Sukses

PBB Serukan Gencatan Senjata di Raqqa, Ini Alasannya

PBB memperkirakan sekitar 20 ribu warga sipil masih terjebak dalam wilayah yang dikuasai ISIS di Raqqa.

Liputan6.com, Geneva - PBB menyerukan jeda dalam pertempuran melawan ISIS di Kota Raqqa, Suriah. Hal itu demi membiarkan warga sipil yang masih terjebak dalam peperangan menyelamatkan diri.

Pasukan Demokratik Suriah (SDF), aliansi pejuang Kurdi dan Arab yang didukung jet tempur koalisi pimpinan Amerika Serikat, telah berhasil merebut 60 persen Kota Raqqa. Namun, menurut perkiraan PBB sekitar 20 ribu warga sipil masih terjebak dalam wilayah yang dikuasai ISIS.

Kepala Satuan Tugas Kemanusiaan PBB untuk Suriah, Jan Egelan, pada Kamis (24/8/2017), mengatakan, di tengah situasi ini, ISIS menggunakan menjadi warga sipil sebagai tameng.

"Sekarang adalah waktu untuk memikirkan segala kemungkinan, jeda, atau lainnya yang dapat memfasilitasi pelarian warga sipil," ujar Egelan di Geneva, Swiss, seperti dikutip dari Al Jazeera, Jumat (25/8/2017).

"Warga yang ingin melarikan diri tidak boleh berisiko terbunuh akibat serangan udara," ia menambahkan.

Dalam sebuah laporan yang dirilis pada Kamis, Amnesty International menyebutkan bahwa warga Raqqa menghadapi "labirin mematikan", mendapat serangan dari segala sisi mengingat korban tewas akibat serangan udara koalisi SDF terus meningkat.

"Segalanya akan menjadi lebih berbahaya setelah pertempuran mencapai tahap akhir di pusat kota," ujar penasihat senior Amnesty International Donatella Rovera.

"Hal yang seharusnya lebih banyak dilakukan adalah melindugi warga sipil yang terjebak dalam konflik dan memfasilitasi perjalanan yang aman bagi mereka untuk menjauh dari medan perang," tutur Rovera.

Sementara itu, para diplomat di PBB dikabarkan bereaksi sangat hati-hati terhadap seruan gencatan senjata ini karena mayoritas dari mereka berpendapat itu adalah hal yang tidak mungkin.

2 dari 2 halaman

Pertempuran di Raqqa

Raqqa menjadi perhatian utama pasukan koalisi pimpinan AS menyusul keberhasilan mereka mengusir ISIS dari Mosul pada Juli 2017. ISIS mengklaim Raqqa merupakan ibu kota Khilafah mereka. Presiden Donald Trump telah mengizinkan pengiriman senjata ke kelompok Kurdi demi memastikan kemenangan atas ISIS di Raqqa.

Pada Mei lalu, AS telah mengumumkan akan memasok senjata dan peralatan militer ke militan Kurdi yang memerangi ISIS di. Langkah ini sebelumnya telah mendapat persetujuan Donald Trump.

Dana W White, Juru bicara Pentagon kala itu menyatakan bahwa Trump telah memberikan lampu hijau bagi Pentagon untuk "mempersenjatai kelompok Kurdi -- bagian dari Pasukan Demokratik Suriah (SDF) -- demi memastikan kemenangan" atas ISIS di Raqqa.

Kebijakan AS untuk mempersenjatai pasukan Kurdi pada awalnya dikhawatirkan akan mendapat tentangan dari Turki. Kelompok Kurdi yang tergabung dalam SDF berasal dari Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG). Mereka merupakan faksi utama yang memerangi ISIS di Suriah.

Selama ini, Turki berpendapat bahwa YPG merupakan perpanjangan tangan dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK), kelompok yang dianggap sebagai gerakan separatis bahkan teroris oleh pemerintah. Namun, belakangan AS menjelaskan ke Turki bahwa pihaknya akan mengambil kembali senjata yang dipasok ke YPG jika perang melawan ISIS berakhir.

Sumber di Kementerian Pertahanan Turki mengatakan bahwa Menteri Pertahanan AS Jim Mattis telah berjanji kepada mitranya, Menteri Pertahanan Turki Fikri Isik untuk memberikan daftar senjata yang diserahkan ke YPG.

 

Saksikan video menarik berikut: