Liputan6.com, Jakarta - Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi membeberkan kalimat pertama yang ia sampaikan saat bertemu State Counsellor Myanmar, Aung San Suu Kyi. Pertemuan pekan lalu tersebut dilakukan untuk membahas masalah kemanusiaan Rohingya.
"Saat saya ketemu Aung San Suu Kyi kalimat pertama yang saya sampaikan, saya datang membawa amanah concern masyarakat Indonesia terhadap (situasi) Rakhine," ucap Retno, saat rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR, Senin (11/9/2017).
Baca Juga
Tidak hanya warga Indonesia. Mantan Dubes RI untuk Belanda tersebut yakin ketika bertemu Suu Kyi, suara masyarakat internasional turut dipikulnya.
Advertisement
"Saya beranikan diri untuk datang membawa harapan masyarakat internasional," ujarnya.
Saat melakukan lawatan ke Myanmar awal bulan ini, Retno melakukan pertemuan dengan sejumlah pejabat tinggi di sana.
Selain bertemu Aung San Suu Kyi, ia berkesempatan melakukan pertemuan dengan Panglima Angkatan Bersenjata serta tiga menteri penting dari kabinet Myanmar.
Demi menyelesaikan persoalan Myanmar, Retno menawarkan formula 4+1 kepada Suu Kyi.
Empat elemen tersebut yang pertama adalah mengembalikan stabilitas dan keamanan. Kedua, menahan diri secara maksimal dan tidak menggunakan kekerasan. Ketiga, perlindungan kepada semua orang yang berada di Rakhine State, tanpa memandang suku dan agama. Dan yang terakhir pentingnya segera dibuka akses untuk bantuan keamanan.
"Empat elemen pertama merupakan elemen utama yang harus segera dilakukan agar krisis kemanusiaan dan keamanan tidak semakin memburuk," jelas Menlu Retno dalam keterangan pers yang diterima Liputan6.com pada Senin, 4Â September 2017.
Adapun, satu elemen lain adalah pentingnya agar rekomendasi Laporan Komisi Penasihat untuk Rakhine State yang dipimpin oleh Kofi Annan dapat segera diimplementasikan.
Satu capaian penting misi diplomasi kemanusiaan Indonesia ini adalah dengan disepakatinya Indonesia dan ASEAN terlibat dalam penyaluran bantuan kemanusiaan di Rakhine State.
Mekanisme penyaluran dipimpin oleh Pemerintah Myanmar, tapi melibatkan ICRC dan beberapa negara termasuk Indonesia dan ASEAN.
Pernyataan Aung San Suu Kyi
Sebelumnya, pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, membuat pernyataan publik pertama terkait krisis Rohingya terbaru.
Perempuan berusia 72 tahun tersebut mengatakan bahwa pemerintahannya bekerja untuk melindungi seluruh hak warga Myanmar. Hal tersebut disampaikan Suu Kyi dalam pembicaraannya melalui sambungan telepon dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
"Kami tahu betul, lebih tahu dari kebanyakan orang, apa artinya pencabutan HAM dan perlindungan demokrasi," ujar Suu Kyi melalui transkrip telepon yang beredar, seperti dikutip dari CNN pada Rabu 6Â September 2017.
"Jadi kami memastikan bahwa semua orang di negara kami berhak mendapat perlindungan atas hak-hak mereka, bukan hanya politik, tapi juga sosial dan kemanusiaan," imbuhnya.
Selama ini, Suu Kyi mendapat kecaman karena sosoknya dianggap berdiam diri atas penindasan terhadap warga Rohingya. Padahal, Suu Kyi dikenal sebagai aktivis HAM peraih Nobel Perdamaian.
Advertisement