Liputan6.com, Bangkok - Interpol merilis permintaan penangkapan atau red notice atas miliarder pewaris label minuman energi Red Bull, Vorayuth Yoovidhya (32). Ia diburu terkait insiden tabrak lari di Bangkok pada tahun 2012 yang menyebabkan seorang polisi tewas.
Juru bicara Kepolisian Thailand Kolonel Krissana Pattanacharoen pada Senin waktu setempat mengatakan bahwa pihaknya telah diberitahukan mengenai dikeluarkannya red notice oleh jaringan polisi internasional.
Vorayuth meninggalkan Thailand pada akhir April, sesaat sebelum pihak berwenang mengeluarkan surat perintah penangkapan atas dirinya. Otoritas terkait berulang kali gagal menyeretnya ke meja hijau.
Advertisement
Pria itu dikabarkan terbang ke Singapura dengan menggunakan salah satu jet pribadi milik keluarganya. Setelah itu, jejaknya tidak terlacak.
"Kami telah diinformasikan bahwa Interpol telah merilis red notice atas pewaris Red Bull dan sekarang kami tengah menunggu untuk melihat respons apa yang akan kami dapatkan dari negara-negara anggota," kata Krissana, seperti dikutip dari News.com.au pada Rabu (30/8/2017).
Baca Juga
"Kami telah bekerja dalam kasus dan mengejarnya lewat berbagai cara. Red notice ini adalah upaya yang dapat kami lakukan ketika kami percaya bahwa yang bersangkutan kemungkinan bersembunyi di luar negeri," imbuhnya.
Red notice akan dikirimkan ke 190 negara anggota Interpol.
Vorayuth merupakan cucu dari Chaleo Yoovidhya, pendiri Red Bull, label minuman energi paling populer di dunia.
Kasus Tabrak Lari
Vorayuth adalah sosok di balik kemudi sedan mewah Ferrari ketika terjadi insiden tabrakan pada 2012 dengan sebuah sepeda motor yang dikendarai oleh seorang polisi, Sersan mayor Wichian Klanprasert. Peristiwa ini terjadi di Jalan Sukhumvit, pusat Kota Bangkok.
Tubuh Wichian terseret lebih dari 100 meter. Dan tanpa belas kasih, sedan Ferrari berwarna abu-abu itu melesat pergi, meninggalkan sang polisi hingga tewas di tempat.
Keberadaan Vorayuth diketahui setelah penyidik mengikuti jejak minyak rem yang berujung di sebuah rumah mewah, berjarak kurang dari satu kilometer dari tempat kejadian perkara.
Rumah tersebut diketahui milik dari salah satu keluarga terkaya di Negeri Gajah Putih. Dan di dalam rumah, terparkir Ferrari yang sudah dalam keadaan penyok. Vorayuth pun diperiksa. Hasilnya, ditemukan kandungan alkohol dalam darah pria itu. Meski demikian, ia berkelit.
Polisi berargumen lain. Dari video kamera keamanan aparat menyimpulkan, Vorayuth mengebut dengan kecepatan sekitar 170 km per jam dalam zona 80 km per jam.
Hal ini dibantah kuasa hukumnya.
Butuh waktu setidaknya enam bulan bagi polisi untuk menyiapkan tuntutan pidana, mulai dari mengebut, mengemudi sembrono, hingga menyebabkan kematian, dan melarikan diri setelah kecelakaan.
Sepanjang tahun 2013, Vorayuth tujuh kali absen dari ruang persidangan. Kuasa hukumnya punya banyak alasan, mulai dari tengah melakukan perjalanan bisnis hingga dalam kondisi kurang sehat.
Secara tidak langsung, undang-undang Thailand menolong Vorayuth. Satu per satu dakwaan yang diarahkan padanya "hilang"Â akibat pembatasan waktu. Dakwaan terkait melarikan diri dari tempat kejadian akan hangus pada Minggu ini atau bertepatan dengan lima tahun insiden tabrak lari tersebut.
Yang tersisa hanyalah dakwaan menyebabkan kematian akibat mengemudi dengan sembrono. Tuduhan tersebut akan jatuh tempo pada tahun 2027.
Bahkan, setelah beberapa tahun kecelakaan mematikan tersebut terjadi, Vorayuth dikabarkan masih menikmati gaya hidup mewah termasuk berpesta di London dan berlibur di Jepang.
Penanganan atas kasus ini telah memicu kritik pedas terhadap pihak kepolisian dan jaksa penuntut Thailand. Tak sedikit yang menuding aparat penegak hukum "lemah" di hadapan kaum borjuis.
Â
Saksikan video menarik berikut:
Advertisement