Liputan6.com, Jakarta - Kita berulang kali mendengar nasihat kaum tua agar berhati-hati dengan seseorang yang pernah berselingkuh. Perbuatan itu disebut-sebut amat mungkin berulang lagi di masa depan.Â
Ternyata, nasihat itu memang didukung secara ilmiah dalam suatu penelitian yang diterbitkan pada 2017 dalam jurnal Archives of Sexual Behavior.
Temuannya, orang yang pernah selingkuh dalam relasi pertama akan tiga kali lebih mungkin berselingkuh dalam hubungan berikutnya.
Advertisement
Selain perilaku berulang tersebut, penelitian oleh University of Queensland yang diterbitkan dalam jurnal Evolution and Human Behavior mengkaitkan faktor gen dengan perselingkuhan.
Baca Juga
Para ahli psikologi dan pakar hubungan meluangkan waktu bertahun-tahun untuk mendalami hal yang satu ini. Temuan-temuan dari beberapa penelitian terdengar cukup mengejutkan. Lalu, sebenarnya di manakah batasan perselingkuhan? Secara emosional atau seksual?
Disarikan dari The Independent pada Senin (21/8/2017), berikut ini adalah sejumlah temuan ilmiah terkait perselingkuhan:
1. Ketergantungan Ekonomi
Suatu penelitian tahun 2015 pada 2.800 orang berusia antara 18 dan 32 mengungkapkan bahwa orang yang sepenuhnya tergantung secara ekonomi kepada pasangan lebih berkemungkinan menjadi tidak setia, terutama pada seorang pria yang secara finansial bergantung kepada seorang wanita.
Laporan penelitian yang diterbitkan dalam jurnal American Sociological Review tersebut mendapati bahwa 15 persen kaum pria yang bergantung secara finansial kepada wanita melakukan perselingkuhan.
Sebaliknya, dalam hal seorang wanita bergantung secara finansial kepada seorang pria, angka itu hanya 5 persen.
Yang menarik, semakin tinggi penghasilan seorang pria secara relatif dibandingkan dengan pasangannya, maka semakin menurun kemungkinan pria itu berselingkuh.
Namun, kecenderungan itu berlaku hanya hingga penghasilan kaum pria mencapai 70 persen dari penghasilan bersama. Lebih dari angka itu, kaum pria kembali cenderung berselingkuh.
Sebaliknya, peningkatan penghasilan relatif seorang wanita terhadap pasangannya tidak meningkatkan kecenderungan perselingkuhannya.
Advertisement
2. Jenis Kelamin Perselingkuhan
Pentingkah jenis kelamin kekasih dalam perselingkuhan?
Laporan 2015 dalam jurnal Personal Relationships menyebutkan bahwa kaum pria lebih marah dan cenderung memutuskan hubungan jika pasangannya berselingkuh dengan lawan jenis.
Namun, kaum pria malah penasaran jika pasangan mereka berselingkuh dengan sesama wanita.
Kaum wanita juga mengatakan bahwa mereka merasa lebih negatif jika pasangan mereka berselingkuh dengan wanita lain.
Meski demikian, kaum wanita cenderung memutuskan hubungan jika pasangan mereka berselingkuh dengan sesama pria.
3. Perselingkuhan Seksual atau Emosional?
Penelitian yang dilaporkan pada 2013 dalam jurnal Evolutionary Psychology mengungkapkan bahwa kebanyakan pria heteroseksual menjadi geram jika pasangan mereka memiliki hubungan seksual dengan orang lain, bukan karena jatuh cinta pada orang tersebut.
Sebaliknya, di antara kebanyakan wanita, mereka mengaku lebih geram kepada pasangan mereka jika pasangan jatuh cinta pada wanita lain dan bukan karena telah melakukan hubungan seksual dengan selingkuhannya.
Bicara soal perselingkuhan emosional, Kristin Salaky dari Business Insider merujuk kepada penelitian menarik dalam jurnal American Association of Marriage and Family Therapy.
Dalam peneletian yang dimaksud, sekitar 45 persen kaum pria dan 35 persen kaum wanita mengaku memiliki perselingkuhan secara emosional. Angka-angka itu lebih tinggi daripada 20 persen orang yang mengaku melakukan perselingkuhan secara fisik.
Batasan perselingkuhan secara emosional lebih sukar ditentukan. Sejumlah peringatan akan perselingkuhan jenis ini dibeberkan dalam buku terbitan 2012 berjudul Chatting or Cheating oleh Sheri Meyers.
Misalnya, ketika sedang cekcok, pada ujungnya pasangan bicara soal mengakhiri hubungan. Atau, pasangan menjadi defensif atau berkelit ketika ditanya tentang pertemanan dengan seseorang.
Advertisement
4. Siapa yang Lebih Cenderung Berselingkuh?
Laporan baru-baru ini dalam New York Magazine menyebutkan bahwa perselingkuhan sekarang ini bukan lagi ranah milik kaum pria.
Artinya, kemungkinan perselingkuhan oleh seorang wanita setara dengan kemungkinan perselingkuhan oleh seorang pria.
Misalnya, terbitan jurnal Archives of Sexual Behavior pada 2011 mendapati kira-kira 23 persen kaum pria dan 19 persen kaum wanita dalam hubungan heteroseksual mengaku telah mencurangi pasangan mereka.
Â
Saksikan juga video menarik berikut ini:
5. Perbaikan Hubungan Setelah Perselingkuhan
Kepada Business Insider, M. Gary Neuman mengatakan bahwa hubungan masih mungkin diperbaiki setelah salah satu pasangan berselingkuh.
Penggagas program video "Creating Your Best Marriage" tersebut membeberkan tiga panduan terkait pemulihan:
1. Pelaku selingkuh merasa menyesal dan ingin mengubah hidupnya.
2. Korban telah memastikan bahwa si pelaku selingkuh telah sepenuhnya berhenti melakukan perbuatannya.
3. Sebaiknya korban tidak mengajukan pertanyaan yang peka tentang apa yang sesungguhnya terjadi antara pelaku selingkuh dengan kekasih dalam perselingkuhan.
Lalu, apa yang mencegah seseorang melakukan perselingkuhan?
Penelitian yang pada 2017 diterbitkan dalam Journal of Sex Research mengungkapkan alasan seseorang tidak mau selingkuh.
Penelitian itu melibatkan 400 orang di Israel yang berusia antara 24 hingga 60 tahun, sudah menikah lebih dari 1 tahun, dan memiliki satu anak atau lebih.
Ada empat alasan utama untuk tidak selingkuh, yaitu moralitas, dampak kepada anak, ketakutan hidup sendiri, dan dampak kepada orang lain – terutama pada diri pasangan di luar nikah.
Alasan moralitas dan kekhawatiran dampak kepada orang lain menjadi jawaban utama para peserta yang religius.
Sementara itu, para penjawab yang sekuler cenderung memandang ketakutan menjadi sendiri sebagai alasan untuk tidak berselingkuh.
Advertisement