sini?"

Ia berharap sang CEO itu datang ke sebuah lokasi, yang letaknya hanya beberapa mil dari kompleks rumah Zuckerberg -- yang terdiri atas lima bangunan -- di Palo Alto dan hanya beberapa blok dari dari Menlo Park, markas Facebook.

Tempat yang ia maksud berada di sebuah jalanan yang tenang, di mana rumah-rumah model bungalow berjejer.

Di sana lah Nicole, Victor -- suaminya yang juga kerja di kantin Facebook, dan tiga anak mereka yang masih kecil tinggal. Bukan, mereka tak tinggal di dalam bungalow, melainkan menempati sebuah garasi yang cukup menampung dua mobil.

"Mark (Zuckerberg) tak perlu berkeliling dunia," kata Nicole seperti dikutip dari The Guardian, pada Rabu (26/7/2017). "Ia justru harus melihat apa yang terjadi di kota ini," lanjutnya.

Keluarga yang berisi lima orang itu tinggal berimpitan di garasi sebelah rumah orangtua Victor selama tiga tahun.

Tiga tempat tidur yang berantakan tergeletak di belakang ruangan. Sementara, sofa dan meja jadi penanda 'ruang keluarga'.

Baju-baju tergantung rapi dari di dekat pintu masuk garasi. Keluarga itu harus ke rumah sebelah untuk menggunakan kamar mandi dan dapur.

"Ini jelas tak mudah," kata Victor. "Apalagi di saat hujan turun."

"Anak perempuan kami terus-menerus bertanya kapan dia dapat kamar sendiri. Kami tak tahu harus menjawab apa," timpal Nicole.

Pada akhir pekan lalu, pasangan itu bersama 500 pekerja kantin Facebook memilih bergabung dengan serikat pekerja, Unite Here Local 19.

Dengan berserikat, para pekerja dalam industri teknologi berharap bisa mencapai standar kehidupan yang lebih baik.

Baik Facebook maupun kontraktor layanan makanan, Flagship Facility Services, menentang pembentukan serikat pekerja.

Victor, 29, dan Nicole, 26, berpose dengan anak-anak mereka, digarasi yang disulap jadi rumah di Menlo Park, California. (Andrew Burton untuk Guardian)

Bekerja di kafetaria Facebook adalah pekerjaan yang cukup membuat iri dalam banyak hal.

Nicole menghasilkan US$ 19,85 per jam karena bekerja malam, sementara Victor menghasilkan US$ 17,85. Angka itu jauh di atas upah minimum US$ 15 per jam untuk kontraktor yang didirikan Facebook pada tahun 2015.

Namun, mereka tinggal sewilayah dengan para insinyur perangkat lunak yang dibayar empat kali lipat lebih. Semua serba mahal di Palo Alto, terutama untuk menyewa rumah yang layak.

Sementara, para pekerja di kantin tak bisa mendapat layanan kesehatan negara karena dianggap 'cukup kaya' untuk ukuran negara bagian.

Namun, uang mereka tak cukup untuk membeli asuransi kesehatan yang ditawarkan oleh perusahaan. 

Victor bahkan baru saja meminjam uang dari ibunya untuk mengadakan pesta ulang tahun untuk salah satu putrinya, dan dari seorang teman untuk membayar layanan dokter gigi.

"Di masa lalu, sebelum banyak perusahaan komputer, upah saya dianggap cukup besar," kata Victor,

"Tapi semenjak Facebook masuk ke sini, semuanya sangat mahal. Kadang saya harus meminjam uang. Kami kerap kekurangan tiap bulannya," lanjut Victor.

Terkadang, pasangan ini rindu pada hari-hari di mana Facebook belum masuk ke Menlo Park.

Ketika Victor tumbuh dewasa, ayahnya bisa membeli rumah kecil di sana dari penghasilannya sebagai penata taman.

Di awal-awal hubungan mereka, Nicole dan Victor memperoleh sekitar US$ 12 per jam sebagai manajer di Chipotle dan mampu membeli apartemen mereka sendiri.

"Saya merasa lebih aman dengan pekerjaan saya yang dulu. Tak ada yang melihat saya begitu rendah, " kata Nicole. Sekarang dia bekerja di kafetaria "Epic" dan "Living the Dream", dan jarak antara dua kelas pekerja Facebook bisa terasa sangat besar.

"Mereka menganggap kami rendah, seperti kami bukan siapa-siapa," kata Nicole soal perlakuan karyawan Facebook. "Kami tidak bisa mewujudkan mimpi kami. Para pekerja IT itu yang justru mewujudkan mimipi-mimpi mereka. Ini semua untuk mereka."

Tak hanya itu, pekerja kafetaria tidak dapat mengakses layanan kesehatan dari klinik medis Facebook. Facebook baru-baru ini mengadakan acara "Bring your kids to work", tapi anak-anak pekerja kafetaria tidak diperbolehkan.

"Motivasi kami bukan untuk menjelek-jelekkan perusahaan," kata Nicole. "Ini demi keluarga kami. Mengapa kami harus hidup seperti ini, ketika perusahaan tempat kami bekerja memiliki sumber daya untuk membuat hidup lebih baik? "

"Kami tidak meminta jutaan," tambah Victor. "Saya hanya ingin tidak khawatir ketika saya atau keluarga saya sakit dan perlu pergi ke dokter. Itulah alasan kami membuat serikat pekerja."

Seorang juru bicara Facebook mengatakan bahwa tidak ada kontingen atau pekerja kontrak perusahaan yang memiliki akses ke fasilitas seperti klinik, gym, atau kebijakan bawa anak ke kantor. Pihak media sosial raksasa itu mengatakan ada kebijakan berbeda antara para kontraktor dan pekerja tetap Facebook.

Meski demikian, dalam pernyataannya, Facebook mengklaim tak ada bedanya kebijakan antara pekerja kontraktor macam Nicole dan Victor dengan karyawan mereka.

"Kami berkomitmen untuk menyediakan lingkungan kerja yang aman dan adil bagi semua orang yang membantu Facebook mendekatkan diri ke seluruh dunia, termasuk kontraktor," kata juru bicara tersebut dalam sebuah pernyataan.

Seorang juru bicara Flagship mengatakan bahwa pihaknya "mengharapkan adanya hubungan positif dan produktif dengan serikat pekerja". Perusahaan menolak berkomentar mengenai kebijakan untuk para pekerja di markas Facebook.

 

Video Terkini