Sukses

Ranjau Darat Mengadang, Pengungsi Rohingya Tak Mungkin Pulang

Muncul laporan dari sumber lokal yang menyebut, pengungsi Rohingya terancam bom ranjau darat yang tersebar di beberapa lokasi.

Liputan6.com, Rakhine - Pemerintah Bangladesh memanggil Duta Besar Myanmar di Dhaka, memprotes serta menekan sang dubes agar Naypydaw segera menghentikan segala bentuk kekerasan di Rohingya.

Termasuk di antaranya, munculnya laporan mengenai pemasangan ranjau di beberapa jalan yang digunakan oleh para muslim Rohingya untuk mengungsi dari Rakhine ke perbatasan Bangladesh. Demikian seperti dikutip dari BBC, Kamis (7/9/2017).

Di Dhaka, Menteri Luar Negeri Bangladesh Shahidul Haque mengonfirmasi munculnya keluhan mengenai dugaan adanya ranjau darat di area yang dilintasi oleh para pengungsi Rakhine.

"Ya," kata Menlu Haque mengonfirmasi, tapi tidak mengelaborasi lebih lanjut mengenai informasi itu.

Ranjau itu, menurut dugaan, ditebar oleh militer Myanmar di wilayah yang dekat dengan perbatasan Bangladesh. Tujuannya diduga, untuk menghentikan para pengungsi kembali ke desa asalnya.

Akan tetapi, menurut penjelasan militer Myanmar, tidak ada ranjau yang ditanam di wilayah yang dimaksud.

Sementara itu, pada Senin pekan ini, juru bicara Aung San Suu Kyi--pemimpin de facto Myanmar-- justru mencurigai kelompok militan (Arakan Rohingya Salvation Army) yang menanam ranjau darat tersebut.

"Siapa yang bisa menjamin bahwa ranjau itu tidak ditebar oleh kelompok teroris?" jelas sang jubir, Zaw Htay.

Namun, dua pejabat pemerintah Bangladesh, kepada media asing menyatakan bahwa militer Myanmar menebar ranjau darat baru di wilayah tersebut.

Seperti dikutip dari CNN, petugas perbatasan senior melaporkan insiden ranjau yang melukai dua pengungsi Rohingya. Mereka, menurut klaim si petugas, mendapat bantuan dari petugas perbatasan Bangladesh dan dibawa ke rumah sakit terdekat di negara itu.

"Ada kemungkinan militer Myanmar yang menanam ranjau darat itu," jelas si petugas.

Laporan CNN juga menyebut, ranjau darat yang dimaksud merupakan jenis PMN-1 antipersonnel devices.

Selain itu, menurut wartawan BBC, Sanjoy Majumder, yang berada di perbatasan, sudah ada tiga pengungsi Rakhine yang terluka akibat ranjau darat.

Tak hanya itu, banyak ranjau darat tua peninggalan era junta militer 1990-an yang tersebar di wilayah perbatasan Myanmar - Bangladesh.

Di satu sisi, dikabarkan, pasukan perbatasan Bangladesh masih menjaga ketat akses perbatasan, mencegah masuknya para pengungsi, serta menghalau mereka yang hendak menyeberang agar kembali ke Rakhine.

 

 

2 dari 2 halaman

400.000 Pengungsi pada Akhir 2017?

Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebut, angka pengungsi Rohingya dari Myanmar ke Bangladesh mengalami peningkatan sejak 25 Agustus 2017, pekan yang sama ketika konflik bersenjata antara militer pemerintah dan kelompok ARSA (Arakan Rohingya Salvation Army) di Rakhine.

Menurut PBB, konflik bersenjata itu mengakibatkan lebih dari 146.000 Rohingya dan etnis minoritas melakukan eksodus massal dari Rakhine ke Bangladesh.

Diperkirakan, angka itu akan melonjak hingga sekitar 300.000 pengungsi, pada akhir 2017 nanti.

Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, mengklaim, krisis yang terjadi di Rakhine mengalami distorsi informasi dan pemberitaan yang "tidak lengkap". Sementara itu, putri Jenderal Aung San menyebut, tensi tinggi yang muncul akibat krisis itu dipromosikan oleh media palsu "fake news", demi keuntungan teroris.

Teroris adalah cara pemerintahan Aung San Suu Kyi dan militer Myanmar menyebut kelompok ARSA.

Komentar yang diutarakan Suu Kyi itu diperoleh dari hasil transkrip pembicaraan via telepon antara sang pemenang Nobel Perdamaian dan Presiden Turki Reccep Erdogan awal pekan ini.

Sementara itu, pada Rabu kemarin, Presiden Erdogan mengatakan, Turki dan lembaga humaniternya, TIKA, akan memberikan 10.000 ton humanitarian relief untuk membantu pengungsi muslim Rohingya.

 

Simak pula video berikut: