Sukses

Tunggak Pajak, Media Pengkritik Pemerintah Kamboja Tutup

Harian yang kerap mengkritik pemerintah ini tutup setelah mendapat tagihan pajak sekitar Rp 83,4 miliar.

Liputan6.com, Phnom Penh - Salah satu surat kabar independen terakhir di Kamboja, Cambodia Daily, memutuskan untuk gulung tikar. Mereka mengumumkan akan menutup kantor setelah mendapat tagihan pajak besar dari pemerintah.

BBC yang dikutip Senin (4/9/2017) melaporkan, media yang sering kali kritis terhadap pemerintah itu mengatakan bahwa hariannya berakhir gara-gara tagihan pajak sebesar 4,9 juta pound sterling atau sekitar Rp 83,4 miliar.

Pada Agustus, Hun Sen, mantan komandan Partai Khmer Merah yang berkuasa selama lebih dari 30 tahun, dilaporkan menghubungi penerbit Cambodia Daily dan mengatakan jika pajak media tersebut tidak dibayar dalam waktu 30 hari maka mereka harus melakukan penutupan.

Sebuah pernyataan kemudian beredar pada Minggu, 3 September, mengonfirmasikan penutupan media Kamboja tersebut.

"Mungkin ada perselisihan antara Departemen Pajak dan pemilik Cambodia Daily terkait pajak. Umumnya masalah atau pun perselisihan akan terjadi dan diselesaikan setelah audit dan negosiasi pribadi," kata surat kabar itu.

"... Pihak Cambodia Daily diminta melakukan pembayaran pajak astronomi, dituduh membocorkan data dan menuliskan pernyataan yang salah."

Sebelumnya pada Minggu, 3 September, pemimpin oposisi Kamboja, Kem Sokha, ditangkap atas tuduhan pengkhianatan. Dia dituduh berkomplot dengan orang asing dan dianggap membahayakan negara.

Penangkapan itu merupakan satu dari serangkaian tindakan baru-baru ini, terhadap lawan-lawan politik dan organisasi yang dianggap kritis terhadap pemerintahan Perdana Menteri Hun Sen.

2 dari 2 halaman

Pengkritik Pemerintah

Cambodia Daily, harian yang didirikan pada 1993 itu kabarnya akan berhenti terbit pada Senin ini.

Pemerintah Kamboja sebelumnya sudah mengeluarkan ancaman akan menutup media, yang mereka anggap membahayakan stabilitas di negara tersebut.

Selain Cambodia Daily, media independen lainnya -- termasuk Radio Free Asia dan Voice of America yang didanai pemerintah AS -- juga dilaporkan telah dituduh tidak mematuhi kewajiban perpajakan.

Media tersebut dianggap sering melaporkan topik yang mempermalukan pemerintah, seperti korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia.

Departemen Luar Negeri AS mengatakan, pihaknya "sangat prihatin dengan memburuknya iklim demokratis Kamboja" dalam beberapa pekan terakhir.

Namun, pemerintah setempat menyangkal kasus tersebut bersifat politis, dengan mengatakan bahwa wartawan kritis memiliki kebebasan yang cukup besar di Kamboja.

 

Saksikan juga video berikut: