Liputan6.com, Perth - Kejahatan perbudakan modern berlangsung diam-diam. Membawa keuntungan berlimpah bagi para pelakunya, sebaliknya, menjerat puluhan juta manusia yang menjadi korban.
"Diperkirakan ada 45,8 juta orang yang terjerat dalam perbudakan modern di seluruh dunia. Dua pertiganya berada di wilayah Indo Pasifik," kata Andrew Forrest, salah satu ketua "Bali Process Government and Business Forum" dari sektor swasta dan bisnis, di Perth, Australia, Kamis (24/8/2017).
Chairman Fortescue Metals Group tersebut menambahkan, perbudakan modern tidak memilih usia, kebangsaan, maupun jenis kelamin para korbannya.
Advertisement
Baca Juga
Dan disadari atau tidak, dampak dari praktik mengerikan perbudakan modern masuk dalam kehidupan kita melalui rantai pasokan barang yang dihasilkan dari pabrik-pabrik, pertambangan, peternakan, industri rumah tangga, peternakan, juga kapal-kapal penangkap ikan.
Forrest menambahkan, itu mengapa diperlukan kolaborasi regional, yang lintas sektoral, untuk memberantas jejaring kejahatan perbudakan modern yang kompleks.
"Ini adalah kali pertamanya Bali Process Government and Business Forum diselenggarakan. Ada lebih dari 30 perusahaan dan perwakilan bisnis yang berkumpul untuk menyusun strategi, bermitra dan mengatasi masalah ini," kata dia.
Forrest menekankan pentingnya menjaga kebersihan rantai pasokan barang sebagai cara untuk memberantas perbudakan.
Dia menambahkan, melakukan bisnis secara bertanggung jawab adalah kunci bagi para pengusaha untuk menjadi pemimpin di bidangnya. "Mendapatkan keuntungan dari bisnis yang bertanggung jawab lebih kuat dibandingkan hanya melakukan tindakan filantropi."
Risiko perbudakan modern dalam rantai pasokan juga terkait isu moralitas, sekaligus menjadi ancaman bagi kinerja jangka panjang bisnis.
"Sulit untuk menemukan contoh peradaban atau sebuah negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi dan sosial yang makmur atau berkelanjutan, namun di sisi lain memungkinkan perbudakan modern berkembang," kata Andrew Forrest.
Arti Penting Keterlibatan Sektor Bisnis
Dalam konteks Indonesia, 'perbudakan modern' bukanlah istilah yang biasa didengar maupun dipahami penduduk Tanah Air.
"Namun, tak dapat disangkal, itu adalah masalah yang nyata. Bahkan dalam skala besar, tapi sering dikaburkan dari mata publik," kata Co-Chair "Bali Process Government and Business Forum" dari sektor swasta dan bisnis, Eddy Sariaatmadja.
Founder & Chairman Emtek Group tersebut menegaskan, fakta bahwa ada lebih dari 45 juta jiwa terjerat dalam perbudakan modern adalah hal yang mengejutkan dan tidak dapat diterima.
Itu mengapa, dunia bisnis harus dilibatkan dalam pemberantasan perbudakan modern.
"Sektor bisnis, sebagian, menjadi sumber masalah ini. Namun, kita juga memiliki kapasitas terbaik untuk mengurangi, dan semoga, mengakhiri perbudakan modern," kata Eddy Sariaatmadja.
Dalam ajang Bali Process Government and Business Forum, diskusi sektor bisnis akan menghasilkan Rencana Kerja (Work Plan) untuk menangani perbudakan modern.
Pembentukan Rencana Kerja akan dilakukan dalam empat langkah. Pertama, memahami bahwa perbudakan modern adalah nyata, di negara maju maupun berkembang.
Langkah kedua adalah memahami DNA permasalahan tersebut yang kompleks. Selanjutnya adalah mengumpulkan sebanyak mungkin gagasan, dan menentukan apa yang bisa diwujudkan sesegera mungkin.
"Langkah keempat adalah membentuk grup yang terdiri atas pemimpin perusahaan yang berkomitmen, yang akan memimpin langkah-langkah untuk memberantas perbudakan modern. Juga untuk memastikan kemitraan dengan pihak pemerintah," kata Eddy Sariaatmadja.
Rencana Kerja tersebut akan dipresentasikan kepada Menteri Luar Negeri Australia dan Indonesia pada Jumat 25 Agustus 2017.
(Laporan: Reza Ramadhansyah/Liputan6 SCTV dari Perth, Australia)
Saksikan juga video menarik berikut ini:
Advertisement