Liputan6.com, Yerusalem - Pada Jumat, 14 Juli 2017, sebuah penembakan terjadi di situs suci Masjid Al Aqsa di Kota Tua Yerusalem. Dua polisi Israel tewas, demikian pula dengan tiga pelaku.
Usai insiden itu, salat Jumat dibatalkan dan kawasan Masjid Al Aqsa ditutup.
Penutupan terus berlanjut, hingga pemerintah Israel diketahui memasang metal detector dan pintu putar di depan Masjid Al Aqsa, Yerusalem.
Advertisement
Kebijakan itu, memicu demonstrasi besar. Unjuk rasa rakyat muslim Palestina berujung kericuhan dengan polisi Israel, yang menyebabkan 50 demonstran terluka. Empat di antara korban luka merupakan petugas medis.
Lima belas korban lain terluka karena terkena tembakan peluru karet polisi Israel. Salah satu korban luka teridentifikasi sebagai mantan Mufti Yerusalem, Sheikh Ikirima Sabri.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyerukan rakyatnya untuk memprotes keputusan Israel yang menerapkan pengetatan masuk Masjid Al Aqsa.
Selain di Yerusalem, faksi Hamas yang menguasai Gaza juga menyerukan warga Palestina menggelar protes di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Menurut Mufti Yerusalem saat ini, Mohammed Ahmed Hussein, tindakan Israel memperketat pengamanan di Masjid Al Aqsa tidak masuk akal.
Tak lama kemudian, Israel memutuskan untuk membongkar instalasi keamanan.
Â
Baca Juga
Total memanasnya kondisi di Al Aqsa telah berjalan selama 10 hari.
Kondisi tak kondusif yang berkelanjutan di Yerusalem, membuat salah satu media ternama di Amerika Serikat, NBC, mewawancarai beberapa ahli serta penduduk lokal mengenai seberapa signifikannya situs suci yang berada Yerusalem bagi umat Islam dan Yahudi.
Berikut empat hal penting tentang Al Aqsa dan akar masalah perseteruan Israel-Palestina di kawasan itu.
Komplek Al-Haram Asy-Syarif
Area ini terbentang dengan luas 37 hektar di kota tua Yerusalem. Di dalam area tersebut terdapat, situs tersuci ketiga bagi umat Islam Masjid Al Aqsa.
Selain itu, kota yang berlokasi di dataran tinggi Yudea tersebut telah menjadi kota suci bagi tiga agama, Islam Kristen dan Yahudi.
Bagi warga Yahudi, area tersebut dikenal dengan nama Temple Mount.
NBC meneliti konflik di sekitar area tersebut telah berlangsung selama berabad-abad.
Di masa sekarang, pemerintah Israel telah mendirikan kamp pengamanan di area tersebut. Sementara untuk pengendalian upacara dan perayaan keagamaan diserahkan ke pihak Kerajaan Jordania.
Advertisement
Kenapa Penting Bagi Yahudi
Bagi umat Yahudi, Temple Mount atau Bait Suci dipercaya sebagai tempat Nabi Abraham mengorbankan anaknya Isak kepada Tuhan.
Batu tempat Isak dikorbankan kepada Tuhan --sekarang telah menjadi tempat Dome of Rock berdiri-- dikenal sebagai batu fondasi.
Area tersebut juga diyakini sebagai tempat dunia pertama kali diciptakan.
Di wilayah tersebut pula, tempat peribadatan Yahudi pertama serta kedua berdiri dan digunakan untuk menyimpan tabut perjanjian berisi 10 hukum Allah.
"Semuanya itu membuat situs tersebut menjadi yang tersuci bagi umat Yahudi seluruh dunia," ucap Profesor dari Universitas Ibrani Yerusalem, Yitzhak Reiter.
Saking sucinya tempat itu mayoritas penganut Yahudi tidak berani menginjakkan kaki dan berjalan di bait suci tersebut karena takut merusak kesucian tempat tersebut. Dalam peraturan Israel, umat Yahudi hanya diizinkan untuk berkunjung tapi tidak untuk berdoa.
Jika ingin berdoa maka mereka dirujuk untuk beribadah di Tembok Barat yang merupakan sisi dari bait suci kedua kaum Yahudi.
Umat Yahudi yang berdoa di Tembok Barat akan memanjatkan seluruh doanya menghadap ke arah bait suci.
"Ini adalah pusat dari hati orang Yahudi" ucap seorang warga Yahudi Israel Ari Shames.
"Kami berharap dan berdoa agar dunia bebas melihat bait suci sebagai tempat damai dan sebagai tempat terbuka bagi semua orang," jelas Shames.
Kenapa Penting bagi Umat Islam
Umat Islam percaya Al Aqsa dulunya adalah sebuah tugu batu yang dibangun Nabi Yakub dan Nabi Sulaiman.
Dalam Alquran dituliskan bahwa sebelum Nabi Muhammad naik ke surga, terlebih dulu melakukan perjalanan dari Mekah ke Al Aqsa.
Al Aqsa dulunya sebagai dijadikan umat Islam sebagai kiblat saat salat sebelum digantikan oleh Mekah.
"Al Aqsa merupakan ikon kami, slogan kami dan darah kami," ucap warga kota suci Yerusalem, Ahmad Shaheen.
"Saya lahir 100 meter dari Al Aqsa. Jadi identitas saya sangat terkait dengan masjid ini, Masjid tersebut merupakan tempat suci kami," papar dia.
Shaheen menambahkan, Al Aqsa sebenarnya lebih dari tempat suci. Tapi juga melambangkan kebebasan Palestina melawan pendudukan Israel.
"Sejak kecil saya belajar Israel ingin mengendalikan Al Aqsa, saya kesana bukan cuma untuk berdoa tapi juga melawan pendudukan," sebut dia.
"Saat saya mengatakan saya orang Palestina berarti saya dari Al Aqsa di Yerusalem," ucapnya.
Advertisement
Kenapa Konlfik Terjadi
Profesor Yitzhak Reiter dari Universitas Ibrani menyebut konflik di Al Aqsa terjadi karena penyampaian aspirasi dan keinginan yang berbeda-beda dari umat Yahudi dan Muslim.
"Muslim Palestina menganggap mereka adalah penjaga Masjid Al Aqsa, dan umat Yahudi (sejak mereka kembali ke Israel), melihat mereka adalah umat yang telah kembali ke Zion (Yerusalem, dan pusat dari Zion adalah bait suci," paparnya.
Jadi dalam pandangan Reiter tensi di Yerusalem diartikan sebagai perjuangan menegakkan yurisdiksi.
Indikasi bahwa masalah yang berkaitan dengan Al Aqsa adalah sensitif bermula pada 2000. Tahun tersebut merupakan waktu di mana negosiasi untuk mendirikan negara Palestina gagal tercapai.
Di tahun tersebut pula, tokoh oposisi Israel Ariel Sharon mengunjungi situs suci tersebut. Kunjungan ini memicu pemberontakan warga Palestina.
Setelah itu, perjuangan untuk melawan pendudukan Israel pun dilanjutkan. Oleh sebab itu, ketegangan seperti tak pernah lepas dari kawasan sekitar Al Aqsa.
"Jelas, mengendalikan dan mempermasalahkan kedaulatan Al Aqsa adalah untuk perbuatan Israel untuk membenarkan orang Israel bukan pendatang tapi telah kembali ke tempat mereka berada," sebut Direktur Pariwisata dan Situs Antik Yerusalem, Yousef Al-Natshah.
Dia menambahkan, orang Palestina percaya pengetatan keamanan di Masjid Al Aqsa merupakan langkah kecil menuju rekonstruksi pembangunan ulang Bait Suci pertama umat Yahudi.
"Ini bukan terjadi satu dua malam saja, ini seperti dimengerti warga Palestina, adalah sebuah rencana jangka panjang Israel," sebutnya.