Liputan6.com, Singapura - Nama Halimah Yacob tengah hangat diperbincangkan di Singapura. Bagaimana tidak, sosok perempuan kelahiran 23 Agustus 1954 tersebut dalam hitungan jam akan resmi mencatat sejarah sebagai presiden wanita pertama Singapura.
Ia terpilih setelah dua kandidat presiden lainnya, Farid Khan (62) dan Mohamed Salleh Marican (67), didiskualifikasi karena tidak memenuhi syarat untuk maju sebagai calon dari sektor swasta.
Halimah akan diumumkan sebagai presiden terpilih pada Rabu, 13 September besok. Setelah diresmikan, perempuan berjilbab tersebut akan menjadi presiden dari etnis Melayu kedua sejak Singapura merdeka pada 1965.
Advertisement
Seperti dikutip dari The Straits Times pada Selasa (13/9/2017) berikut delapan fakta tentang Halimah:
1. Berasal dari Keluarga Sederhana
Ayah Halimah yang berprofesi sebagai penjaga meninggal kala ia berusia delapan tahun. Kondisi tersebut membuat sang ibu harus berjuang membesarkan Halimah dan empat kakak laki-lakinya. Keluarga ini tinggal di sebuah flat satu kamar di Hindoo Road.
Setiap pagi sebelum berangkat ke sekolah, Halimah akan membantu ibunya berjualan nasi padang dengan sebuah gerobak dorong, sebelum akhirnya sang ibu mendapat lisensi untuk membuka warung makan.
Baca Juga
Hari-hari Halimah selama menimba ilmu di Singapore Chinese Girls' School dan Tanjong Katong Girls' School penuh tantangan. Di samping harus mengerjakan tugas-tugas sekolah, ia juga masih membantu ibunya berjualan. Di lain sisi, uang sekolahnya kerap tak terbayarkan.
Kuliah hingga Berkarier
2. Satu-satunya yang Kuliah
Berasal dari keluarga sederhana tidak membuat Halimah patah semangat dalam menuntut ilmu. Setelah menyelesaikan studinya di sekolah menengah atas, Halimah mendaftarkan diri di Fakultas Hukum National University of Singapore.
Pada awalnya ia sendiri tidak tahu dari mana akan mendapat biaya untuk kuliah. Namun, titik terang datang kala ia meraih beasiswa tahunan senilai 1.000 dolar Singapura dari Dewan Agama Islam Singapura.
Saat itu, saudara laki-lakinya yang baru mulai bekerja sebagai petugas penjara pun ikut menyumbang 50 dolar Singapura setiap bulan. Sementara itu, di sela-sela menempuh pendidikannya, Halimah memutuskan untuk bekerja sebagai pegawai perpustakaan demi menutupi sisa biaya hidup.
3. Mulai Berkarier
Halimah lulus kuliah tahun 1978. Setelahnya ia bergabung dengan The National Trades Union Congress (NTUC) atau Kongres Serikat Perdagangan Nasional sebagai praktisi hukum. Langkahnya tersebut sesuai dengan tujuannya ingin mewakili para pekerja dan "memperjuangkan keadilan".
Berkarier di NTUC selama 33 tahun, perempuan berkacamata itu pernah memimpin unit layanan hukum dan sekretariat pengembangan perempuan. Pada tahun 1999 hingga 2007, Halimah menjadi Asisten Sekretaris Jenderal NTUC sebelum akhirnya menjadi Wakil Sekretaris NTUC hingga tahun 2011.
Tak cukup sampai di situ, sosoknya pun menjadi orang Singapura pertama yang duduk di jajaran pelaksana Organisasi Buruh Internasional (ILO) PBB dari tahun 1999 hingga 2011.
Halimah meraih gelar master dalam bidang hukum di National University of Singapore pada tahun 2001.
Menikah dan Terjun ke Dunia Politik
4. Menikah dengan Pebisnis
Dua tahun setelah lulus kuliah, Halimah menikah dengan seorang pengusaha bernama Mohammed Abdullah Alhabshee. Pasangan ini dikaruniai lima anak, yakni dua putra dan tiga putri.
Pada awal kehidupan pernikahan mereka, Halimah dan sang suami menyewa sebuah kamar sebelum akhirnya membeli rumah pertama mereka di Tampines seharga 75 ribu dolar Singapura.
5. Terjun ke Dunia Politik
Pada tahun 2001, Halimah terpilih sebagai anggota parlemen mewakili Jurong GRC. Ia menjabat selama tiga periode sebelum akhirnya terpilih kembali, namun kali ini mewakili Marsiling-Yew Tee GRC.
Halimah masuk ke dalam pemerintahan saat ia ditunjuk menjadi Menteri Negara di Kementerian Pengembangan Komunitas, Pemuda, dan Olahraga pada tahun 2011. Pada 2012, ia mengisi pos di Kementerian Sosial dan Keluarga.
Dan pada 2013, sejarah mencatat nama Halimah sebagai wanita pertama yang menjabat Ketua Parlemen.
6. Tinggal di Flat Murah
Nyonya Halimah tidak merahasiakan pilihannya untuk tetap tinggal di flat milik negara di Yishun meski deretan jabatan publik pernah diembannya. Ia sudah tinggal di sana sejak tahun 1983.
Halimah bahkan berharap ia dapat terus tinggal di flat murah tersebut jika kelak terpilih sebagai presiden. Dalam sebuah wawancara dengan The Straits Times, dia mengatakan, "Lebih dari 80 persen rakyat kita tinggal di flat milik negara. Dan jika itu cukup baik bagi mereka, maka cukup baik pula bagi saya".
Cinta Keluarga
7. Arti Rumah
Kediaman Halimah di Yishun yang dekat dengan Rumah Sakit Khoo Teck Puat terdiri dari dua flat. Ia memutuskan untuk membeli dua unit flat yang bersebelahan karena ingin tinggal dekat dengan ibunya.
Bagi Halimah, konsep rumah bukan hanya sekadar harta yang bisa menguntungkan, melainkan "museum kenangan seumur hidup yang tak ternilai harganya".
Tempat itu juga merupakan rumah bagi beberapa anak Halimah yang sudah menikah. Dalam sebuah wawancara pada tahun 2013, Halimah mengungkapkan bahwa ia ingin mengajarkan para buah hatinya arti penting hidup bersama dan merawat orangtua.
Seluruh anggota keluarga Halimah pun melakukan berbagai tugas rumah tangga, termasuk mencuci baju sendiri tanpa bantuan seorang asisten rumah tangga.
8. Dukungan Suami
Halimah teguh menolak untuk mengungkapkan lebih banyak kisah tentang keluarganya. Sekali waktu ia hanya mengatakan, "Mereka bangga dengan saya, namun tidak ingin dikenal karena saya".
Keberhasilan Halimah tak lepas dari peran serta dukungan sang suami. Dalam sebuah wawancara pada 2013, suaminya mengatakan bahwa ia tidak sungkan untuk bekerja dari rumah, sehingga dapat membantu sang istri melakukan berbagai pekerjaan rumah tangga.
"Dia sangat cakap. Dia bekerja sangat keras dan sangat berpengalaman dalam mewakili Singapura di berbagai serikat kerja, jadi menurut saya dia adalah orang yang tepat," tutur suami Halimah saat menemani istrinya mengumumkan pencalonannya dalam bursa Presiden Singapura.