Sukses

Kisah Remaja Transgender yang Ingin Kembali Menjadi Pria

Seorang siswa Australia ingin kembali menjadi laki-laki setelah dua tahun dirinya menjalani program transisi menjadi perempuan.

Liputan6.com, Canberra - Seorang siswa Australia yang memutuskan mengubah dirinya menjadi perempuan, kini memikirkan kembali keputusannya itu. Dua tahun setelah menjalani program transisi, ia ingin kembali menjadi laki-laki.

Pada usia 12 tahun, Patrick Mitchell memohon kepada ibunya agar mendapat terapi hormon estrogen setelah dokter mengdiagnosis bahwa dirinya mengidap disforia gender.

Dikutip dari Independent, Jumat (8/9/2017), disforia gender adalah kondisi di mana seseorang mengalami penderitaan karena ada ketidakcocokan antara jenis kelamin biologis dengan identitas gender.

"Aku melihat seorang gadis dalam diriku dan merasa ingin menjadi dirinya," ujar Mitchell kepada 60 Minutes.

Setelah mendengarkan saran dari para profesional yang menyarankan untuk mengubah kondisi biologisnya menjadi perempuan, ibunya sangat mendukung dan Mitchell mulai melakukan transisi.

Ia menumbuhkan rambutnya dan mulai menerima asupan hormon yang membuat payudaranya tumbuh. Namun, setelah dua tahun berjalan, keputusannya mulai goyah.

2 dari 2 halaman

Hal yang Membuat Mitchell Goyah

Pada awal 2017, para guru di sekolahnya mulai menganggapnya sebagai seorang perempuan. Namun, hal itu membuat Mitchell mempertanyakan apakah ia telah membuat keputusan yang tepat.

"Aku mulai menyadari bahwa aku sebenarnya nyaman dengan tubuhku sendiri. Setiap hari aku merasa lebih baik," ujar Mitchell kepada Now To Love.

Akibatnya, Mitchell mengaku kepada ibunya dan menjelaskan bahwa ia ingin kembali menjadi laki-laki.

"Ia menatap mataku dan berkata, 'Aku tidak yakin bahwa aku adalah seorang perempuan'," jelas ibunya.

Saat ini, dalam upaya kembali ke tubuh aslinya, ia telah berhenti minum obat dan hendak melakukan operasi untuk membuang jaringan payudaranya yang berlebih dalam tahap akhir peralihannya.

Meski disforia gender jarang terjadi, jumlah orang yang didiagnosis mengalami kondisi itu semakin meningkat, menyusul meningkatnya kesadaran masyarakat.