Sukses

PM Malaysia Ingin Bahasa Melayu Jadi Bahasa Resmi ASEAN

PM Najib menargetkan keinginannya bisa terwujud setidaknya pada 2050.

Liputan6.com, Kuala Lumpur - Perdana Menteri Malaysia Najib Razak menginginkan bahasa Melayu dijadikan bahasa resmi di ASEAN. Ia menargetkan, keinginannya bisa terwujud pada 2050.

Menurut dia, versi beragam bahasa Melayu dipakai oleh 290 juta warga ASEAN, termasuk di beberapa negara seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei.

Ia menambahkan, komunitas besar Melayu di selatan Thailand juga memakai bahasa Melayu dalam berkomunikasi.

"Saat kita menuju 2050, saya berharap bisa melihat bahasa Melayu menjadi bahasa resmi dan utama," ujar Najib, seperti dikutip dari Asia Correspondent, Selasa (1/8/2017).

Najib menyatakan, ia tidak sembarang mengungkapkan ide tersebut. Ada beberapa alasan kuat kenapa bahasa Melayu harus jadi bahasa pengantar di ASEAN.

"Sebagai negara beraneka ragam budaya, bahasa Melayu digunakan sebagai alat persatuan, dan untuk memastikan adanya perdamaian dan harmoni," ucap Najib.

"Penguasaan bahasa Melayu di antara orang-orang Malaysia telah selesai dan direncanakan dalam cara yang inklusif, dan di saat bersama bahasa lain seperti Inggris tetap kami hormati dan tidak kami abaikan," ucap dia.

Saat ini bahasa pengantar resmi di ASEAN adalah Inggris. Sementara itu, 10 bahasa resmi yang jadi pengantar percakapan sehari-sehari di negara anggota ASEAN.

Bahasa tersebut adalah Burma, Indonesia, Filipina, Khmer, Laos, Melayu, Mandarin, Tamil, Thailand, dan Vietnam.

Di Malaysia, warga keturunan Tionghoa kerap berbicara bahasa Mandarin, Kanton, dan Hakka. Sementara, warga etnis India di negeri jiran berbicara bahasa Tamil.

2 dari 2 halaman

Peluang Bahasa Indonesia Jadi Bahasa ASEAN

Pada 2016, pakar bahasa dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Dr Suhartono SPd MPd mengatakan, bahasa Indonesia punya potensi jadi bahasa pengantar di ASEAN.

 

Selain beragam budaya dan tempat wisata, Indonesia juga memiliki bahasa yang beragam.

"Ada dua bahasa yang berpotensi menjadi bahasa ASEAN, yakni bahasa Indonesia dan bahasa Melayu," kata dosen Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unesa itu kepada Antara.

Namun, ia meyakini bahasa Indonesia lebih berpotensi daripada bahasa Melayu karena setidaknya ada empat argumentasi yang ilmiah, meski pemerintah masih perlu melakukan diplomasi.

"Keempat argumentasi itu adalah bahasa Indonesia itu sudah banyak dipelajari pada banyak negara, mudah dikuasai, laju perkembangannya fantastis, dan sebagian kosakata Indonesia juga ada di dalam bahasa negara-negara ASEAN," katanya.

Senada dengan Suhartono, Rektor Unesa Prof Warsono mendukung penuh dijadikannya bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar di ASEAN.

"Unesa turut mendorong bahasa Indonesia menjadi bahasa ASEAN, karena pengguna bahasa Melayu mencakup 60-70 persen penduduk ASEAN di Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam," katanya.Â