Liputan6.com, Jakarta - Hingga kini, etnis Rohingya belum diakui status kewarganegaraannya oleh Pemerintah Myanmar. Bahkan ketika krisis kemanusiaan kembali terjadi, otoritas negara itu bersikeras tak mau mengubah kebijakannya.
Untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi terbang ke Myanmar untuk membicarakan solusi krisis kemanusiaan tersebut.
Sejumlah pejabat tinggi penting ditemui. Termasuk di antaranya State Counsellor Aung San Suu Kyi, Panglima Angkatan Bersenjata Min Aung Hlaing, dan tiga menteri penting.
Advertisement
Dalam pertemuan tersebut, Retno memastikan bahwa kedua negara turut membahas mengenai pemberian kewarganegaraan.
"Kita diskusi banyak sekali ya, termasuk mengenai masalah rekomendasi Kofi Annan. Ada 88 rekomendasi yang terbagi ke dalam 17 elemen, salah satunya status kewarganegaraan," ucap Retno di Gedung Parlemen RI, Senin (11/9/2017).
"Sudah ada komitmen dari pemerintah Myanmar untuk mengimplementasikan rekomendasi Kofi Annan, yang berarti 17 elemen dan 88 rekomendasi, coba nanti kita lihat rekomendasinya seperti apa," ujar dia.
Desakan pemberian kewarganegaraan disampaikan secara lantang oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Gutteres. Dia menegaskan, sangat krusial bagi Myanmar untuk segera mengubah kebijakannya terhadap warga Rohingya.
Baca Juga
Menurut Gutteres, Myanmar harus segera memberikan kewarganegaraan atau memastikan status hukum warga Rohingya.
Kepastian hukum itu penting. Sebab, hanya dengan status yang jelas, etnis Rohingya bisa hidup normal, bergerak bebas, mendapat pekerjaan, dan memperoleh pendidikan.
"Sejarah diskriminasi panjang, keputusasaan, kemiskinan ekstrem terjadi di Rakhine. Kami meminta otoritas sipil dan militer Myanmar untuk mengakhiri kekerasan ini," ucap Gutteres.
"Kesedihan dan penderitaan warga Rohingya yang tidak terselesaikan sudah lama 'membusuk' dan ini jadi faktor tak terbantahkan dalam terciptanya destabilisasi regional," imbuh dia.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: