Liputan6.com, Tokyo - Perjanjian global untuk menyelamatkan jutaan orang dari bahaya keracunan air raksa mulai berlaku pada Rabu, 16 Agustus 2017.
Hal tersebut mulai diberlakukan berdasarkan Konvensi Minamata tahun 2013. Konferensi itu mengambil nama dari sebuah teluk di Jepang -- di mana ikan-ikannya terkontaminasi merkuri dan menyebabkan ribuan orang menderita kerusakan otak berat pada 1956.
Dikutip dari laman Voice of America, Jumat (18/8/2017), Sebanyak 128 negara telah menandatangani perjanjian itu dan 74 di antaranya telah meratifikasinya.
Advertisement
Kepala Lingkungan Hidup Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Erik Solheim mengatakan, Konvensi Minamata bertujuan mengajak masyarakat global melindungi planet dan penduduknya.
Baca Juga
"Hal tersebut dilakukan untuk mengatasi masalah rusaknya lapisan ozon dan sekarang kita melakukannya untuk mengatasi masalah merkuri atau air raksa," ujar Solheim.
Air raksa umumnya digunakan dalam baterai, lampu neon, pembuatan kain beludru, termometer, dan barometer. Penggunaan bahan itu telah berangsur-angsur dikurangi.
Perjanjian tersebut mengharuskan negara-negara menghentikan penambangan merkuri, terus mengurangi penggunaan air raksa dalam industri dan mengurangi emisi.
Air raksa adalah logam sangat beracun yang tidak pernah terurai. Apabila masuk ke dalam tubuh, merkuri menyerang sistem saraf dan dapat menyebabkan kerusakan otak, masalah-masalah emosional serius, koma dan kematian. Anak-anak khususnya sangat rentan terkena dampak air raksa.
Air raksa terbentuk secara alami di alam, tetapi juga dibuat oleh manusia untuk keperluan industri.
PBB mengatakan, air raksa tidak memiliki ambang batas aman dan dan tidak ada obat untuk mengobati keracunan air raksa.
Banyak negara yang menandatangani perjanjian itu harus memenuhi persyaratan keras untuk menyimpan dan membuang limbahnya dengan aman.
Saksikan video menarik berikut ini: