Liputan6.com, Teheran - Presiden Iran Hassan Rouhani memberikan peringatan pada pihak Barat, terutama Amerika Serikat. Ia menyebut, Teheran (Tehran) bisa saja hengkang dari kesepakatan nuklir 2015 dan me-restart program pengayaan uranium hanya dalam hitungan jam.Â
Jika itu dilakukan, kata Rouhani, akan membawa Iran ke tingkat yang lebih maju dibanding pada tahun 2015, ketika negara itu menandatangani kesepakatan nuklir dengan sejumlah kekuatan dunia.
Baca Juga
Presiden Iran mengatakan, ancaman itu akan diwujudkan jika Amerika Serikat terus menerapkan sanksi baru.
Advertisement
Dalam pidatonya di parlemen pada 15 Agustus, Rouhani juga mengatakan bahwa Amerika Serikat bukan mitra yang baik.
"Mereka yang mencoba kembali ke bahasa ancaman dan sanksi, sejatinya merupakan tahanan dari delusi masa lalu," ujar Rouhani dalam sebuah pidato yang disiarkan di televisi seperti dikutip dari Al Jazeera, Rabu (16/8/2017).
"Jika mereka ingin kembali ke pengalaman itu, pastikan dalam waktu singkat, bukan berminggu-minggu atau berbulan-bulan, tapi dalam hitungan jam dan hari, kita akan kembali ke situasi yang jauh lebih kuat dalam sebelumnya," kata Rouhani.
Pria kelahiran 1948 itu juga mengatakan bahwa Presiden AS Donald Trump menunjukkan bahwa ia merupakan mitra yang tak bisa diandalkan, tak hanya bagi Iran, tapi juga sekutunya.
"Dalam beberapa bulan terakhir, dunia telah menyaksikan bahwa AS, selain mengingkari janjinya soal kesepakatan nuklir secara terus-menerus dan berulang, telah mengabaikan beberapa kesepakatan global lainnya dan menunjukkan pada sekutunya bahwa AS bukanlah mitra yang baik," ujar Rouhani.
Pernyataan Rouhani itu dilontarkan di tengah meningkatnya ketegangan Iran dan Washington. Masing-masing pihak saling menuduh lainnya telah melanggar kesepakatan tersebut.
Pada akhir Juli lalu Departemen Keuangan AS menjatuhkan sanksi kepada enam perusahaan Iran atas perannya dalam pengembangan program rudal balistik. Hal itu dilakukan setelah Tehran meluncurkan sebuah roket yang mampu menempatkan satelit ke orbit.
Tak lama setelahnya, Trump menandatangani sanksi baru untuk Iran, Rusia, dan Korea Utara yang ia ajukan ke Kongres. Sanksi tersebut juga menargetkan program misil Iran dan juga pelanggaran hak asasi manusia.
Washington memberlakukan sanksi sepihak setelah mengatakan bahwa uji coba rudal balistik Iran telah melanggar resolusi PBB yang mendukung kesepakatan nuklir tersebut. Mereka juga meminta Tehran untuk tak melakukan kegiatan yang berkaitan dengan rudal balistik, termasuk peluncuran yang dilakukan pada akhir Juli 2017.
Iran membantah bahwa pengembangan rudalnya melanggar resolusi tersebut. Mereka mengatakan bahwa rudalnya tak dirancang untuk membawa senjata nuklir.
Setelah AS memberikan sanksi baru, pada 13 Agustus 2017 Parlemen Iran memutuskan untuk menambah anggaran program nuklir hingga US$520 juta atau sekitar Rp 7 triliun.
Â
Simak video berikut ini: