Liputan6.com, Moskow - - 31 Juli 1991 menjadi tonggak awal untuk menuju perdamaian dan keamanan dunia dari ancaman senjata pemusnah massal nuklir. Pada hari itu, dua kekuatan dunia, yakni Amerika Serikat dan Uni Soviet meneken perjanjian untuk mengurangi jumlah senjata nuklir yang dihadapi masing-masing negara.
Di perjanjian bertajuk "Start" ini, AS dan Soviet sepakat untuk mengurangi sekitar 35% senjata nuklir yang mereka miliki. Kesepakatan ini ditandatangani di Moskow oleh Presiden AS George HW Bush dan Pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev.
Dalam konferensi pers bersama, Presiden Bush menyebut perjanjian ini sebagai "sebuah kemajuan untuk memudarkan ketegangan dunia yang selama ini tercipta selama setengah abad". Sebelumnya AS dan Uni Soviet terlibat perang dingin, saling serang propaganda.
Advertisement
Sementara, Gorbachev dalam kesempatan tersebut mengatakan, kesepakatan pengurangan senjata ini "irreversibel", mutlak harus dilakukan. Kendati dia bilang masih banyak langkah konkret dan proses panjang yang harus dilakukan.
Perjanjian "Start" antara Blok Barat dan Blok Timur ini saja misalnya, baru tercapai setelah 9 tahun bernegosiasi. Demikian seperti dimuat BBC.
Menurut Gorbachev, selain mengurangi stok senjata rudal sekitar 35%, rudal balistik antarbenua milik Uni Soviet juga akan dikurangi eksistensinya hingga mencapai 50%.
Sebenarnya kubu Amerika dan Soviet pernah melakukan kesepakatan pada tahun 1972 dan 1979 dalam perjanjian Salt", garam. Kedua pihak menyepakati untuk membatasi jumlah rudal nuklir jarak jauh.
Namun pada akhirnya, perjanjian terdahulu tersebut tetap dianggap tak membuat dunia aman. AS dan Soviet masing-masing masih memiliki 9.000 dan 7.000 hulu ledak. Juga belum ada kesepakatan terkait senjata luar angkasa dan rudal jelajah dari laut.
Perjanjian Start di Moskow ini terjadi saat Uni Soviet tengah digoncang krisis ekonomi dan politik. Saat itu, banyak wilayah memberontak untuk memisahkan diri dari Soviet. Yang akhirnya pada Desember 1991, Uni Soviet terpecah menjad sejumlah negara.
Perjanjian Start berlanjut ke masa pemerintahan selanjutnya, hingga Perjanjian Start III yang dilakukan Presiden AS Bill Clinton dan Presiden Rusia Boris Yeltsin yang juga sepakat mengurangi jumlah nuklir. Kesepakatan terbaru pada 2012 bertajuk Treaty of Moscow menghasilkan pengurangan 1.700 dan 2.200 hulu ledak.
Sejarah lain mencatat pada tanggal 31 Juli 1963, Persetujuan Manila disepakati dan ditandatangani oleh tiga pihak, yakni Federasi Malaya, Republik Filipina, dan Republik Indonesia. Persetujuan Manila ini terkait pemilu di Sabah (Borneo Utara) dan Sarawak melalui sebuah pemilu bebas dan tidak ada paksaan.