Sukses

Unggah Foto dalam Jumlah Besar ke Medsos adalah Tanda Depresi?

Peneliti dari Universitas Harvard dan Vermont merancang aplikasi yang dapat mengidentifikasi pengguna sosial media yang mengalami depresi.

Liputan6.com, New York - Mengunggah sebuah foto ke akun media sosial adalah sesuatu hal yang lumrah. Media sosial diciptakan agar masyarakat, komunitas dan individu dapat terhubung meski terpisah jarak dan waktu.

Namun, patut berhati-hati dengan kebiasaan mengunggah sebuah foto ke akun sosial media dalam jumlah yang besar setiap hari.

Dikutip dari laman Telegraph, Selasa (8/8/2017), sebuah penelitian baru merilis, seseorang yang cenderung mengunggah foto dalam jumlah besar dalam satu hari ke sosial media dapat menimbulkan gejala depresi.

Peneliti juga mengungkap, seseorang yang cenderung mengalami depresi akan mengunggah foto yang kerap menunjukkan bagian wajah. Tak hanya itu, penggunaan filter yang berlebihan dan konsep foto secara detail menjadi salah satu gejala awal pengidap depresi tersebut.

Para peneliti dari Universitas Harvard dan Vermont telah merancang sebuah aplikasi yang dapat mengidentifikasi pengguna sosial media yang memiliki kecenderungan tersebut.

Aplikasi itu akan menunjukkan tingkat risiko yang akan dihadapi oleh seseorang melalui sistem yang telah dirancang sedemikian rupa.

Studi yang dirilis oleh tim Harvard dan Vermont menyebut, seseorang yang memiliki kecenderungan depresi akan memposting sebuah foto dengan filter yang lebih gelap dan menarik perhatian followers untuk mengisi kolom komentar.

"Dengan meningkatnya interaksi sosial yang terjadi secara online, dapat menyebabkan tanda peringatan dini untuk sejumlah penyakit mental," ujar Dr Christopher Danforth, salah satu tim peneliti.

"Bayangkan saja, sudah banyak aplikasi mengedit foto dan memberi filter yang dapat secara mudah kita unduh dari telepon seluler kita. Hal ini terdengar biasa, tetapi akan menimbulkan risiko besar dalam hidup Anda," tambahnya.

Tim riset menggunakan program komputer untuk menganalisis lebih dari 43 ribu foto. Tak hanya itu, peneliti juga merekrut 166 pengguna media sosial yang sangat populer dan memiliki jumlah pengikut yang banyak.

Setelah diuji coba, peneliti dapat membedakan siapa saja yang masuk dalam kategori berisiko depresi tinggi.

"Meski hanya memiliki ukuran sampel yang relatif kecil, tim riset dapat mengamati perbedaan jenis foto yang diunggah oleh individu yang mengalami depresi dan yang tidak depresi," ujar Dr Andrew Reece.

"Tim kami juga dapat membedakan kapan seseorang mulai mengalami risiko depresi tersebut. Bermula pada filter gelap yang mereka gunakan," tambahnya.

Untuk itu, tim peneliti akan terus mengkaji studi ini lebih lanjut dengan menambah jumlah sampel. Dengan demikian hasilnya akan terlihat lebih jelas sehingga dapat dijadikan acuan dan peringatan dini bagi pengguna media sosial.

 

 

Saksikan video menarik berikut ini: