Sukses

Putin: Krisis Nuklir Korut Mungkin Tidak Terselesaikan

Pernyataan terbaru Putin tersebut disampaikannya setelah bertemu dengan Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in.

Liputan6.com, Vladivostok - Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa krisis nuklir Korea Utara bisa jadi tidak mungkin diselesaikan. Sehari sebelumnya, ia berpendapat sebaliknya dan memprediksikan bahwa bencana global akan terjadi jika uji coba nuklir Korut direspons dengan tindakan selain dialog.

Putin menyampaikan pernyataan terbarunya setelah bertemu dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in di sela-sela Forum Ekonomi Timur di Vladivostok, Rusia.

Seperti dikutip dari CNN pada Kamis (7/9/2016), terkait dengan situasi di Semenanjung Korea, pesan Presiden Moon adalah, "Jika provokasi Korut tidak berhenti sampai di sini, saya berpendapat ini bisa jatuh dalam situasi tak terkendali."

Ketegangan mengenai program nuklir Korut meningkat pekan ini setelah pada Minggu, 3 September, Pyongyang mengumumkan keberhasilannya melakukan uji coba nuklir jenis bom hidrogen yang dapat dilekatkan di sebuah rudal.

Selama berada di Rusia, Moon bicara soal hangatnya hubungan dirinya dengan Putin. Ia menggambarkan dirinya dan Putin bersikap ramah satu sama lain dan memiliki tujuan yang sama. "Terutama mengenai kebijakan Timur yang baru Anda kejar dan kebijakan pertahanan yang juga saya tujukan, itu membuat saya merasa bahwa kita tengah memimpikan hal yang sama".

Belakangan, tepatnya sejak uji coba nuklir terbaru Korut, Rusia telah memainkan peran yang jauh lebih terlihat.

John DeLury, profesor di Yonsei University di Korsel, mengatakan bahwa pertemuan di Vladivostok merupakan bagian dari upaya Putin untuk meningkatkan peran Rusia di Asia Timur.

"Karena Amerika mengirim sinyal tak jelas, Putin mungkin melihat peluang untuk memimpin," ujar DeLury.

Ketika Menteri Pertahanan AS James Mattis memperingatkan kemungkinan bahwa Korut akan menghadapi respons militer besar-besaran. Namun di sisi lain, Presiden Donald Trump justru ingin menghukum Korut dengan menargetkan negara-negara yang berbisnis dengan Pyongyang, termasuk China.

Presiden Putin diketahui berada di China di hari peluncuran bom hidrogen Korut. Ia dikabarkan telah mengadakan audiensi dengan Presiden Xi Jinping.

'Paket untuk Amerika'

Pada hari Kamis, Presiden Putin akan mengadakan pembicaraan terpisah dengan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. Sebelumnya, pada Rabu kemarin, Abe menegaskan kembali sikap pihaknya soal Korut.

"Kita harus membuat Korut memahami bahwa tidak ada masa depan yang cerah jika mereka melanjutkan perbuatannya saat ini, mereka harus berubah. Jepang dan Rusia akan bekerja sama dengan masyakat internasional untuk hal itu," kata Abe.

Menteri Pertahanan Jepang Itsunori Onodera mengatakan bahwa bom hidrogen yang diuji coba Korut memiliki kekuatan hingga 160 kiloton. Sebelumnya diperkirakan berkisar antara 50 hingga 120 kiloton.

"Ini jauh lebih besar dibanding uji coba nuklir yang lalu. Fakta bahwa bom nuklir dengan tingkat output energi tertentu telah dikembangkan, merupakan ancaman besar, tidak hanya bagi Jepang, tapi juga masyarakat internasional," ujar Onodera.

Sejauh ini, Korut tidak menunjukkan tanda-tanda perubahan nada atau ambisinya. Media resmi pemerintah Korut justru mengabarkan kegembiraan atas pencapaian program nuklir Korut.

Sementara itu, dalam sebuah Konferensi Perlucutan Senjata di Jenewa pada Selasa, 5 September, Dubes Korut untuk PBB menyebut, uji coba nuklir terbaru sebagai "paket hadiah" bagi AS. Ia memperingatkan bahwa akan ada lebih banyak "paket hadiah" bagi AS.

"AS akan menerima lebih banyak 'paket hadiah' dari negara saya selama mereka melakukan provokasi tanpa rasa takut dan usaha sia-sia untuk menekan Korut," ujar Han Tae.

Aspek paling mengkhawatirkan dari uji coba nuklir Korut adalah bahwa negara itu terus meningkatkan akurasi dan muatan pada rudal jarak jauh (ICBM).

Para ahli mengatakan, jarak dan lintasan yang dicapai dalam uji coba rudal Korut baru-baru ini menunjukkan bahwa klaim Korut dapat menyerang AS dapat terjadi. 

 

Saksikan video berikut: