Sukses

Kemlu Terima 2 Informasi soal Kewarganegaraan Johannes Marliem

Jubir Kemlu Arrmanatha Nasir menyebut pihaknya pihaknya telah menerima 2 informasi. Seluruh informasi tengah ditelusuri keberanannya.

Liputan6.com, Jakarta - Salah seorang saksi dalam kasus korupsi e-KTP Johannes Marliem meninggal dunia di Los Angeles, Amerika Serikat (AS).

Johannes disebut-sebut sebagai saksi kunci dalam kasus yang diduga merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun itu.

Kematian mendiang meninggalkan banyak tanda tanya, termasuk terkait status kewarganegaraannya. Sejumlah kabar beredar menyebut, status Johannes sudah bukan lagi warga negara Indonesia.

Menanggapi pertanyaan tersebut, juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan, pihaknya telah menerima beberapa informasi.

"Kami mendapat dua informasi terkait dengan status kewarganegaraannya," sebut pria yang kerap disapa Tata di kantor Kemlu, Senin (14/8/2017).

Meski mengaku telah mendapat informasi, Tata tidak memberikan detail data seperti apa yang telah diterimanya. Dia hanya mengatakan akan menelusuri kebenaran kabar tersebut.

"Kami sampai sekarang mencoba mengonfirmasi lebih dalam terkait status kewarganegaraannya," ujar dia.

Kematian Johannes dikonfirmasi oleh juru bicara Komisi Pemberantas Korupsi, Febri Diansyah, Jumat, 11 Agustus 2017.

"Kami mendapatkan informasi bahwa benar yang bersangkutan Johannes Marliem sudah meninggal dunia," ujar Febri.

Febri mengaku KPK belum mengetahui penyebab dari kematian Johannes Marliem. Namun, berdasarkan informasi yang beredar, Marliem meninggal dunia karena bunuh diri di kediamannya di Amerika Serikat.

"Sampai saat ini, kami belum mendapat informasi rinci peristiwanya karena terjadi di Amerika," ucap Febri.

Johannes Marliem adalah Direktur Biomorf Lone LLC, Amerika Serikat, perusahaan yang menyediakan layanan teknologi biometrik.

Johannes Marliem merupakan saksi penting untuk membongkar kasus korupsi e-KTP. Sebab, ia diduga memiliki rekaman pertemuan dengan para perancang proyek e-KTP yang juga turut dihadiri oleh Ketua DPR RI. Rekaman tersebut disimpan oleh Marliem selama empat tahun lamanya.