Sukses

Ratusan 'Pembelot' ISIS di Perbatasan Suriah Mengiba Ingin Pulang

Eks militan ISIS berencana untuk berangkat ke perbatasan Turki. Mereka mengiba mencari jalan untuk kembali ke kampung halaman mereka.

Liputan6.com, Idlib - Kekuatan kelompok teroris ISIS perlahan-lahan menunjukkan kelemahannya. Satu per satu para militannya mulai menyerah. Tak terkecuali para pengikut, simpatisan dan keluarganya. Mereka kini menanti untuk kembali pulang.

Hal itu terlihat di kota-kota di Suriah yang berbatasan dengan Turki. Ratusan "pembelot" ISIS berkumpul di Provinsi Idlib.

Mereka berencana untuk berangkat ke perbatasan Turki, mengiba mencari jalan untuk kembali ke kampung halaman mereka. Ada yang ingin pulang ke Timur Tengah, Afrika Utara, dan Eropa.

Puluhan mantan militan itu diketahui sudah kabur terlebih dahulu, meninggalkan Suriah yang porak poranda. Dikutip dari The Guardian, Rabu (13/9/2017), para prajurit itu menggunakan mobil bersenjata, iring-iringan menuju beberapa kota di selatan Turki.

Empat orang ekstremis asal Arab Saudi diketahui bisa sampai di komunitas mereka di selatan Turki pada awal September. Diduga mereka membayar penyelundup. Per kepala diganjar US$ 2.000. Harga yang mahal karena harus melewati sejumlah pos penjagaan.

Dalam satu tahun ini, sejumlah tentara Turki di perbatasan harus merasakan timah panas akibat penyelundupan mantan tentara ISIS itu. Ada yang terluka dan tak sedikit yang tewas.

Eksodus tentara ISIS dari kawasan yang sempat dikuasai kelompok teroris itu terjadi di beberapa bagian kota di Suriah dan Irak di sepanjang tahun ini. Hal itu mencerminkan bahwa kekuatan tentara Irak --dibantu A-- berhasil menumpas Daesh.

Meski demikian, masih banyak sisa militan dan keluarganya yang ingin meninggalkan negara-negara yang menjadi medan perang. Mereka berangkat bersama-sama.

Aktivitas pulang kampung para teroris dan keluarganya itu tentu membawa tantangan tersendiri bagi komunitas intelijen global yang sebagian besar memandang mereka sebagai ancaman yang tidak bersahabat dan tidak terkendali, dan melihat ruang lingkup terbatas untuk reintegrasi mereka.

Seorang warga Saudi yang kabur dari Suriah akhir Agustus lalu mengatakan, ada sekitar 300 mantan ISIS --kebanyakan dari Arab Saudi-- sudah membangun komunitas tersendiri di utara Idlib. Kawasan itu dikuasai kelompok teroris lain, Jabhat al-Nusra yang masih berafiliasi dengan Al Qaeda.

"Kebanyakan dari mereka ingin pergi dari Idlib, seperti saya," kata pria berusia 26 tahun yang mengaku bernama Abu Saad, kepada Guardian, beberapa hari setelah ia tiba di Turki selatan. 

"Mereka semua baru tahu, bahwa ISIS sudah menipu kami. Yang lain tak percaya kelompok Nusra. Dan tak sedikit yang percaya satu sama lain," ujarnya.

Abu Saad mengatakan, warga Arab Saudi, juga Eropa, Maroko dan Mesir, berkumpul bersama menolak al-Nusra. Kelompok itu telah menguasai Idlib dan desa-desa di sekitarnya.

ISIS tidak bisa menguasai Idlib sejak awal 2014 ketika kota itu direbut oleh serangan pemberontak yang membuat anggota ISIS melarikan diri ke timur, ke kota al-Bab di daerah pedalaman Aleppo dan berlanjut ke Minbij, Tabqa, Raqqah dan Deir Azzour.

Meski demikian, mantan anggota ISIS, bagaimanapun, telah dengan mantap kembali ke Idlib dan mencari perlindungan sejak akhir 2015. "Saat itulah saya pergi," kata Abu Saad, berbicara beberapa hari setelah dia tiba di Turki selatan. "Yang lain bergabung dengan saya nanti, dan lebih banyak lagi yang akan datang sekarang."

Dipilihnya Kota Idlib oleh para eks militan ISIS karena kota itu paling dekat dengan perbatasan Turki. Meski, mereka harus berhadapan dengan al Nusra. 

Eksodus militan ISIS dan keluarganya untuk pulang kampung adalah hal yang sama sekali tidak dinanti oleh pihak berwenang di negara mereka masing-masing.

Pejabat di Prancis mengatakan mereka lebih senang jika warga mereka yang dengan sadar diri bergabung dengan ISIS itu tewas dibanding harus pulang. Pejabat itu mengatakan, ada kemungkinan negara tidak akan memiliki rencana untuk mendukung mereka yang kembali. Negera-negara lain di Eropa mengungkapkan sentimen yang senada.

Sementara itu, Abu Saad mengatakan ia tak akan kembali ke Saudi jika dipenjara.

"Program rehabilitas? Boleh saja. Lagipula saya ke Suriah tahun 2012 untuk mendukung rakyat Suriah melawan pemberontakan rezim. Namun, unit yang saya komandoi memutuskan membelot ke ISIS. Saya tak menyangka itu," klaim Saad.

"Di Idlib, ada 300 orang ingin pulang. Kebanyakan dari mereka berasal dari Saudi. Beberapa rela menerima konsekuensi asal bisa pulang dan melihat keluarganya lagi," tutupnya.

 

2 dari 2 halaman

Perempuan Indonesia Gabung ISIS, Tertipu atau Rela Pergi?

Saat sedang jaya-jayanya, ISIS mampu merayu siapa saja untuk bergabung dengan mereka. Tak terkecuali dari Indonesia. Namun, belakangan, dua perempuan WNI mengaku tertipu dengan kelompok militan itu. 

Leefa mengaku punya alasan kuat untuk bergabung dengan ISIS. Warga negara Indonesia (WNI) itu mengaku ingin mendapatkan penghidupan yang lebih baik dibanding di Tanah Air.

Apalagi, perempuan tersebut mengalami masalah kesehatan. "Saya butuh operasi leher. Di Indonesia biayanya sangat mahal. Tapi di Daesh, katanya, semua gratis," kata dia, seperti dikutip dari situs Aawsat, Juni lalu. Daesh adalah nama lain ISIS.

Pengetahuan Leefa soal ISIS didapat dari internet dan video yang diproduksi kelompok teror tersebut. Di benaknya kala itu, "kekhalifahan" yang didirikan di Irak dan Suriah itu adalah tempat yang ideal bagi muslim, bak surga di atas Bumi.

"Saya pergi ke wilayah ISIS untuk menjadi muslim sejati," kata dia.

Komunikasi pun dijalin dengan pihak ISIS. Seorang pria berjanji akan membantu Leefa dan belasan orang lainnya menuju Raqqa, Suriah.

Berpegang pada janji itu, ia pun hengkang bersama 15 warga Indonesia lain. Mereka rela merogoh kocek untuk membiayai tiket perjalanan. Konon, biaya itu kelak akan diganti sesampainya di Raqqa.

Perjalanan panjang dilalui untuk mencapai tanah impian. Namun, sesampainya di kota tujuan, semua angan-angan indah buyar seketika.

Jangankan kehidupan serbamudah, operasi leher yang dijanjikan pun tinggal janji. Leefa sadar ia jadi korban janji manis ISIS yang ternyata dusta belaka.

Kini Leefa tinggal di kamp pengungsian di Ain Issa, yang letaknya 50 kilometer utara Raqqa.

Ia menanti ke mana nasib akan membawanya. Sementara itu, pasukan Syrian Democratic Forces (SDF) yang didukung koalisi Amerika Serikat berupaya merangsek ke jantung ISIS untuk menghancurkannya.

Saksikan video pilihan di bawah ini: